Chereads / Mata Alam: True Story / Chapter 2 - My Life

Chapter 2 - My Life

Pagi hari, aku duduk di depan rumah menunggu sahabat ku untuk pergi bersama ke sekolah baruku. Aku menatap handphone ku sambil membalas pesan dari sahabat ku.

Ainun Sholihah

Dimana?

Julianty

Di depan kamu

Aku melihat ke depan yang saat ini sudah ada Tika dan Nur di depan rumah aku. Aku bangun lalu menghampiri mereka.

"Lama banget sih"

"Hehe. Maaf, Nun. Tadi si Nur lama banget" Ucap Tika sambil menunjuk Nur

"Enak aja. Kamu aja yang kerumah akunya terlalu pagi" Bantah Nur dengan kesal

"Kayak ga tau si Ainun aja. Dia kan kalo sekolah berangkat nya pagi terus" Tika menatap ku dengan kesal.

Aku menoleh ke arah mereka dengan refleks "Kenapa emang? "

Nur menepuk jidatnya "Justru harusnya kita yang bertanya. Ada apa berangkat pagi-pagi banget buat kesekolah"

"Penasaran sama murid baru yah? " Tebat Tika

Aku menggeleng kan kepala "Ngga. Aku mau tidur, ngantuk banget. Soalnya semalem begadang" Aku menjawab dengan simple yang membuat mereka terdiam

"Sialan si Ainun. Kirain ada apa nyuruh berangkat pagi-pagi" Umpat Tika dengan kesal.

Sesampainya di sekolah, Aku, Tika dan Nur menaruh tasnya lalu duduk di teras kelas sambil bercerita tentang apa saja yang akan menjadi topik perbincangan ini. Satu persatu, Teman-teman datang ke kelas dan berkumpul.

Dari kejauhan, aku melihat Dayat dan seorang anak laki-laki entah siapa namanya memasuki gerbang sekolah. Aku memperhatikan setiap gerak geriknya yang membuat ku sedikit tertarik padanya.

"Ekh, Nun. Itu anak baru yang dikasih tahu sama Dayat, yah?" Tanya Tika penasaran sambil menunjuk anak laki-laki itu

"Iya kali, tanya aja ke Dayat" Jawab ku dengan acuh

Perlahan, aku mendengar langkah kaki Dayat dan murid baru yang berasal dari tangga sambil bercerita tentang teman sekelasnya. Aku menoleh ketika mendapati mereka yang sudah berada di belakang ku.

"Morning, teman" Sapa Dayat

"Ini yang anak baru yah?" Tanya Tika penasaran

"Iyya, Nun. Namanya Guntur. Dari sekolah SMP Bumi Sejahtera" Jawab Dayat

"Akhirnya, lu sekolah juga disini" Ucap Irvani sambil menghampiri Guntur

"Terpaksa" Jawab nya dengan datar

Aku terdiam melihat penampilannya dari atas lalu kebawah. Ganteng, kulit putih, badan atletis, rambut rapih, memiliki sifat yang dingin dan cuek. Merasa di perhatikan, Guntur menatap aku dengan intens.

Bad boys?

"Kenapa? " Tanya Guntur

"Ekh? Aku? " Aku bingung lalu menunjuk diriku sendiri

"Iya lu. Kenapa lihat gue dari tadi? Sedang meneliti gue, ekh? " Tanya Guntur mengejek tingkah ku

"Ikh, PD banget sih. Emang nya ga boleh? " Tanya aku dengan kesal

"Akh, kentara banget kalo lu ciri-ciri anak yang berbakti kepada guru. Makanya, lihat yang penampilan nya berantakan lu langsung diem" Tebak Guntur dengan tepat

"Ngga. So tau banget" Jawab aku sambil berjalan menuju kelas dengan kesal

"Kok jadi berantem sih? " Tanya Dayat heran

"Ga tau. Lihat mukanya jadi kesel" Jawab Guntur dengan meninggikan suaranya. Aku yang mendengarnya mendengus dengan kesal

"APALAGI AKU, LIHAT MUKANYA AJA PENGEN MUNTAH" Balas ku dengan berteriak

Bel berbunyi. Jam pelajaran pertama akan di mulai dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Murid-murid memperhatikan pelajaran dengan serius, ada yang mencatat, mendengarkan atau bahkan tidak peduli terhadap pelajaran tersebut.

