Dengan langkah berat Ana membawa laporan keuangan yang diminta tadi untuk menghadap sang atasan, semoga ia tidak dimarahi. Lagian kenapa harus Ana ya yang disuruh ini kan yang kerjain laporan keuangannya orang lain bukan Ana, Ana saja baru bergabung perusahaan ini belum ada satu bulan gimana mau menjawab bosnya nanti kalau di tanya macam-macam.
Setelah tiba di lantai delapan, Ana langsung menghampiri meja mba Clara.
"Mba ini laporan yang diminta." Diserahkannya berkas tersebut ke Clara berharap ia tak disuruh masuk kedalam ruangan bos.
"Bentar ya An aku hubungi dulu si bos."
"Eh eh gak usah mba, mba Clara aja yang serahin berkasnya gak usah telpon takutnya ganggu kerjaan si bos lagi." Bujuk Ana agar tidak masuk keruangan tersebut.
"Loh gak bisa An, tadi pak bos suruh aku buat hubungi dia kalau laporannya udah sampai, ada yang mau di tanyain juga, kamu tunggu aja sebentar."
Haduh sia-sia sudah bujuk rayunya, kalau begitu tadi ia gak usah bujuk-bujuk mba Clara. Ana memejamkan mata sambil merapalkan doa agar tidak kena semprot atasannya.
"An disuruh masuk tuh, ohya jangan lupa ketuk pintu ya nanti dia bisa ngamuk kaya singa hahaha." Kekeh Clara yang melihat Ana komat kamit memejamkan mata.
"Is mba jangan gitu dong aku jadi tambah takut ini masuknya."
"Udah gakpapa sana masuk."
Tok tok tok
"Masuk." Sahut orang yang ada di dalam ruangan.
Ana membuka pintu perlahan sambil memasukkan kepalanya terlebih dahulu, ia melihat atasannya itu sedang menunduk membaca sesuatu yang tidak Ana ketahui.
"Mau sampai kapan ngintip begitu." Tanya sang atasan.
"Eh iya pak maaf." Sambil berjalan mata Ana melihat papan nama yang ada di atas meja, ia berhenti setelah melihat papan nama itu, eh sepertinya dia hapal nama itu Arbian Aldano Pangestu musuh semasa sekolahnya dulu, orang yang beradu bibir dengannya saat ospek. Tapi kok wajahnya tidak seperti Bian yang ia kenal, apa jangan-jangan dia operasi plastik ya?
"Kenapa diam disitu? Mana laporan yang saya minta." Terdengar suara bariton.
Sambil menyerahkan laporan tersebut ke sang atasan, Ana memperhatikan dengan seksama wajah orang yang ia hindari selama ini.
"Apa kabar, lama gak ketemu ya ternyata kamu bekerja diperusahaan saya. Hmm sudah berapa lama kamu bekerja disini? Saya tidak pernah melihatmu selama ini." Tanya atasannya yang biasa ia sapa Bian.
Duh ayo dong mikir An apa yang harus dijawab, ah iya pura-pura tidak mengenal aja.
"Ehm... bapak mengenal saya? Saya masih tiga minggu bekerja disini." Jawab Ana dengan gugup, jangan sampai Bian mengenalinya.
"Ohya apa saya salah orang? Saya rasa tidak, saya sangat hapal wajah seseorang yang selama ini menghindari saya. Apa saat ini kamu juga ingin berhenti bekerja dan pergi menjauh lagi? Saya sih tidak masalah kalau kamu mau berhenti silahkan saja" tanya Bian dengan nada angkuh.
Sambil menggigit bibir dalamnya Ana berusaha agar tidak terlihat gugup.
"Saya rasa bapak salah orang, dan kenapa saya harus menghindar dari bapak? Bahkan kita baru bertemu hari ini, saya rasa laporannya sudah lengkap, baiklah saya akan kembali bekerja selamat siang pak." Jawab Ana gugup pasalnya Bian saat ini sedang berjalan ke arahnya.
"Hana Dara Nasution hmmm mau menghindar lagi? Apa kamu amnesia?" Tanya Bian sambil berjalan menepis jarak antar dirinya dan Ana.
"Bapak mau apa? Jangan macam-macam ya saya bisa teriak." Balas Ana cemas karena Bian yang berjalan maju kearahnya sementara ia berjalan mundur hingga membentur rak buku yang ada diruangan ini.
"Masih pura-puran tidak kenal ya? Perlu saya ingatkan lagi bagaimana kejadian dimasa lalu kita?" Bian memajukan wajahnya hingga hembusan napas Ana terasa diwajahnya.
"Saya benar-benar tidak kenal dengan bapak, saya bisa laporin bapak atas Tindakan pelecehan ya." Jawab Ana di sela-sela keberaniannya yang mulai memudar.
"Emangnya apa yang sudah saya lecehkan dari kamu, saya bahkan belum mencium bibir kamu seperti dulu kamu mencium saya." Jawab Bian sambil melihat kearah bibirnya Ana.
Dengan keberanian yang ia kumpulkan, akhirnya Ana mendorong dada Bian dengan sangat kencang hingga Bian terjatuh ke lantai yang untungnya dialasi karpet sehingga bokongnya tidak langsung mencium lantai.
Ana langsung kabur menuju pintu, ia sudah tidakada muka lagi di depan Bian. Bagaimana ini belum genap satu bulan ia bekerjamasa harus keluar, apalagi kalau Bian memecatnya karena telah di dorong begitukuat. Tau gitu Ana terima saja tawaran papanya untuk menikah dan menetap di Australia, jadi ia tidak harus bertemu lagi dengan Bian.