Chereads / Mata Alam: True Story / Chapter 8 - Ngeselin

Chapter 8 - Ngeselin

"Aku ingin berada di dekatmu

Walau aku hanya bisa melihat senyum dan tawamu. Itu saja keinginan sederhana ku"

Ainun Solihat yang memandangmu dari jauh

Aku menatap layar ponsel ku dengan gugup menantikan jawaban Guntur. Aku tidak berharap, aku hanya penasaran siapa seseorang yang disukai oleh Guntur. Aku tidak tahu, kenapa hatiku berdebar menantikan jawaban itu. Entahlah, aku tidak mengerti dengan perasaan ku saat ini.

Ting

Sebuah pesan muncul di layar ponselku. Dengan hati-hati aku membuka ponsel itu dengan perasaan gugup

Guntur Alam

Kepo lu akh

"Sialan" Umpat ku dengan kasar setelah membaca pesan dari Guntur

Ainun Solihat

Bodo amat Gun Akh, ngeselin emang

Guntur Alam

Dih, baru tahu yah? Kemana aja?

Ainun Solihat

Au akh, gua mau tidur pokoknya

Guntur Alam

Yaudah gih sana tidur

Selamat malam cwe rese

Ainun Solihat

Selamat malam juga cwo ngeselin

Setelah membalas pesan itu, aku bersiap untuk tidur dan memulai hari yang baru esok untuk bertemu dengannya lagi di sekolah.

Pagi hari pukul 07.00. Aku sudah berada di sekolah sambil membaca novel yang aku bawa dengan judul Katakan Cinta Dengan Warna novel yang aku suka sekali dengan jalan cerita yang sederhana dan membuat mu tersenyum dengan sendirinya.

Brak

Seseorang memukul meja di depan aku. Aku terlonjak kaget sambil menatap seseorang yang berada di depan ku saat ini dengan muka datar.

"Gua timpuk lu" Ancam ku kepada Guntur

"Hehehe, sok aja kalo bisa. Lagian ni yah, lu kek setan dari tadi senyam senyum mulu cuma karena novel" Ucap Guntur dengan nada bicara tidak bersalah

"Dih, lu ga tau kan gimana serunya" Aku menunjuk novel itu dengan kesal

"Ngga" Ucap Guntur sambil duduk di samping ku

"Ngeselin emang ikhh" Aku memukul Guntur dengan novel itu

Guntur mencegah pukulan dari ku "yaudah iya, maaf. Becanda kok"

Aku hanya menatap Guntur dengan datar lalu melanjutkan membaca novel.

Bel pelajaran pertama berbunyi. Aku meminta Elsa sebagai sekretaris kelas memanggil guru dan meminta tugas Komunikasi Bisnis pada guru tersebut. Lalu, aku melanjutkan membaca novel itu dimana saat ini Guntur sedang mengobrol dengan Dayat.

"Berisik ikh. Kalo mau ngobrol mending di belakang" Aku menatap mereka berdua dengan kesal

"Dih, ngusir. Yah kalo lu mau sepi sana di luar" Balas Guntur sambil menunjuk ke arah pintu

Aku mendengus kesal mendengar ucapan Guntur. Tak lama kemudian, Elsa masuk dan berjalan kearah ku sambil membawa buku paket Komunikasi Bisnis.

"Mi, kata bu Rita nulis dari halaman 5 sampai 7 terus isi tugas essay 10" Elsa menunjukkan buku paket itu sambil membolak balikkan halaman buku.

"Oh yaudah, di rangkum aja biar gampang terus tugasnya nanti dikumpulin kalo udah selesai" Perintah ku kepada Elsa sebagai wakil ketua kelas

"Oke, Mi" Elsa menuruti perintah ku dan mulai menulis di papan tulis

"Yaudah gua mau tidur kalo gitu" Ucap Guntur sambil melipat tangannya di meja bersiap untuk tidur

"Heran, punya ketua kelas gini amat" Gumam ku dengan pelan

"Gua denger yah, Nun" Ucap Guntur sambil memejamkan matanya. Aku hanya nyengir mendengar ucapkan Guntur.

Ketika aku sedang menulis, aku merasa seseorang yang disamping ku ini sedang menatapku di balik tangannya. Perlahan aku melihat ke arah Guntur yang memang menatapku dengan tajam. 5 detik aku dan Guntur berpandangan intens, dengan cepat aku memalingkan muka ku sambil melihat ke arah lain dengan gugup.

"Nun" Panggil Dayat di belakang ku

Aku berbalik arah ke belakang mejaku "Apa, Dayat?"

"Ini mau nanya soal nomor 6. Kenapa silo komunikasi harus di hilangkan? Masih ga ngerti Dayat, Nun" Dayat menunjuk bukunya pada soal nomor 6

"Jadi gini, Day. Silo komunikasi kan artinya suatu keadaan dimana suatu tim atau departemen berbagi tugas umum tapi berdasarkan pada kekuasaan dan status dari kelompok mereka. Komunikasi ini harus di hilangkan kenapa? Karena mereka terlalu banyak konten yang tidak relevan serta mereka ga mau berbagi sumber atau ide yang mereka punya kepada tim atau departemen lain. Istilahnya masing-masing dan pelit dalam berbagi pikiran.

