"Yah namanya hati ga ada yang tahu akan berpaling ke siapa. Walau kamu berkata tidak,kalo Tuhan berkehendak aku bisa apa? "
*
Dari Ainun yang plin plan
Kring-kring
Mendengar bel berbunyi, siswa/i sekolah Matusha berhamburan keluar dari kelas untuk menghilangkan penat belajar, ada yang jajan ke kantin, bermain futsal, atau berkumpul di koridor kelas masing-masing.
Aku hanya duduk di dalam kelas sambil mengeluarkan kotak bekal ku.
"Nun, mau nitip ga? " Tika bertanya kepadaku
Aku menggelengkan kepalaku "Ngga, Tik. Aku bawa bekal dari rumah"
Aku melihat Tika hanya menganggukkan kepalanya lalu berjalan meninggalkan kelas bersama teman-teman.
Ketika aku sedang makan, seseorang berjalan menuju tempat ku lalu dia duduk di samping ku.
"Ga jajan? " Tanya Guntur menatap ke arah ku
"Ngga, gua kan bawa bekal dari rumah" Jawab Ainun sambil nunjukkan kotak nasi nya.
"Hemat atau anak mama? " Tanya Guntur mengejek diriku
Aku menoleh ke arahnya dengan tajam "Hemat" Jawab aku singkat
"Jangan terlalu menghemat, ngga baik tahu"
"Terlalu boros juga ngga baik, asal lu tahu aja yah"
"Iya deh iya, susah kalo nyeramahin orang yang suka nabung" Guntur hanya menganggukkan kepalanya
"Bodo amat" Jawab aku dengan kesal
Hening. Aku mengerutkan kening dengan heran tidak mendengar Guntur berbicara padaku lagi. Lalu, aku menoleh ke samping melihat Guntur sedang melamun.
"Lu kalo mau kesurupan bilang yah? Biar nanti gua kabur dulu" Canda aku
"Dih, ngelawak yah?" Tanya Guntur dengan muka datar. Sedangkan, aku hanya tertawa mendengar pertanyaannya.
"Lu tahu ga, Nun?" Tanya Guntur
"Ngga" Aku menggelengkan kepalaku sambil tetap memakan cemilan di kotak bekal.
"Yah gua belum bilang lah, ish. Ngeselin lu"
"Yah habis, lu ngomongnya setengah yaudah gua langsung jawab aja. Dasar" Omel ku tak terima
"Iya Iya. Jadi gini, gua tuh kalo ngelihat lu kek ngelihat ade gua sendiri. Gimana yah? Ada beberapa kesamaan antara lu sama ade gua, contohnya dari pertemanan"
"Itu udah lu bahas beberapa minggu yang lalu" Aku mengingatkan Guntur
"Dengerin dulu kenapa sih? Gua tendang juga lu ke rawa-rawa" Ucap Guntur emosi
"Hehe, viss. Lanjutkan"
"Intinya, banyak sih contohnya. Nah dari situ, gua ngerasa gua tuh emang harus banget ngerubah lu sebagai abang lu bukan teman lagi"
"Ikh, gua ogah punya abang kek lu" Tolak gua dengan suara kencang
"Lagian siapa juga yang mau lu jadi ade gua? Cukup Feby aja yang bikin gua sakit kepala" Jawab Guntur dengan menatapku tajam
"Terus itu tadi? Maksudnya apa?" Tanya aku dengan bingung
"Maksudnya, jadi ade-ade an gua itu semacam abang yang harus bisa merubah sifat ade nya, itu aja kok"
"Oh begitu" Aku memikirkan perkataan Guntur yang ingin merubah sifatku "Tapi, ga ada maksud lain kan? " Tanya aku curiga
"Idiihhh, ga ada kerjaan amat gua ada maksud sama lu. Lagian gua emang anggap lu ade gua yang kek masih SD sih kalo bisa di bilang" Jelas Guntur yang membuat aku naik pitam
"Sialan. Lu nyamain gua kek anak SD? " Aku menatapnya tajam
"Lah? Iya lah, lu aja pendek gini kek anak SD" Guntur memperjelas keadaannya
Aku berdiri lalu mengejar Guntur yang kabur dari kejaran ku
"Guntur, sialan. Gue tendang lu sampai gunung" Umpat ku dengan kesal
"Kaki pendek gitu mana bisa buat nendang" Ejek Guntur yang masih berusaha menghindar dari kejaran ku.
Dari arah pintu aku mendengar Tika memasuki kelas bersama teman yang lainnya.
"Ya Allah, ini kelas kenapa jadi berantakan gini?" Tika terkejut melihat kelas yang berantakan.
"Itu lagi si Ainun sama Guntur malah kejar-kejaran sambil lemparin tas anak-anak yang lain" Riani menepuk jidatnya
"Woy awas woy jangan di jalan, gua mau kabur ni" Usir Guntur kepada Nur dan Riani
"Jangan kabur woy" Teriak aku sambil masih mengejarnya sampai ke pintu kelas "Guntur awas lu yah baliknya gua tungguin pokoknya" Aku berdiri di depan koridor kelas melihat Guntur yang berlari menjauh.
