"Sudahlah! Nanti saja kujawabnya, cepat! Sekarang tolong bantu Aku."
"Kami harus apa? Kami semua bukan dokter, apalagi Suster."
"Kalian beranjak dari sofa yang kalian duduki itu, lalu bawakan minyak kayu putih dan air putih, Cepat!"
"Ah benar juga, ayo ambil minyaknya dan ambil air putihnya." Mereka dengan cepat beranjak dari sofanya, dan melakukan apa yang disuruh Rafa. Rafael dengan sigap langsung meletakan Dewi, di atas Sofa tersebut.
"Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Ivana, saat Rafael menempelkan minyak kayu putih pada hidung Dewi.
"Kalian berdua, tolong pijat-pijat pada bagian kakinya," ucap Rafael yang ditujukan pada Clara dan Maya, yang belum meresponi pertanyaan Ivana.
"HEI Ka-" ucapan Ivana yang hendak marah, terpotong saat melihat Dewi, bangun terduduk sambil menghela nafas kaget.
"Syukurlah...." ucap mereka, saat melihat Dewi yang sudah siuman dari pingsannya.
Maya langsung memberinya air putih yang ia ambil, dan Dewi meminumnya dengan cepat sampai habis.
"Hei, sebenarnya ada apa sih? Kenapa Kau tiba-tiba bisa pingsan?" tanya Rafael yang masih penasaran; apakah Dewi memang melihatku mendarat?
"Harusnya Aku yang bertanya, Bagaimana bisa Kau tiba-tiba muncul di depan pintu, tanpa melewati pagar? Apa Kau melompat, hah?"
"Memangnya, tadi Kau melihatku melompat?"
"Tidak sih. Saat Aku menoleh ke belakang, tiba-tiba Kau sudah ada di depan pintu. Jadi kupikir Kau tadi maling, habisnya berpakaian serba hitam."
"Pantas saja Kau pingsan. Tapi, apa benar yang dikatakan Dewi? Saat Dewi berjalan ke pintu pagar, kalian tidak saling bertemu?" tanya Ivana kepada mereka berdua.
"Sebenarnya, Aku sudah tiba di halaman rumah ini sebelum Dewi keluar. Saat Aku ingin mengetuk pintu, Aku dibuat penasaran dengan suara-suara aneh, yang berada di sebelah kanan rumah ini. Ternyata, suara itu berasal dari kandang bebek, yang ada di sana. Aku kembali lagi dan mendengar suara orang terjatuh, saat ingin mengetuknya kembali ."
"Oh, jadi seperti itu ya. Memang benar sih, ada kandang bebek di samping halaman rumah ini."
"Lalu, kenapa Kau malah jatuh pingsan! Bukannya itu sangat berlebihan?" ucap Maya kepada Dewi.
"Aku pingsan karena kaget tahu! Melihat orang yang tiba-tiba berada di depan pintu, apalagi dengan pakaian serba hitam!" Setelah Dewi membalas cerewet dengan cerewet, ia menjadi teringat oleh sesuatu hal di kepalanya. "Oh, iya. Bagaimana dengan origaminya? Jadi beli lagi atau tidak?"
"Kalo itu ehm...hehehe...maaf." Setetes keringat terlihat di wajahnya. "Kami hanya lupa menaruh origaminya, bukan lupa membelinya. Saat Aku mengambil air putih, ternyata ada di atas dispenser...," jawab Clara sambil menunjukan di tangannya, origami yang dimaksud.
Seketika, Dewi pingsan kembali setelah mendengar hal itu. Sontak, mereka dibuat terkejut oleh karena Dewi. "Heeee... Dewi! Jangan pingsan lagi dong!" Dengan senyuman polosnya, ia terbangun kembali dan hanya mengerjai mereka. "Aku cuma bercanda kok. Habisnya membuat Aku kesal saja!"
Setelah dari kejadian itu, mereka dengan serius mengerjakan karyanya bersama-sama, hingga selesai pada larut malam. Mereka semua keluar dari rumah tersebut, dan membuat Rafael heran.
