Hari ini adalah hari spesial untuk keluarga Ana dan pastinya untuk abangnya tercinta, Ana masih tidak menyangka abangnya secepat ini menikah rasanya baru kemarin ia di gendong abangnya dan berlarian Bersama, waktu begitu cepat berlalu.
Setelah prosesi ijab kabul yang membuat suasana haru biru, akhirnya acara puncaknya dimulai. Tamu mulai banyak berdatangan, banyak sekali orang-orang yang tidak dikenali oleh Ana, tanpa disadari Ana seseorang yang selama ini paling dihindarinya datang ke acara pesta pernikahan abangnya. Setelah bertahun-tahun mereka tidak pernah bertemu lagi, akhirnya dipertemukan di acara abangnya sendiri.
Arbian Aldano Pangestu yang biasa disapa Bian itu merupakan teman masa sekolah Ana sekaligus musuhnya, lalu mengapa ia bisa hadir di acara ini? Tentu selain menjadi teman sekolah Ana, ia juga merupakan rekan kerja papanya Ana dan Doni.
Ana masih tidak mengenali wajah Bian, karena Bian yang dulu kurus sekarang telah bertansformasi menjadi seorang Bian yang memiliki postur tubuh bak seorang model majalah laki-laki six pack, dengan wajah yang memiliki rahang tegas, mata tajam seperti seekor elang, dan bibir merah muda bahkan jika dibandingkan dengan perempuan-perempuan yang ada disini bibir mereka kalah merah nya dengan bibir Bian.
"Masya Allah ganteng banget, kok bisa ya ada malaikat disini." Ana masih tidak menyadari siapa sosok yang ia kagumi.
"Iya mba ganteng banget, mudah mudahan aku jodohnya mas ganteng uwuww." Kata Rose sambil berdoa agar ia berjodoh dengan lelaki tampan di depan sana yang sedang berfoto dengan Doni.
"Husss enak aja jodoh kamu, ya pastinya itu jodohnya aku lah kamu masih sekolah juga udah mikirin jodoh aja."
"Ya gak apa-apa kali mba jodoh kan gak pandang usia, eh eh mba dia lihat ke arah kita. Tuh kan aku bilang apa kalau masnya itu jodoh ku buktinya dia nyadar aku disini."
"Idih geli pede betul dia itu lagi liatin mba tahu."
Lagi asik-asiknya memandangi wajah bak malaikat di depan sana, Ana malah di panggil tante Dina agar ke kamar pengantin.
"Ana kamu dicari kemana-mana taunya ada disini, cepat bantuin tante bawa ini kado-kado yang di depan, kamu juga Rose bantuin tante."
"Yah tante ganggu kesenangan kita aja, yaudah deh mana sini kadonya." Keluh Ana karena tidak bisa melihat sang malaikat lagi.
Disisi lain, Bian diundang oleh rekan bisnisnya Erwin Nasution untuk menghadiri acara pernikahan putranya Doni Pradipta Nasution dengan Gia Enjelita Wijaya. Saat ia baru saja menginjakkan kakinya ke dalam ruangan acara pernikahan ini, banyak sekali tatapan dari kaum hawa yang sangat jelas ditujukan kepadanya, sebenarnya ia tidak risih dengan tatapan mereka karena memang sudah bukan hal biasa lagi baginya ditatap dengan intens seperti itu.
Tanpa mau berlama-lama lagi untuk berada diruangan ini, Bian langsung menuju pelaminan untuk bersalaman dengan Erwin dan keluarganya serta kedua mempelai pengantin. Saat berada di depan pelaminan ia diminta untuk berfoto dengan kedua pengantin itu, tanpa ia sadari ternyata sedari tadi ada wanita yang selama ini ia cari sedang menatap kagum dirinya di antara kerumunan tamu undangan.
Setelah selesai berfoto kemudian tatapan Bian mengarah ke depan, sekilas ia seperti melihat sosok wanita yang ia cari selama ini, tetapi baru saja ia ingin memfokuskan pandangannya ke arah wanita itu pundaknya malah di tepuk oleh pengantin pria.
"Bro makasih ya udah datang, gue tahu lo pasti sibuk banget." Doni mengucapkan terima kasih nya karena ia tahu siapa Bian, orang yang paling sibuk tidak bisa ditemui jika tidak mengajukan janji temu terlebih dahulu.
"Oh iya bro santai aja, pastilah gue datang kan udah di undang." Sambil berjabat tangan ala lelaki Tangguh.
Setelah itu Bian melihat lagi ke arah kerumunan tamu undangan, tetapi ia sudah tidak melihat wanita itu lagi. Akhirnya tanpa mau berlama-lama di acara ini, ia berpamitan untuk pulang.
"Om saya pulang dulu ya, masih banyak kerjaan soalnya."
"Loh gak makan dulu?"
"Gak usah om, tadi udah makan sebelum kesini." Sebenarnya bukan itu alasan Bian tidak mau makan, ia sangat menjaga makanannya oleh karena itu badannya kekar, setiap makanan ia hitung berapa kalori dan proteinnya, jika harus memakan makanan weeding seperti ini jelas ia tidak tahu berapa banyak lemak yang akan masuk ke tubuhnya.
"Yaudah kalau gitu, makasih ya Arbi udah datang di acara anak om." Ya Erwin memang memanggil nama depan Bian, sebenarnya untuk rekan kerjannya semua memanggil namanya Arbi, hanya keluarga dan teman-temannya saja yang memanggil namannya Bian.