Putra langsung saja mengekori Naya begitu di persilakan masuk, 'Ah sudah cukup lama juga aku tidak datang kesini, terakhir kali aku datang ke sini ketika liburan semester lalu itu pun karena tidak sengaja bertemu dengan Fisa, kakaknya Naya di sebuah cafe dan Fisa memaksaku untuk mengantarkannya pulang.
"Dimana mama dan kak Fisa?" tanya Naya setelah masuk ke dalam, ia tidak menanyakan keberadaan papanya karena ia tahu pada jam-jam segini masih sibuk di kantor.
Naya pun belum berniat untuk menghubungi papanya, memberitahu papanya bahwa ia sudah pulang ke Indonesia. Naya berencana akan memberikan kejutan kepada papanya saat beliau pulang kerja nanti.
'Hemm papa pasti akan suka dengan kejutannya, Papa pasti senang sekali karena aku pulang ke Indonesia. Ah hanya papa yang menantikan kepulanganku' pikir Naya.
Meski di dalam hatinya ia merasa sedih namun, ia tetap berusaha tegar dihadapan semua orang. Naya sangat dekat dengan papanya, sejak kecil hanya papanya lah yang selalu membelanya. Sedangkan mama hanya asyik mengurusi kakaknya.
Entahlah, meski Naya itu adalah anak kandung, tapi ia sering merasa seperti anak tiri jika mengingat perlakuan mamanya sendiri kepada dirinya. Mamanya selalu mengutamakan kepentingan kakaknya diatas kepentingan Naya.
Pernah suatu hari dulu Naya melakukan protes besar-besaran kepada mamanya, tapi sang papa yang bijaksana selalu menasehati Naya jika mau menjadi anak yang pintar harus punya dada yang lapang harus bisa memaafkan kesalahan orang lain dan harus bisa bertahan di setiap keadaan sulit seperti apa pun karena suatu saat nanti pasti akan indah pada waktunya. Naya hanya perlu terus berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya dan lihatlah perlahan orang akan mulai menghargai keberadaan.
Itulah nasihat yang selalu papanya bilang kepada Naya dan ia pun selalu mengingat itu semua sampai sekarang. Perlahan-lahan Naya menyadari jika apa yang dikatakan papanya itu benar, ia mulai merasakannya sekarang.
"Nyonya dan nona Fisa ada dirumah, biar saya beritahu mereka. Silakan nona tunggu disini" ART tersebut mempersilakan Naya dan Putra menunggu di ruang tamu. ia kemudian masuk ke dalam untuk memberitahu majikannya.
Lamunan Naya di patahkan oleh jawaban yang keluar dari mulut ART tersebut.
Naya mendengus kesal, ia diperlakukan seperti seorang tamu di rumah sendiri. Tapi Naya tidak menyalahkan ART tersebut, sebab ia mengerti jika dia hanya menjalankan pekerjaannya.
"Kenapa cemberut? Seharusnya kamu senang pulang ke rumah" Putra coba mengalihkan pikiran Naya.
"Hemm pura-pura amnesia ya? Kau pasti tau apa yang aku rasakan" tatapan Naya memelas.
"Kamu gugup ya akan bertemu kembali dengan mamamu? kalian kan sudah lama tidak bertemu, apa kamu sangat merindukannya?" tanya Putra.
"Tentu saja, tapi entah mama merindukanku juga atau tidak, aku tidak tau" kata Naya sedih.
"Iya iya, sabar ya? Aku bisa ngerti kok" Putra mengusap-usap kepala Naya dengan lembut.
Tentu saja Putra tau, sebab sejak kecil keluarga mereka berdua dekat, mamanya Putra merupakan sahabat dari papanya Naya, mereka sering bertemu jika orang tua mereka sedang membicarakan masalah bisnis.
Vera, mamanya Naya akhirnya datang juga menemui Naya di ruang tamu setelah Naya dan Putra cukup lama menunggu.
"Kau pulang Naya? Mama kira kau tidak akan mau pulang ke Indonesia lagi" kata Vera tanpa rasa hangat kepada anaknya.
