Chereads / The Decision / Chapter 5 - Bab 4 Misi

Chapter 5 - Bab 4 Misi

Selamat membaca๐Ÿ’™

๐ŸŒผ๐Ÿ‘‘๐ŸŒผ

Meskipun langit masih gelap dan hawa dingin menusuk kulit, tetap takkan sanggup menyurutkan nyali dan tekad Putri Aalona untuk menyusuri jalanan sepi ke arah meuni. Ia tak ingin menangis di sana, Aalona hanya mau mengenang saat dirinya merasa bebas setelah tujuh belas tahun ia habiskan waktunya di dalam istana. Tepat satu bulan setelah ia bebas, sang Ayah pergi meninggalkannya.

Direbahkannya tubuh berbalut ureburai itu di atas meuni. Ureburai sendiri adalah gaun pendek yang terbuat dari bunga teratai. Warnanya merah muda dan mekar di bagian bawah. Tatapan sang putri menerawang jauh ke langit yang warna biru tuanya perlahan memudar.

"Takdir memang tidak ada yang tahu. Lucu, seakan perasaanku sedang dipermainkan. Ketika aku baru merasakan serunya mengenal dan berkumpul bersama teman-temanku, tak lama Ayah tiada. Sungguh sulit diterima. Kalau aku boleh memilih, aku lebih memilih menjadi rakyat biasa. Jujur, ini sangat berat."

"Aalona!"

"Berly? kenapa kamu ke sini?"

Berly yang mendengar pertanyaan itu dari mulut Aalona mendesah. "Seharusnya aku yang bertanya padamu. Lebih baik kembali ke istana bersamaku sekarang! ayok!" Ditariknya pergelangan Aalona dengan tak sabaran. Namun genggamannya itu masih bisa dibilang lembut.

"Kenapa buru-buru?"

Berly berdecak. "Ratu Alena sakit."

"APA?! tadi malam Bunda masih baik-baik sa---OH! Aku mengerti. Terima kasih Berly. Maaf merepotkanmu." Aalona merasa tak enak. "Seharusnya aku tahu sejak awal. Kehilangan orang yang kita cintai pasti sangat menyakitkan. Maafkan Aalona karena terlambat menyadarinya, Bunda," sambungnya dalam hati.

"Apapun untuk keluarga kerajaan kita."

๐ŸŒผ๐Ÿ‘‘๐ŸŒผ

"Ingat Lona, kita para mailnera tidak pernah mengenal penyakit apapun. Kelemahan mailnera adalah mencintai seseorang terlalu dalam. Rasa sakit itu akan tumbuh di saat kita sulit merelakan kepergian orang tercinta selamanya di dunia. Itulah yang tengah Ratu Alena rasakan. Beliau terlalu mencintai Raja Avi," jelas Elina setelah mengingat beberapa bagian buku yang pernah ia baca.

"Lalu, apa obatnya?"

"Maaf Aalona, kalau bagian yang satu itu aku belum pernah membacanya."

"Mau menemaniku ke perpustakaan istana sekarang?" tawar Aalona seraya berdiri dari duduknya.

"Dengan senang hati." Tapi kala mereka keluar dari matera, Elina nampak ragu. Ia pun berhenti, diikuti oleh Aalona yang menyadari keraguan sahabatnya itu. "Aalona, menurutku untuk hal yang seperti ini pasti tak akan ada di perpustakaan istana. Perpustakaan itu hanya menyediakan buku seadanya, memberikan garis besarnya saja."

"Lalu?"

"Maaf. Bukannya aku lancang, di ruangan khusus keluarga raja apakah ada perpustakaan?"

"Maksudmu di magadsana?" Elina mengangguk-angguk. "Ada! pintar sekali kamu, El! Terima kasih."

