"Tak ku sangka kau masih berani menampakkan batang hidungmu setelah kegagalan kalian yang sangat menyedihkan, Aroz" sindir pria bersurai cokelat yang sedang duduk di hadapan Aroz dan Tarachri.
Tarachri mengepalkan tinjunya dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih. Belum pernah selama dua dekade kehidupannya ia merasa semarah ini. Sungguh, sangat ingin Tarachri menempelkan kepalan tangannya itu di wajah sombong pria bernama Roganiu itu.
Tidak.. Memukul wajah sombongnya itu tidak akan cukup bagi Tarachri. Ia ingin merobek dan menguliti wajah pria itu hingga tak ada lagi yang tersisa di sana. Dengan begitu, jangankan tersenyum sombong, berbicara pun pria bernama Roga itu tidak akan bisa. Tarachri menyeringai memikirkan ide yang menurutnya sangat cemerlang itu.
Tarachri kemudian menoleh ke arah kanannya. Di atas tangan kanannya yang terkepal bersandar tangan hangat Aroz. Seolah bisa membaca apa yang dipikirkan Tara, Aroz hanya menggeleng pelan meski tatapannya terkunci ke muka. Ke arah para petinggi Organisasi Khusus Pemerintah Intel yang sudah duduk mengelilingi meja rapat di depan mereka. Terutama ke arah Roganiu yang masih tersenyum licik padanya. Tanpa sadar genggaman Aroz mengepal menjadi kepalan tinju karena emosi yang berusaha ia tahan.
Kembali ke dua puluh menit sebelum mereka berdiri di ruang rapat para petinggi dan eksekutif markas pusat ini…
Sekembalinya dari misi investigasi di Distrik J-09 Kota Vashna, Aroz dan Tarachri beserta pasukan mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju markas pusat menggunakan pesawat jet khusus. Itu dikarenakan lokasi misi mereka yang dipisahkan oleh luasnya lautan. Namun, yang terjadi berikutnya sama sekali tak jauh dari perkiraan Aroz dan Tarachri.
Aroz dan Tarachri yang baru saja kembali dari misi mereka bersama pasukan elit Tim Bersenjata disambut dengan suasana kurang hangat di markas pusat. Setelah membubarkan pasukannya untuk kembali ke asrama mereka, Aroz dan Tarachri bergegas ingin menemui Sevinchri. Salah seorang petinggi dan kepala eksekutif Intel yang dihormati sekaligus sosok ayah bagi dua bersaudara ini. Tetapi, ternyata mereka tak perlu repot-repot mencari beliau karena Aroz dan Tarachri mendapat panggilan khusus untuk menemui Sevinchri secara langsung.
"Kepada Ketua pasukan investigasi khusus Organisasi Pemerintah Intel, Aroziniu Oezi dan wakilnya, Tarachri Oezi, Kepala Petinggi Eksekutif Oezi telah menanti kedatangan Anda sekalian," kata salah satu pemberi pesan organisasi.
"Baiklah. Di mana beliau menunggu kami?" tanya Aroz.
Gadis yang membawa pesan itu menunduk sekali lagi. "Beliau sudah menantikan Anda sekalian di ruang rapat. Mari saya antarkan," kata gadis berkacamata itu.
Aroz dan Tarachri mengikuti gadis pembawa pesan itu dalam diam. Mereka menyusuri lorong-lorong bagian markas menuju ruang rapat dengan cepat. Gadis berkacamata itu kemudian membawa mereka memasuki lift khusus yang hanya dapat digunakan oleh petinggi organisasi. Setelah menekan beberapa digit angka, pintu lift itu pun terbuka dan mereka masuk. Suasana dalam lift itu sedikit tertekan dan hening.
"Saya sangat senang melihat Anda berdua kembali dengan selamat dari misi, Kak Aroz, Kak Tarachri. Saya sudah mendengar sedikit kisah tentang kalian dari para petinggi organisasi. Saya turut bersedih atas musibah yang menimpa Kakak-kakak sekalian. Tetapi tenang saja, saya yakin semua orang sangat senang melihat Anda berdua kembali dengan selamat," kata gadis berkacamata itu berusaha mencairkan suasana.
