Adzan subuh mengejutkanku dari tidur lelap yang singkat. Aku bangkit untuk menunaikan kewajiban sebagai umat islam. Jika biasanya aku melanjutkan tidur setelah itu, tapi tidak dengan hari ini.
Aku beranjak ke dapur berencana menyiapkan sarapan, tapi tidak jadi. Makanan sudah tersaji di atas meja makan sebelum aku sempat menginjak dapur.
Tante Lusi dan Om Sofyan juga sudah ada di ruang makan untuk sarapan. Mereka sarapan lebih cepat dari biasanya hari ini.
"Om dan Tante pergi ke Switzerland selama 8 hari. Nanti kalau Ara perlu sesuatu langsung bilang sama Mak Mah dan Pak Ali atau Ryan", ucap Tante Lusi dan aku hanya mengangguk.
"Oh ya, manajer restoran cuti selama seminggu. Rencananya...", ucapnya.
"Leave it on me. I'll handle it for you", selaku.
Tante Lusi tersenyum tenang. Ia akan mempekerjakanku selama seminggu dengan satu syarat, yaitu merahasiakannya dari bunda.
Aku juga setuju dengan hal itu karena bunda bukan orang yang mudah ditangani. Kemudian, mereka langsung berangkat ke bandara usai Ryan bergabung.
Aku mengikuti Ryan setelah mengantar orangtuanya sampai ke depan pintu. Aku hanya mengikutinya dan tiba di ruang latihan. Sebelumnya aku tidak pernah tahu jika dia melakukan olahraga rutin setiap pagi untuk menjaga bentuk badan atletisnya.
"Ternyata dokter juga harus six-pack", ledekku.
"Sekarang eight-packs, mau lihat ?", pamernya.
"Tidak, aurat", jawabku lalu tertawa.
"Tante Lusi dan Om Sofyan ada kegiatan apa di Switzerland ?", tanyaku.
"It's their second honeymoon", sahutnya.
Kami sama sekali tidak membahas kejadian semalam. Dia pasti sangat tahu bahwa aku tidak ingin membahasnya atau hubungan kami akan menjadi canggung.
Aku menetap di sana hingga Ryan menyudahi latihan kebugarannya. Lalu kembali ke kamar, begitu juga dengannya.
Sekitar 30 menit kemudian, kami kembali ke ruang makan untuk sarapan. Setelah itu, kami keluar bersama. Dia mengantarku ke restoran sebelum pergi ke rumah sakit.
"Nanti pulang abang jemput", ucapnya sesampai di restoran.
Aku mengisyaratkan tidak keberatan. Perlahan aku menatap hampa mobil yang baru saja meninggalkan restoran.
Diam-diam aku berharap, semoga takdir tidak mengambilnya dariku.
Jikapun tidak, semoga aku bisa bersamanya sedikit lebih lama. Meski tidak meminta pembenaran atas harapan yang kusemogakan, jangan berani menyalahkanku karena siapapun akan memiliki harapan yang sama jika dihadapkan pada laki-laki seperti Ryan.
***