"Kenapa kalian keluar semua? Dan Kau, kenapa mengunci pintu pagar rumahmu sendiri? Kau mau main malam-malam ya?" tanya Rafael saat melihat Clara, mengunci gembok pagar rumahnya.
"Tidak. Ini rumah milik sepupunya Clara, lalu Clara meminjamnya untuk kerja kelompok hari ini," jawab Maya.
"Kenapa tidak sekalian menginap saja? Dan sepupumu kemana?"
"Zaka sedang bekerja di perusahaannya dan biasa pulang malam, sekitar tengah malam ia baru sampai. Aku tak bisa menginap dan mengajak kalian menginap karena, teman sekantornya sering menginap di sini," ucap Clara sambil mengantongi kuncinya.
"Zaka?"
"Ya, dia sepupuku yang paling besar, alias sudah bekerja dan punya rumah sendiri."
"Lalu, bebek-bebek itu, untuk apa ada di sana? Apa dia juga peternak bebek?"
"Ia menyewakan tanah yang kosong itu, untuk bebek-bebek milik tetangga. Sebelum nanti ia pakai, untuk membuat kolam renang dan taman."
"Begitu ya."
Akhirnya mereka pulang dan tanpa disadari telah berjalan di arah yang sama, sejak lima belas menit yang lalu dari rumah Zaka. Bagi mereka berempat tak heran dengan satu sama lain. Tapi heran bagi Rafael dengan mereka, dan merekapun heran dengan Rafael.
"Hei, kalian tak ada jalan lain kah?" tanya Rafael, yang berjalan di belakang mereka berempat.
"Justru kami yang bertanya. Ini kan jalan yang biasa kami lewati, saat pulang dari rumahnya Zaka. Harusnya Kau tahu dan ingat, tadi lewat mana kan?"
"Benar juga. Karena tadi Aku terus melompat dari atap ke atap. Sampai-sampai tak tahu jalan pulang, lewat darat. Kalau melompat lagi sudah sangat capek," dalam hatinya.
"Yang ada Kau kan, yang mengikuti kami semua! Kau mau macam-macam ya?" sambung Maya.
"Enak saja! Jalanku memang lewat sini kok, lagi pula untuk apa Aku macam-macam? Kalian kan lebih banyak."
Tak lama kemudian, ia melihat Ivana yang membisikan sesuatu pada mereka bertiga. Secara tiba-tiba, mereka berlari menjauhi Rafael.
"Gawat! Aku bisa tersesat!" ucap Rafael, sebelum dengan cepat mengejar mereka berempat. Mereka berlari terus tanpa henti, bahkan Rafael hampir kehilangan jejak mereka. Sampai pada belokan yang kedua, setelah ia hampir tertinggal. Rafael dibuat kaget dan heran, saat mendapatkan mereka pingsan di jalan.
"Kenapa mereka pingsan? Apa mereka mengerja-" Rafael melihat sesuatu yang besar di hadapannya. Satu meter di depannya, ada sinar lampu yang hanya menyala melingkar, dan dibalik itu sangatlah gelap. Terlihat, sesuatu yang besar, di balik remang-remang lampu jalan itu. Bentuknya besar sekaligus aneh, saat mahkluk itu menoleh, terlihat matanya merah menyala dan perlahan mendekati cahaya remang-remang, dari lampu tersebut.
"Apa itu? Aneh sekali bentuknya!" ucap Rafael, sebelum terlihat jelas wujud monster itu di tengah-tengah cahaya lampu tersebut. Posisi empat orang yang pingsan itu, berada jauh sebelum lampu jalan kedua. Mungkin sebelumnya, mereka melihat monster itu sedang berjalan meninggalkan cahaya remang-remang itu.
Sontak, kejadian ini membuat Rafael teringat akan mimpi yang ia alami saat itu. Rafael melihat jam yang ada di tangannya, "Tengah malam? Artinya Monster ini adalah Mamon!"