Aroz tersenyum. "Senang bisa kembali. Terima kasih atas perhatianmu, Noria."
Gadis berkacamata yang bernama Noria itu tersipu malu. Sebuah kehormatan baginya untuk menemani kakak-kakak seniornya ini. Bagi Noria, namanya yang diingat oleh Aroz adalah suatu kehormatan tertinggi karena perbedaan tingkatan di antara mereka. Noria hanyalah seorang gadis pemalu karena dirinya yang bisa dikatakan lemah dalam beladiri. Ia dahulu juga sering ditolong oleh Aroz dan Tarachri sejak masih dalam pelatihan. Itulah sebabnya mengapa ia sangat senang dirinya yang bukanlah apa-apa ini dapat diingat oleh seseorang seperti Aroziniu Ozzien.
Lift yang mereka tumpangi akhirnya berhenti bergerak. Begitu pintu lift itu bergeser terbuka, Noria langsung menuntun Aroz dan Tarachri menuju ruang rapat eksekutif yang terletak di jantung markas.
Dalam perjalanan mereka yang tergesa-gesa, Aroz dan Tarachri berpapasan dengan Roga yang juga berjalan menuju ruang rapat. Saat bertemu pandang dengan keduanya, Roga menghadiahkan sebuah senyuman licik meremehkan kepada Aroz dan Tarachri. Jika saja saat itu tidak langsung ditahan oleh Tara, mungkin Aroz telah berhasil membuat Roga dikirim ke Unit Gawat Darurat mengingat betapa buruk suasana hati Aroz saat itu. Ditambah pula dengan fakta bahwa hubungan antara Aroz dan Roga memang tidak pernah baik sejak mereka masih dalam pelatihan.
Di saat itu juga, Aroz dan Tarachri langsung mengetahui siapa petinggi Intel yang membocorkan informasi tentang misi mereka kepada seluruh markas. Namun, baik Aroz maupun Tarachri tak mampu melakukan apa-apa. Nasi sudah menjadi bubur.
"Apa yang dilakukan para Ngoa itu pada kalian saat di Vashna, Aroz dan Tarachri?" tanya Roga lagi.
Kata-kata yang ia ucapkan dengan pongah itu menyadarkan Aroz dari lamunannya. Roga masih melanjutkan rentetan cemoohannya dengan nada bicara meremehkan yang membuat emosi Aroz semakin memuncak. "Apa mereka menghajar kalian hingga babak belur? Sungguhkah mereka sekuat itu? Atau mungkin… kalian saja yang terlalu lemah? Ah, aku tahu! Bisa jadi mereka itu-"
"Sudah cukup Kepala Divisi Ekspedisi, Roganiu," potong suara berat penuh wibawa seorang pria berambut putih yang baru saja memasuki ruang rapat.
Aroz dan Tarachri langsung berlutut penuh hormat pada pria itu. Roga beserta para petinggi dan anggota eksekutif lain yang telah ada di ruangan itu juga membungkuk hormat di hadapan kepala eksekutif itu. Semua orang yang ada di dalam ruangan itu membungkuk hormat pada sosoknya yang sangat disegani dan dihormati.
"Sudah, sudah. Kalian tak perlu terlalu tegang begitu," canda pria tua yang masih Awet muda itu. "Bangkit dan kemari lah, putra-putraku. Berikan aku ini pelukan."
Aroz dan Tarachri tanpa perlu diperintah dua kali langsung membentangkan kedua tangan mereka memeluk sosok hangat Sevinchri. Ketua eksekutif Intel itu tersenyum senang sambil menepuk-nepuk punggung kedua putranya itu. "Sudah lebih dari dua minggu pria tua ini tidak berjumpa dengan kalian. Aku sangat senang kalian sudah kembali dengan selamat, Aroz, Tara."
"Senang melihatmu kembali, Ayah," ucap Aroz dan Tarachri bersamaan.
Mereka berpelukan untuk beberapa saat. Aroz dan Tarachri akhirnya melepas pelukan hangat itu ketika seseorang masuk ke dalam ruang rapat itu sambil berdehem pelan.
