…
Dunia bawah tidak diterpa sinar matahari secara langsung. Namun langit-langit kristal tersebut memantulkan cahaya dari luar masuk ke dalam dunia bawah bak rangkaian yang tiada habisnya. Meskipun begitu, cahayanya tidaklah terang, tetapi cukup untuk memenuhi kegiatan setiap makhluk di dunia bawah. Karena hal tersebut, rata-rata makhluk dunia bawah memiliki sensitivitas tinggi terhadap sinar matahari sehingga mereka memilih tinggal tetap di dunia bawah daripada terkena terpaan sinar mentari.
Kastil Arifa memiliki banyak celah yang bisa dilalui oleh makhluk kecil hingga sedang. Oleh karena itu, sang putri sering mengambil kesempatan ini untuk bertamasya di dunia bawah tanpa sepengetahuan Azofir.
Dan hari ini... sang putri melakukan perjalanan kecilnya melalui salah satu lubang dinding dekat ruangan pemandian. Tentu, tempat tersebut adalah tempat yang tidak akan disambangi oleh Azofir karena tubuh raksasanya.
Lubang tersebut mengarah keluar dan terhubung ke jembatan batu yang dihiasi kristal biru tua. Walau hari masih terang, Arifa memilih untuk menyalakan menara-menara bunga yang menerangi jembatan tersebut.
Arifa mengulurkan tangan kanannya, ia mengucapkan mantera singkat. Lingkaran sihir muncul di depannya, sesaat kemudian, seluruh menara penerangan langsung menyala menerangi jembatan tersebut.
"Benar-benar mantera yang indah, Paduka," ucap seseorang dengan penuh wibawa.
Arifa tersentak kaget ketika mendengar suara makhluk lain di dekatnya. Padahal ia yakin tidak ada makhluk yang mengerumuni jembatan ini sekarang.
"Ahahaha, jangan takut. Ini saya, Paduka." Makhluk bersisik tebal dan keras layaknya baja tersebut menyambut Arifa. Ia langsung teringat memang ada beberapa bawahannya yang luar biasa kekuatannya sehingga sihir deteksi kecil tidak mampu untuk menentukan keberadaan mereka.
Arifa memiliki berbagai sihir pendeteksi kehidupan. Namun, ia jarang memakainya, karena ia tahu bawahannya akan selalu menunjukkan diri tanpa perlu repot-repot ia cari.
Salah satu kemampuan Arifa, yaitu Deteksi Singkat, merupakan sihir tingkat rendah yang bersifat pasif. Tanpa perlu diaktifkan, sihir tersebut akan langsung mendeteksi makhluk-makhluk di sekitar si pengguna dan tidak memakan kekuatan Atma pengguna.
"W-Wah, kukira siapa, ternyata engkau, Fafnir."
"Ya, benar sekali, Paduka. Saya siap melayani anda kapanpun anda mau. Izinkan saya bertanya, ada perlu apa Paduka Arifa pergi keluar dari kastil?" Suaranya agak berat dan serak.
Dialah Fafnir, salah seorang bawahan terkuat Arifa dan jabatannya hanya satu level dibawah Azofir. Di mana Azofir adalah panglima pasukan sekaligus ajudan Arifa sedangkan Fafnir adalah jenderal pasukan elite.
Sebelumnya, Fafnir merupakan seekor naga yang dibunuh oleh seorang pahlawan suci. Beberapa ratus tahun kemudian, ia dibangkitkan oleh Arifa dengan sihir untuk dijadikan bawahannya. Sejak saat itu, Fafnir bersumpah setia terhadap Arifa untuk selamanya. Ditambah lagi, Arifa membangkitkannya dalam wujud naga yang memiliki postur tubuh seperti manusia. Hal tersebut memperkokoh kesetiaannya lebih jauh lagi.
"Y-Y-Ya... banyak hal yang perlu dilakukan *angguk* hm! Ya, itu dia!" Arifa mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Pastilah hal yang sangat penting bagi Paduka hingga anda sendiri perlu turun tangan sendiri." Fafnir menundukkan kepalanya.
"Y-Ya... begitulah..." Arifa menoleh pelan membuang muka.
"Kalau begitu, izinkan saya mengawal anda," Fafnir menunduk,
"B-Baiklah. Aku izinkan." Arifa mengizinkan dengan nada terpaksa.
"Terima kasih telah menerima permintaan egois dariku,"
"Kalau begitu, mari kita berangkat." Arifa melangkah duluan yang kemudian diikuti oleh jenderal tersebut.