"Apapun untuk keluarga kerajaan kita." Aalona tersenyum. Mereka kembali berjalan dengan terburu-buru, agar cepat sampai ke istana. "Sebenarnya kamu lebih pintar dariku Putri Aalona. Hanya saja pikiranmu masih sedikit terganggu, dan ketenangan dalam dirimu belum sepenuhnya muncul. Kematian Raja Avi sungguh memukul Ratu Alena dan dirimu. Hanya hal kecil inilah yang bisa kulakukan. Semua yang kubisa akan kulakukan untuk kerajaan kita." Elina membatin.

"El, apakah kamu mau tinggal di istana?" tanya Aalona di sela-sela jalannya. Jangan samakan langkah bangsa-mailnera-dengan-manusia sama.

Langkah kaki mereka tiga kali lipat lebih cepat dari manusia biasa dan tentunya mailnera tak memiliki sayap, mereka bukan peri tapi makhluk mungil, dan bukan pula kurcaci. Rata-rata tinggi perempuan mailnera setelah 17 tahun adalah 3-4 cm dan untuk lelaki, kisaran 5-6 cm. Wajah yang cantik dan tampan serta hati yang baik adalah ciri khas tersendiri dari bangsa mailnera. Tak jarang, banyak kaum dari kerajaan bunga lain di sekitarnya menyukai bangsa mailnera. Contohnya kaum luilnema yakni dari kerajaan mawar dan maininel dari kerajaan melati.

"Kalau ditanya mau, pasti aku mau sekali. Siapa yang tak ingin tinggal di sana? Kupikir semua mailnera menginginkannya."

"Baiklah, besok katakan pada Bibi Mely agar tak perlu kembali ke madara. Menginap saja di rugadara."

Dicegahnya Aalona agar berhenti sebentar saja. Elina masih tak percaya akan perintah Aalona barusan. "Kamu serius mengatakannya, bukan?"

"Aku tak pernah main-main."

"Aku mengerti. Tak ada yang bisa kukatakan selain kata terimakasih." kata Elina sungguh-sungguh.

"Apapun untuk kerajaan kita."

Dipeluknya erat-erat Aalona hingga hampir saja mahkota dari rangkaian bunga melati, teratai dan mawar di kepala Putrinya itu merosot. "Terima kasih Aalona."

"Ya-ya. Berlebihan sekali, hampir saja manaelama-ku jatuh."

"E-eh maaf-maaf."

"Ya, tak apa."

"AALONA!"

Kedua remaja yang mengurai pelukan itu lantas menoleh ke sumber suara. "Deryl, Berly? Ada apa? Bunda kenapa?"

Ya, kedua teman lelakinya itulah yang sedari tadi menjaga Alena. Sedang Aalona dan Elina, membicarakan masalah kelemahan sang Bunda di matera. Karena Elina tahu, sang putri itu lebih tenang kalau di matera, tempat yang mungil nan cantik buatan Aalona sendiri.

"Ratu ingin dirimu menyuapi beliau rodu."

"Hanya itu Deryl?" Deryl mengangguk. "Berly, kamu yang sedari tadi pagi menemani Bunda. Apa yang kamu ketahui tentang kesehatan Bunda sampai sekarang?"

"Masih sama."

"Sungguh Berly?"

"Ya."

"Baiklah, aku mengerti." begitu empat mailnera sampai di dalam istana, Aalona kembali bersuara, "atas ijinku, Elina masuk ke perpustakaan di magadsana sekarang." Elina mengangguk dengan tatapan tak percaya. Lalu Aalona melirik kedua teman lelakinya.

"Untukmu Berly dan Deryl, tolong pindahkan Bundaku ke kamarnya yang ada di magadsana. Setelah menyuapi rodu, aku akan memantau Bunda sambil mencari buku di perpustakaan keluarga. Terima kasih, permisi." Ia masuk ke kamar dan mengganti bajunya yang semula apudura menjadi ureburai lagi.

๐ŸŒผ๐Ÿ‘‘๐ŸŒผ

God bless you <3