"Maaf harus menyela momen bahagia ini, Ketua. Tapi, menurutku kita masih ada rapat penting yang harus kita selesaikan terlebih dahulu," kata Aya sambil berlutut pada Sevinchri.
"Ah, kau benar! Maafkan aku ini, Tuan-tuan dan Nona-nona sekalian. Mari, silakan duduk di tempat yang telah disediakan. Kita akan segera memulai rapat ini," kata Sevinchri sambil tersenyum.
Aya yang duduk mendampingi Sevinchri berbisik pelan. "Dan lagi, Ketua. Kau belum setua itu," bisik Aya sambil mengedipkan sebelah matanya pada Sevinchri. Yang diberi kedipan hanya tersenyum tipis.
Setelah semua orang telah duduk di bangku mereka masing-masing, Aya langsung mengambil alih pembicaraan.
"Maaf, Ketua. Tetapi, untuk mempersingkat waktu, aku harap kau tidak keberatan jika langsung melampaui pembukaannya," ucap Aya serius.
Sevinchri mengangguk setuju. Ia menegakkan posisi duduknya. Para petinggi dan anggota eksekutif lain yang berjumlah delapan orang termasuk Roganiu juga melakukan hal yang sama. Aroz masih bungkam dalam duduknya sementara Tarachri mengepalkan tinjunya di bawah meja. Mata Tarachri terkunci pada sosok menyebalkan Roga yang masih tak henti-hentinya mengirimkan sinyal pernyataan perang pada dirinya dan kakak laki-lakinya.
Aya kemudian membagikan beberapa dokumen digital kepada semua orang yang duduk melingkari meja itu melalui hologram dan menyebarkan beberapa lembar foto. Semua orang yang membaca isi file-file itu membelalak terkejut seolah mata mereka tidak percaya pada isi dan data-data yang tertera pada helaian dokumen digital yang mengambang di hadapan mereka itu. Mereka semakin tidak percaya melihat foto-foto yang tersebar di atas meja itu.
"Apa artinya ini, Penyidik Ayaniu?" tanya Sevinchri yang tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
"Para Teroris mulai bergerak, Ketua."
Semua orang terdiam. Tak ada yang berani bergerak. Bernapas pun tidak. Semua mata terbelalak kaget mendengar pernyataan itu seolah ada petir yang baru saja menyambar di ruang rapat itu. Semua mata yang kini tertuju pada Aya.
Aya kemudian membentangkan sebuah peta digital negara mereka di tengah meja. Peta yang menunjukkan kepulauan Nusantara Lama sebelum kembali pecahnya Perang Dunia III Aliran Bawah pada tahun 2045, tepat satu abad setelah kemerdekaan negara mereka ini.
"Divisi Penyelidik kami menerima sebuah informasi tentang pernyataan perang dari para Teroris yang bersembunyi di salah satu kepulauan Labadiou yang seharusnya tidak berpenghuni. Tepatnya dua ratus mil dari tempat terakhir bom teroris meledak dan menjatuhkan 1.945 korban jiwa, Ibu Kota Argyre" jelas Aya.
Masih terbayang jelas bagi mereka yang melihat langsung aksi bom bunuh diri massal itu. Setidaknya, diperlukan sekitar 17 orang pengebom bunuh diri untuk meledakkan satu kota itu. Total wilayah yang dibumihanguskan ada 8 titik pengeboman. Lebih parahnya lagi, aksi teror itu dilakukan bertepatan pada hari peringatan kemerdekaan negara ini. Ketika semua orang berkumpul bersama merayakan tepat satu abad mereka terbebas dari penjajahan.
Seolah para Teroris itu sengaja mengolok-olok perjuangan para pahlawan yang telah berkorban untuk memperoleh kemerdekaan negara ini. Mereka juga sengaja menghubungkan aksi terorisme itu dengan sejarah penting negara kelahiran mereka sendiri seolah ingin memamerkan pernyataan perang terbuka.
"Kau jangan bercanda, perempuan. Karena itu sama sekali tidak lucu untuk dijadikan lelucon," tegur Xentzi Gaibang, salah satu eksekutif penting asal Tiongkok sekaligus ahli beladiri perguruan aliran Yangbang.