Vera sedikit terkejut dengan perubahan Naya. Vera kagum dengan kecantikan putrinya sekarang, tapi ia buru-buru menutupinya. Ia tidak mau nantinya Naya menempel terus padanya, bisa-bisa Fisa cemburu.
"Sudah lama Naya tidak pulang, Naya rindu" kata Naya mengharap pelukan dari mamanya.
Vera melangkah mendekati Naya dengan malas, lalu ia memeluknya sebagai formalitas karena sudah lama tidak bertemu. Naya sangat senang di peluk oleh mamanya.
"Sudah, jangan lama-lama. Kau ini sudah besar, jangan manja" kata Vera ketus.
Naya melepaskan pelukannya dengan kecewa, ia menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata. Pada saat yang bersamaan Fisa pulang.
"Ma, Fisa pulang" suara riang Nafisa, kakak kandung Naya memecah suasana canggung antara Vera dan Naya.
"Iya sayang, kok baru pulang? Dari mana saja? Kamu pasti capek ya?" Vera langsung menyambut kedatangan Putri sulungnya dengan pelukan hangat dan tersenyum senang.
"Iya nih Ma, pemotretan tadi membuat rambuhku kusam" kata Fisa manja sambil menunjukkan rambutnya yang masih berkilau rapi.
"Ough kasian, nanti biar mama panggilkan orang dari salon langganan Mama agar memberikan perawatan kepadamu dirumah" Vera menghibur putrinya.
"Eh ada Putra, kapan datang?" Fisa langsung menghampiri Putra dan mencium pipi kanan dan kirinya begitu ia menyadari keberadaan Putra.
"Hei, apa kabar kak Fisa?" Sapa balik Putra.
"Ah ... Kau ini nakal ya? Sudah sering dibilangin agar memanggil nama ku saja, tapi masih saja kau memanggilku dengan sebutan kakak. Berasa tua tau nggak? Padahalkan kita cuma selisih dua tahun" protes Fisa.
"Maaf, tapi aku tidak mau di bilang tidak sopan" jawab Putra.
"Baiklah Aku maafkan, karena kamu sekarang bertambah keren, aku suka" kata Fisa dengan nada genit.
Lalu Fisa mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang sedari tadi cukup mengganggu pandanganya karena duduk di dekat Putra.
"Wait, kau siapa?" tanya Fisa tidak mengenali Naya, karena ia memang sudah berubah jauh penampilannya.
"Itu Naya, adikmu" Vera yang menjawab pertanyaan Fisa.
"Apa?? Si itik buruk rupa?!" Fisa membelalakkan matanya tak percaya.
Fisa terkejut melihat perubahan pada diri Naya ia tidak pernah menyangka jika adiknya itu mampu berubah seperti sekarang ini, begitu cantik, berpenampilan modis dan kulitnya juga sudah bagus sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi kepada Naya apakah mungkin papa secara diam-diam telah membantu Naya untuk melakukan operasi plastik di luar negeri, tapi kalau Papa membantunya melakukan operasi plastik di luar negeri, kenapa Mama tidak bilang apa-apa kepadaku? tidak mungkin mama tidak tahu jika Papa melakukan hal besar seperti itu. Pasti Mama akan curiga jika Papa mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar.
Apa mungkin di luar negeri ada operasi plastik gratis karena sedang melakukan promosi? Apa Naya kemudian ikut acara tersebut dan menjadi secantik seperti ini. Apapun itu ternyata obsesinya selama ini untuk menandingiku tidak pernah berubah. Gadis cilik ini selalu saja merasa iri dengan apa yang aku punya. Aku tidak bisa biarkan ini, Naya tidak boleh merebut perhatian mama. Hanya aku satu-satunya anak yang akan dimanjakan oleh Mama. Aku tidak akan membiarkan Naya merebut posisiku saat ini. Aku harus segera memikirkan cara agar Naya kembali ke habitatnya di luar negeri. Ya, aku harus segera bertindak, aku tidak boleh menundanya lagi. Batin Fisa.