"Hei manusia, kenapa Kau tidak pingsan juga seperti mereka?" ucap Mamon tersebut yang tingginya sekitar dua meter, dan besarnya seperti forklift. Secara tiba-tiba, Mamon itu melempar mobil rongsok yang ada di sebelahnya, ke arah Rafael. Dan dengan sigap ia menunduk untuk menghindarinya.
"Apa yang harus kulakukan? Bagaimana cara melawannya, dan membawa mereka ke tempat yang aman?" desis Rafael saat ia sedang berpikir. Seketika muncul cahaya dari dadanya, dan terlihat sebuah pedang yang keluar secara horizontal lurus ke depan, dari dadanya, lalu menyamping. Hingga berada tepat di hadapannya, saat dalam posisi berlutut usai tadi menunduk.
"Pedang ini kan yang waktu itu. Artinya, di saat itu pedang ini tidak menghilang. Tapi menetap di hatiku." Kemudian muncul sebuah kitab yang tak terlalu tebal, terbang entah dari mana asalnya, lalu hinggap di tangannya Rafael.
Hal itu membuat Rafael teringat, akan tanda yang diberitahukan oleh Pria bersayap waktu itu, tentang kejadian ini dan Kitab Guidenya. "Jadi memang benar, Aku dinobatkan sebagai Hakim Tengah Malam."
Rafael menjulurkan tangannya ke pedang bercahaya itu, dan saat sudah dalam genggamannya, seketika berubah menjadi kilauan biru.
"Berubah menjadi kilauan biru? Benar juga, Jikalau ini sangat terang, orang-orang akan tahu dan terbangun. Baiklah!" ucapan Rafael sebelum melihat Guide itu terbuka, untuk pertama kalinya.
Dalam guide itu muncul tulisan, Skill 1/LV 1 : One Swing ; skill bertahan Lv 1.
"Aku harus mengayunnya kah?" Monster itu mulai menyerang Rafael, dengan lidahnya yang panjang dan aneh ke arahnya. Dengan sigap ia menggunakan skill tersebut.
"One Swing!"
Terlihat ia mengayunkan pedangnya, sehingga lidah Mamon itu terpotong oleh kilat cahaya, yang menjulur dari pedangnya. Lidah yang terbelah itu jatuh menggeliat-liat, dan kilatan cahaya itu, menghilang setelah membelah lidahnya. Mamon itu, sempat merasa kesakitan sebelum akhirnya, melancarkan serangannya yang kedua, yaitu dengan menembakkan lendir-lendir aneh dari mulutnya.
"Double Swing!"
terlihat Rafael mengayunkan pedangnya tiga kali, dan mengeluarkan goresan cahaya biru, dalam setiap ayunannya. Goresan cahaya tersebut, menjadi bercabang dua dari setiap ayunannya, sebelum mengenai lendir-lendir tersebut hingga meledak.
Dan membuat Rafael tercengang sendiri, melihat hal yang baru saja ia lakukan.
* (Skill 1/Lv2 : Double Swing ; skill bertahan Lv 2) tulisan yang muncul sebelum Rafael melancarkan aksi pertahanannya.
Tenang saja, pertempuran itu tidak mengenai empat orang itu, sebab Rafael berada di depan mereka.
Tak pakai lama, setelah cukup bertahan dari serangannya. Rafael dengan cepat, melesat menembus uap-uap dari lendir yang meledak itu, dengan lompatan supernya untuk mendekatinya. Dan, dengan sangat cepat melakukan Skill keduanya,
"Darkness Splitter!"
*(Skill 2/ Lv 1: Darkness Splitter! Skill penyerang dan bertahan tingkat normal).
Rafael mengayunkan pedang itu dua kali, sehingga membentuk huruf X terbakar pada tubuh Mamon itu. Saat Rafael mendarat, Mamon itu terbelah X sebelum lenyap seketika. "Mamon level satu sepertinya masih mudah. Sepertinya, banyak yang harus kulakukan setelah ini. Karena Aku telah di nobatkan sebagai. Hakim Tengah Malam!"