Terus mereka juga selalu menyelesaikan permasalahan dengan solusi yang mereka punya sendiri tanpa mau berbagi atau menyelesaikan bersama tim. Kadang mereka ga tau kalo suatu permasalahan yang mereka hadapi sering kali berkaitan dengan kinerja tim atau permasalahan di departemen lain. Nah makanya dari itu, kita sebagai anggota harus memiliki komunikasi secara internal dan alat komunikasi yang tepat serta berbagi tanpa harus Silo komunikasi ini. Jadi intinya, kerja sama itu di utamakan baik dalam individu atau kelompok" Aku menjelaskan dengan detail mengenai Silo komunikasi.

"Oh iya, Dayat sekarang ngerti. Thank you, Nun" Dayat tersenyum sambil mencatat kembali jawaban yang udah di dapatnya.

"Lah, lu malah ngasih tahu jawabannya" Komentar Guntur yang mendengar penjelasan ku juga

"Lah, iya" Aku menatap Guntur lalu tersadar dengan perkataan ku sambil menepuk keningku dengan kencang

Guntur hanya menggelengkan kepalanya dengan tingkah ku tadi.

"Nun" Panggil Dayat lagi

Aku menengok ke arahnya "apa?"

Dayat menatapku dan Guntur bergantian "ada something sama Guntur?" Tanya Dayat kepo

"Dih, ngga yah. Jangan ngadi-ngadi Ainun sama Guntur" Aku mengelak dengan gugup

"Masa?" Tanya Dayat menahan senyum di bibirnya

"Iy iya kok. Iya ga, Gun?" Tanya aku dengan tergagap sambil menatap Guntur malu dan gugup

"Mungkin" Jawab Guntur singkat

"Ikh, ga boleh gitu. Nanti pada salah paham" Aku memukul Guntur memakai buku tulis ku dengan kesal

"Yaudah iya"

Aku menengok lagi ke arah Dayat "tuh kan ngga" Aku membela diriku dengan jawaban Guntur. Dengan cepat aku berbalik menuju meja ku, melanjutkan tugas yang belum selesai.

5 menit aku selesai dimana hanya mengerjakan satu soal lagi yang belum ku jawab. Lalu, aku melanjutkan membaca novel ku.

"Nun" Panggil Guntur di samping ku

"Hm?" Aku masih tetap fokus membaca

"Gua mau cerita ni" Guntur menatap ku sambil tiduran di lengannya sebagai bantalan

"Apaan?"

"Kok gua bisa yah deket sama lu?" Tanya Guntur

"Deket yang selalu ribut kek kucing dan anjing, itu maksud lu?" Aku menutup novel yang aku baca lalu menatap Guntur dengan muka malas

"Iya"

"Itu sih, lu yang selalu buat gua kesel"

"Iya tah?" Tanya Guntur tidak yakin

"Iya kok" Jawab ku dengan yakin

"Bukan karena lu suka gua kan?" Tanya Guntur tepat sasaran

Aku gelagapan mendengar jawaban Guntur "ngga dih, jangan ngadi-ngadi jadi cwo" Jawab ku mengelak ucapan Guntur

Aku melihat Guntur menaikan alisnya lalu menengok ke arah Haris yang sedang melihat aku dan Guntur dengan bingung.

"Lu lagi deket sama siapa?" Tanya Guntur tiba-tiba

"Ngga lagi deket sama siapapun" Jawab aku mulai bingung mendengar pertanyaan Guntur

"Deket lagi sama Tajul ga?" Tanya Guntur lagi

"Ngga, malesin banget" Jawab aku ketus sambil memukul meja ku dengan kesal

Guntur terdiam selama beberapa detik "oke" Jawabnya yang memiliki makna tidak aku ketahui

"Akh? Oke apanya?" Aku menatap Guntur dengan bingung

Guntur berdiri "gua kesana dulu, yah?" Sambilan berlalu pergi

"EKH, GUNTUR. JELASIN DULU APA MAKSUDNYA" Teriak ku sambil menunjuk Guntur dengan marah, kesal dan deg deg an waktu mendengar ucapan Guntur

Guntur hanya mendiamkan ku sambil berbicara dengan teman laki-laki yang lain. Bercanda, bermain game, tidur dan mengerjakan soal kegiatan yang mereka lakukan saat ini.

Aku hanya mendengus kesal melihat Guntur mengacuhkan ku

"Awas aja malam kalo chat atau besok ketemu lagi" Gumam ku menatap Guntur kesal.

"NUN" Teriak Komar

Aku terkejut mendengar Komar memanggil ku kencang

"Kaget ikh, kenapa sih?" Tanya aku kesal

Aku merasa aneh melihat Komar yang menatap ku dengan menahan senyumnya

"Kata Gugun, tunggu aja malam" Ucap Komar lalu menepuk punggung Guntur dengan tertawa

"Akh? Malam? Lah emang malam ngapain? "

"Au akh, emang si Guntur doang yang selalu kayak begini"

Aku berbalik dengan acuh setelah mendengar perkataan Komar, tidak peduli apa yang akan dilakukan Guntur nanti malam. Ekh, tapi entah kenapa hatiku berdegup dengan kencang memikirkan malam hari nanti.

*********