"Kasar sekali bicaramu, Xen-xen. Untuk apa Aya bergurau akan hal semengerikan itu jika apa yang dia sampaikan memang benar?" komentar Hochri. Ia adalah mantan eksekutif Intel dan juga seorang tetua dari perguruan keluarga Oezi yang juga disegani. Lebih tepatnya, ayah dari Sevinchri dan kakek dari Tarachri.
"Ho… Apakah seseorang mengundang bocah ingusan ini kemari? Karena seingatku, kita ini sedang berdiskusi masalah serius, bukan tentang khayalan dari cerita anak-anak," balas Xentzi.
Mendengar dirinya yang disebut sebagai 'bocah' membuat Hochri kehilangan kesabarannya. Karena ia bukanlah anak muda lagi, tentu saja. "Bocah ingusan katamu?! Kau-"
Klap!!!
Semua orang kemudian menoleh ke arah asal suara itu. Kemudian mereka kembali terdiam karena Aya sedang mengatupkan kedua tangannya sambil tersenyum manis di depan dadanya. Ia terlihat sangat kesal dengan kejadian itu. Ada aura kemarahan yang menyala muncul di belakang punggungnya.
"Apakah aku dapat melanjutkan penjelasanku sekarang, Pak Tua sekalian?" tanya Aya jengkel.
"Pfftt… Uhuk! Uhuk!" Aroz menyembunyikan tawanya di balik batuk. Tarachri yang berada di sampingnya juga menunduk menyembunyikan seringainya.
Mengabaikan hal yang baru saja terjadi, Aya kembali melanjutkan laporannya. "Seperti yang aku katakan sebelumnya, dari kubu lawan, yaitu Para Teroris, sudah terlihat pergerakan yang mencurigakan."
"Dari informasi yang kami peroleh dari mata-mata tepercaya kami, kami berhasil melacak beberapa pergerakan yang dinilai mencurigakan. Dan salah satu informasi dari kegiatan itu menuntun kami menuju sarang monster aneh di Distrik J-09, atau Kota Vashna." Tangan Aya menunjuk posisi Kota Vashna yang terletak jauh dari Ibu Kota Agyre.
"Yang anehnya menuntun kami kepada pergerakan para Ngoa yang sedang diteliti oleh Ketua Pasukan Khusus, Aroz dan Tarachri. Dan yang lebih anehnya lagi, pergerakan teroris itu tidak dilakukan bersama-sama, melainkan oleh seorang narapidana yang saat ini bekerja sebagai teroris," kata Aya menutup laporannya.
"Padahal pergerakan awal mereka diketahui di Kota Agyre, mengapa menjauh hingga ke Vashna? Apakah mereka bekerja sama dengan para Penyihir? Apakah kalian mengetahui sesuatu akan hal ini, Aroz, Tara?" tanya Sevinchri.
Aroz menggeleng cepat. "Sejauh pengawasan kami terhadap Kota Vashna, kami hanya menemukan monster-monster yang tercipta dari kekuatan gelap yang kami yakini dihasilkan oleh para Penyihir di kota mati itu. Atau begitulah yang kami perkirakan hingga kami menemukan 'seseorang' tertangkap oleh radar kami."
"Seseorang? Maksudmu ada orang yang benar-benar hidup di sana?" tanya Hochri. Tarachri mengangguk singkat sebagai jawaban.
"Setelah dua puluh tahun terbungkam, kenapa mereka memilih bergerak lagi sekarang? Tentu saja maksudku adalah secara terang-terangan, sebab kita tahu betul Para Teroris itu tidak pernah benar-benar diam," kata Roga pelan.
Semua orang kini beralih padanya. Mencoba memahami maksud di balik perkataannya itu.
"Apakah ini ada kaitannya dengan kegagalan pasukan elit Tim Bersenjata?" sambungnya sambil menaikkan sebelah alis kepada Aroz yang tentu saja mengabaikan Roga.
"Apa maksud dari sindiran Anda, Kepala Divisi Ekspedisi?" tanya Aroz sambil tersenyum untuk menyembunyikan emosinya.
*********
Bersambung..
*Catatan*
Jika ingin Lihat berbagai Art saya, bisa Follow saya di IG. @fachri_pay55 .... Terimakasih 🙏🙏🙏🇮🇩