Pagi ini sangat cerah bagi Hana. Melihat jam menunjukkan pukul 06.30 ia bergegas untuk berangkat ke sekolah, karena ini adalah hari pertamanya ospek maka ia tidak boleh terlambat. Ana menggedor pintu kamar abangnya agar mengantarnya secepat mungkin ke sekolah. Ana masih saja berusaha menggedor karena abangnya tak kunjung muncul menampakkan batang hidungnya.
"Woy cepetan dong lama amat dandannya, kaya cewek aja."
"Apaan sih masih pagi udah teriak aja, abang kelas siang ini kuliahnya kamu pergi pakai ojek online aja."
"Loh enak aja semalam kan udah janji mau anterin, ayo dong cepetan nanti aku telat masuk bang."
"Yaudah sama papa aja dek, abang masih ngantuk tau."
"Ih emang ya nyebelin banget sih punya abang kaya gini, aku kutuk abang jadi upil."
Doni tertawa melihat kelakuan adiknya yang seperti bocah menghentak-hentakkan kakinya karena kesal. Ia tahu pasti adik semata wayangnya itu akan berakhir dengan ngambek-nya.
Sementara itu Hana menyusul papa nya pergi menuju bagasi, ia akan berangkat dengan papa nya saja walaupun kasihan karena akan berlawanan arah dengan kantor papa nya. Tapi apa boleh buat, Jika Hana pergi menggunakan ojek online, uang jajannya akan habis hanya untuk membayar ongkos. Nanti ia tidak bisa menabung untuk membeli pakaian yang diinginkannya. Ya, Hana sudah terbiasa untuk hidup mandiri sejak kecil. setiap uang jajan yang diberikan orang tuanya akan ia sisihkan untuk membeli barang yang ia inginkan. Hana tidak ingin membeli sesuatu yang ia inginkan dengan meminta orang tuanya. Menurutnya, membeli sesuatu yang ia inginkan dengan uangnya sendiri akan terasa lebih nikmat.
"Dek nanti kamu pulang jam berapa? Mau papa jemput?"
"Gak usah, Pa. Nanti Ana telepon abang aja. Yaudah Pa, Ana masuk dulu udah telat ini gara-gara anak papa tercinta yang satu itu, awas aja ya aku kutuk dia jadi upil beneran." Ucap Ana kepada Papanya.
"Kamu ini kan abang sendiri masa di kutuk jadi upil, yaudah masuk sana jangan merengut mukanya nanti tua macam guru loh." Ana menyalim tangan papanya kemudian berlalu pergi ke dalam sekolah.
"Yaudah Ana masuk ya pa, assalamualaikum Ana cinta papa dadahhh."
***
Lima hari kemudian.
Ini adalah hari terakhir ospek yang melelahkan. Para panitia ospek sibuk mondar-mandir menyiapkan games yang katanya akan sangat seru dan tidak akan bisa dilupakan. Huh apanya yang gak bisa dilupakan rasanya aku sudah muak dengan ospek yang seperti ini kakak kelas berlagak menjadi sosok antagonis yang siap memarahi adik kelas, begitu selesai masa ospek ini aku jamin pasti sudah lupa.
"Adik-adik semua silahkan baris sesuai dengan kelompok masing-masing, kita akan memulai games."
"Ayo kelompok ceolus baris disini."
Aku yang mendengar nama kelompokku langsung segera menuju barisan. Ya kami menamai kelompok kami dengan ceolus singkatan dari cewek cowok mulus. Kata teman-teman sih muka di kelompok ku pada mulus-mulus makannya dikasih nama itu. Kelompok ku terdiri dari enam orang, ada Mawar, Nadila, Arbian, Steven, Kayla dan aku sendiri.
"Oke adik-adik semua dengarkan ya berhubung ini adalah hari terakhir kita ospek, kita mau buat games yang paling seru nanti kalian pasti akan rindu masa-masa ospek ini. Oke kita mulai ya games pertama itu lomba makan kerupuk, jadi setiap kelompok akan kita kasih satu kerupuk yang harus kalian habiskan secara bergilir dan gak boleh menggunakan tangan."
Tuh kan apa aku bilang bakalan mudah lah ngelupain ospek kaya gini, games nya aja lomba makan kerupuk berasa lagi ikut lomba tujuh belasan, dimana serunya sih heran deh.
Kerupuk sudah berada di tangan ketua kelompok, saat games dimulai si Bian alias ketua kelompok ku sudah mulai memakan kerupuk lalu dia memberikan kerupuk yang masih digigitnya kepada ku tanpa menggunakan tangan, setelah itu aku pun memberikan kepada teman disampingku begitu seterusnya. Sampai dimana kerupuk mulai tersisa sedikit kira-kira dua kali gigitan lagi dan berada di mulut si ketua, otomatis aku harus memakan sisa kerupuk yang ada di tepi bibirnya Bian.
Pada saat muka kami berhadapan dan para panitia ospek mulai sorak-sorak agar aku memakan sisa kerupuk itu, tapi perasaan ku mulai gak enak karena muka ku bakalan dekat banget dengan mukanya Bian, sementara teman-teman sudah heboh meneriaki agar aku cepat gigit kerupuknya.
"Cepat dong Ana nanti kita kalah."
"Iya An makan aja ayo buruan."
Begitulah kira-kira support team ku, aku yang berhadapan langsung dengan Bian semakin gugup.
Akhirnya setelah semua keraguan yang ada aku pun mulai mendekatkan wajahku untuk mengambil kerupuk itu dari bibirnya Bian, saat sudah hampir menggigit kerupuknya aku malah merasakan bibir ku bertemu bibir Bian, betapa malunya aku karena saat tragedi itu panitia ospek malah mengambil foto kami.
Setelah kejadian memalukan yang benar-benar tidak akan bisa aku lupakan karena tragedi ciuman pertama ku dengan Bian ramai di perbincangkan satu sekolah, bahkan sampai masuk website sekolah di foto masa ospek. Rasanya aku ingin pindah sekolah saja, aku sudah tidak ada muka lagi untuk ketemu teman-teman sekolah.
Bahkan banyak yang bertanya kepadaku apa rasa bibir si Bian, mereka pikir aku menikmati adegan gila itu apa. Aku sampai menghindar dari Bian selama di sekolah, untungnya aku tidak satu kelas dengan Bian, kalau sampai satu kelas entah mau di letak dimana wajahku.