"Baik, Paduka."
Akhirnya, Arifa dan Fafnir pergi bersama. Walaupun Arifa sebenarnya hanya ingin melihat-lihat kondisi 'rakyatnya'. Namun karena keikutsertaan sang naga, Arifa memilih untuk meneruskan rencananya beberapa hari yang lalu.
Yaitu, mengembalikan jasad minotaurus yang telah dibunuh di dunia permukaan.
"Fafnir, kita akan menuju altar perpindahan ruang, pastikanlah daerah sekitar itu bersih dan siap untuk kupakai."
"Baik, Paduka Arifa."
Sekejap, Fafnir menghilang. Ia telah pergi mendahului sang putri.
"Dengan begitu, aku tidak perlu dikawal lagi." Arifa menyengir sambil menghembuskan nafas lega lalu ia mengusap rambut merahnya kesamping. Fafnir begitu menghormatinya hingga pernah saat dimana ketika mata Arifa kelilipan, ia langsung panik tidak karuan dan menggunakan sihir penyembuh tingkat tinggi pada sang putri. Azofir sendiri ternganga bingung melihatnya.
Di ujung jembatan yang panjang itu, Arifa menjentikkan jarinya. Dalam sekejap semua penerang jembatan tersebut langsung meredup dan mati.
"Selanjutnya... aku harus memeriksa 'katalis sihir' itu dulu. Banyak bawahanku yang menyebutkan bahwa katalis utama sihirku retak dan tidak bisa dipakai lagi..."
Arifa kemudian mengucapkan mantera lagi.
--Portal 'Wormhole'!
Seketika, didepannya membuka sebuah jalur berbentuk oval. Terlihat didalamnya ruang dan waktu tidak sinkron, membuatnya terlihat begitu mengerikan. Meski begitu, Arifa selalu menggunakannya untuk menuju tempat yang tidak bisa diakses siapapun kecuali dia sendiri.
Arifa melangkah masuk ke dalam portal tersebut, lalu portal itu langsung menutup tepat setelah Arifa menghentakkan kedua kakinya di dalam portal tersebut.
Di suatu tempat jauh lebih dalam lagi, Arifa muncul dari portal yang dibuatnya, lalu melompat turun keatas pohon yang berbentuk seperti jamur raksasa. Arifa menepuk kedua tangannya sekali, hal itu membuat jamur-jamur disekitar menyala, memberikan penerangan terhadap sang putri.
"Kerja bagus," gumamnya. Jamur-jamur disekitarnya membalas dengan melambaikan kepalanya perlahan. Mereka tampak senang dipuji oleh sang putri.
Di antara pepohonan jamur tersebut, Arifa menemukan katalis sihirnya. Benar saja kata semua makhluk dunia bawah. Terdapat retak kecil di salah satu garis merkuri-nya.
Walaupun demikian, Arifa malah tersenyum lebar seperti habis menerima hadiah besar.
Arifa melompat turun dari salah satu kepala pohon jamur ke tanah yang berhiaskan banyak kristal berwarna hijau giok. Kristal tersebut menunjukkan jalan yang tampak indah karena susunannya yang rapi dan elegan. Arifa berjalan ditengah-tengahnya menuju lingkaran katalis tersebut.
"Akhirnya, ya. Ada juga yang berani mengubah sedikit wujud katalis-ku ini. Ia pasti adalah seorang yang lumayan kuat, jadi pengin tahu, tapi ya, sudahlah."
Arifa merendahkan tubuhnya dan berlutut di depan katalis itu, rambutnya yang panjang pun ikut menyentuh tanah. Kemudian, ia menggambar simbol bunga di atas garis putih yang merupakan bagian katalis sihir itu.
Tidak butuh waktu lama, suara gemuruh terdengar hebat. Cahaya dari tanah di mana sang putri berpijak mulai menyinari sekitarnya, dan muncullah lingkaran katalis baru!
"Tampaknya lumayan stabil. Oke, waktunya kembali~" Arifa melangkah pergi. Ia bersiul gembira karena akhirnya ada juga yang berhasil membuat secuil retakan pada sihirnya yang selama ini ia kira tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Tanpa sepengetahuan sang putri, katalis itu sebenarnya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dihancurkan oleh sang Pahlawan Suci di permukaan. Hancurnya lingkaran yang ada di permukaan membuat gelombang kejut yang menyebabkan retakan kecil di inti sihir sang Putri Merah Tua.
Namun, sang Putri Merah Tua dengan mudahnya mengembalikan lingkaran tersebut layaknya membalikkan tangan.