Perlahan, aku mengatur napas ku agar menjadi normal lalu berjalan menuju tempat ku yang ada di samping Tika.
"Kenapa lagi sih? " Tanya Elsa heran
"Yah kesel aja masa dia ngatain aku anak SD? Ngeselin emang" Ucapku mengebu-ngebu
"Terus?" Tanya Nur penasaran
"Terus bilang mau jadi abang aku katanya buat ngerubah sifat aku aja"
"Uhuk, uhuk" Tika memukul dada nya karena tersedak ketika sedang minum "Serius?"
"Iya. Yah aku ogah lah punya abang kek dia"
Riani menatapku dengan seksama "Kamu yakin kalo kamu ngga suka sama Guntur? " Tanya Riani
"Ikh, yah ngga lah. Biasa kiamat kalo aku suka sama dia"
Yaps, kata itu lagi yang keluar dari mulut ku. Sebenarnya, aku takut sih. Bukan karena masalah kiamat nya, tapi masalah hati siapa yang tahu? Kalo beneran suka sama dia gimana? Bahaya dong.
"Ush, ngomong itu harus di jaga, Nun" Ucap Elsa memperingatkan aku
"Yah, habisnya kenapa kalian ngga percaya sih kalo aku itu ngga suka sama Guntur?" Aku bertanya untuk memastikan kenapa tidak ada yang percaya sama sekali dengan kata-kata aku.
"Bukan kamu doang sih, Nun. Tapi, Guntur juga keliatan jelas dari kelakuan kalian. Yah walau yang lebih menonjol kamu sih" Tika memberitahu ku
"Kok aku? "
"Iya, kamu suka pengen duduk di samping dia kadang tukeran tempat sama teman yang lain atau Guntur suka usir aku buat duduk di samping kamu. Yah gimana ngga berpikir kalo kalian saling suka coba?" Ucap Tika mengebu-ngebu.
"Lah itu mah emang aku sama Guntur lagi ngobrol biasa aja, ga ada maksud yang lain" Aku menjelaskan dengan detail.
"Tapi, Nun" Ucap Elsa
Aku menengok ke arahnya dengan serius
"Kalo kamu beneran suka sama dia juga ga papap kok" Elsa melanjutkan ucapannya dengan menggoda aku
"Idiihhh, ngga yah. Never" Aku menyilang tanganku di dada
"Iya iya, liat aja nanti" Tika menatap aku dengan tajam
"Nun, tahu ga tentang teman cowok di kelas kita kek gimana? " Tanya Silva yang memancing penasaran ku
"Emang teman cowok di kelas kita kenapa? Ngerokok? Kan emang udah biasa, di kelas aja mereka ngerokok kan? "
"Bukan, bukan itu, Nun"
"Lah, terus apa? " Tanya aku heran
"Minum"
"Akh? Minum? Kan tiap hari juga mereka minum es"
Silva memejamkan matanya dengan menahan kekesalan terhadap ku "ish bukan itu, polos banget ni bocah"
"La, terus apa?" Aku makin ke heranan dengan ucapan Silva
"Mabok"
"Akh mabok? Maksudnya mereka pernah kek gitu? " Aku terkejut mendengar fakta teman sekelas ku
"Iya, kalo mereka lagi mumet"
"Lho kok gitu? Yang lainnya pada tahu? "
"Iya, cuma kamu yang ga tau" Silva menekankan perkataannya
"Astaghfirullah, terus gimana?"
"Yah, ga gimana-gimana. Ngga keseringan paling kalo lagi kambuh aja" Silva mencoba menjelaskan lebih rinci terhadap.
Aku menutup wajah ku dengan kedua telapak tanganku masih syok mendengar fakta tentang temanku.
"Nah, jadi setelah kamu tahu. Apa kamu masih mau deket sama Guntur dan teman cowok yang lainnya?"
Aku terdiam merenungi pertanyaan Silva kepadaku
Aku menatap mereka dengan tersenyum "Yah ga mungkin aku mutusin silahturahmi hanya karena itu. Ga baik juga, asal kita nya pintar menjaga diri aja dan ngga terbawa arus. Yang terpenting itu, selalu ada ketika mereka membutuhkan bantuan kita sebagai temannya. Bukannya urusan dosa itu masing-masing? Asal jangan lupa untuk mengingatkan aja walaupun mereka masih melakukan itu.
Untuk Guntur? Yah itu balik lagi ke dirinya, mungkin emang dia lagi lelah dengan kehidupan dia sampai lupa sama yang di atas. Ga mungkin aku larang dia ini itu, aku bukan siapa-siapa nya. Aku hanya temannya saja untuk mengingatkan dia nanti. Semoga nanti teman cowok yang lain bisa berubah secara bertahap meninggal hal yang bermaksiat" Jelasku dengan memandangi mereka satu persatu
"Inginku bisa merubah Guntur menjadi lebih baik lagi karena Allah dan orang tuanya. Semoga do'a ini terkabulkan" Batinku
Diam-diam, seseorang mendengar ucapan Ainun sambil tiduran bawah meja yang tidak di ketahui oleh Ainun.
"Hmm... " Gumamnya sambil tersenyum tipis dan memejamkan matanya dengan perlahan.