"Pa, saya ijin ke kamar mandi" Ucap Guntur sambil mengangkat tangannya.

"Jangan lama" Pa Irwan mengingat kan Guntur

"Siap, pa" Guntur berjalan meninggalkan kelas

"Kebiasaan si Guntur. Suka kabur kalau lagi belajar" Gumam Dayat di belakang ku

Kabur?

Bel berbunyi tanda mata pelajaran sudah selesai. Aku memperhatikan pintu tidak ada tanda kedatangan Guntur lagi masuk kedalam kelas

"Ainun" Panggil pa Irwan

Aku menoleh ke arahnya "Iya pa? "

"Nanti tolong ambilin dokumen kesiswaan di gudang belakang yah? "

"Saya pa? "

"Yaiya kamu, masa Ikah? " Jawab pa Irwan gemas dengan pertanyaan ku

Aku berdiri dari tempat duduk ku "Iya pa. Saya akan ambil dokumen sekarang" Sambil berjalan menuju gudang.

Aku memasuki gudang dengan hati-hati. Karena banyak dokumen yang berserakan serta barang-barang yang tidak disimpan pada tempat nya. Aku melihat satu persatu rak dokumen untuk mencari data kesiswaan mulai dari bawah sampai yang paling atas.

Aku menemukan data kesiswaan di ra yang paling atas. Aku berusaha mengapainya tapi tidak bisa. Aku mencari kursi di sudut ruangan. Setelah mendapatkannya, aku menaikinya lalu meraih map tersebut dengan susah payah. Karena tidak menjaga keseimbangan, kursi yang aku pakai tiba-tiba bergoyang, aku mencari tumpuan untuk berpegangan. Tidak sempat aku terjatuh sambil memejamkan mataku.

Kok ngga sakit?

Seseorang memelukku?

Perlahan, aku meneteskan airmata karena ketakutan dengan seseorang yang ada dihadapanku saat ini.

"Hey" Sahut orang itu

Suara ini

Aku secepatnya melihat orang yang ada di hadapan ku saat ini. Mataku terbelalak dengan terkejut "Guntur? " Ucap ku dengan suara serak

Guntur terdiam memperhatikan wajahku "Lu nangis? Ada yang sakit? "

Aku mengelengkan kepala ku

"Terus kenapa? "

"Takut" Aku menundukkan kepala ku dengan malu

"Yaudah. Kembali ke kelas sekarang" Guntur mengambil dokumen yang berantakan di bawah.

"Sama kamu? " Tanya aku bingung

"Lu sendiri lah, gue disini" Guntur menyerahkan dokumen itu kepadaku

"Terus kamu ngapain disini? " Tanya aku penasaran

"Tidur" Guntur berjalan meninggalkan ku menuju sofa yang ada di gudang

Aku berjalan mengikutinya "kan bisa di kelas" Aku membujuknya

"Males belajar. Sekarang lu balik ke kelas. Gue cape pengen tidur" Guntur memejamkan matanya dengan perlahan

"Tapi.... "

"Sana pergi, gadis cengeng" Usir Guntur sambil mengejekku

"Aku ga cengeng, Guntur" Aku membantah panggilan Guntur untukku

"Pergi, Ainun" Guntur mengusir ku dengan lembut

Aku terdiam memperhatikan nya yang sedang terpejam di sofa. Lalu, aku berjalan meninggalkannya dan menutup pintu gudang dengan pelan.

"Selamat tidur, Guntur" Ucap ku dengan lembut

Aku menuruni tangga lalu memasuki kantor untukmenyerahkan dokumen kesiswaan kepada pa Irwan yang berada di lantai 2. Aku meletakkan dokumen kesiswaan di meja kerja pa Irwan. Lalu kembali ke kelas untuk memulai mata pelajaran selanjutnya.

Aku termenung, mengingat kejadian yang baru saja aku alami. Suatu momen yang belum pernah aku rasakan ketika dekat dengan seorang laki-laki.