Chapter 5 - Maleficent

"Aku tahu siapa dirimu... Latar belakangmu yang kelam... Maleficent."

Mataku terbelalak, jantungku berdebar, sudah lama sekali seseorang memanggilku dengan panggilan itu. Panggilan itu membuat aku mengenang masa kelam ku terdahulu.

"Siapa dirimu...?" ujarku mengerutkan alis.

"Namaku Pan. Aku adalah salah satu korbanmu terdahulu."

Sembilan puluh tahun kebelakang aku pernah mengambil banyak sekali jiwa untuk percobaanku. Aku mengingat semua nama mereka bahkan hingga saat ini. Namun aku tidak punya ingatan tentang orang yang bernama Pan. Ikatan keluarga ? Begitulah dugaanku.

"Pan ? Jangan bercanda, aku bahkan tidak tahu siapa dirimu." ujarku sambil menyilangkan kedua tangan.

Tanpa berbicara sedikitpun, Pan kemudian mencekik leherku dengan kuat dan mengangkatku ke udara. Genggamannya begitu kuat sehingga aku kesulitan bernafas. Aku sempat berpikir untuk melepaskannya dengan sihirku namun aku sadar bahwa dia hanya seorang ahli sihir biasa.

"Aa...apa yang--"

"Seorang pembunuh tidak boleh berkata seperti itu pada korbannya..."

Tak lama kemudian, Pan melepaskan genggaman tangannya. Akhirnya aku dapat bernafas dengan lega kembali. Cekikannya itu sungguh mengerikan untuk orang sepertiku. Dia sepertinya marah besar kepadaku.

"Untuk apa kau melakukan hal itu kepadaku... Apa kau marah atau semacamnya ?" ujarku dengan nada serak.

"Kau memang menjengkelkan..."

"Kalau begitu aku ucapkan selamat. Kau telah bertemu Maleficent dan mencekiknya. Apa hanya itu mau mu ?"

"Jangan sombong di depanku... Penyihir malapetaka." ujarnya terhenti sebentar.

Aku memutar-mutar leherku. Genggamannya itu begitu kuat sehingga membuat leherku kaku. Dilihat dari penampilannya saja, orang ini bukanlah orang biasa. Sebenarnya apa yang dia inginkan ?

"Lalu... Apa mau mu ?" tanyaku.

"Aku memiliki dua orang adik... Mereka akan segera menemuimu. Dan saat kau bertemu dengan mereka, tolong hiburlah mereka."

Seketika tatapan tajam Pan menumpul. Dia terlihat sangat emosional begitu membicarakan tentang adiknya.

"Apa maksudmu ?"

"Pembicaraan kita berakhir. Tolong hibur saja mereka begitu kau menemuinya."

Pan melewatiku begitu saja. Dia terlihat acuh begitu aku memanggilnya. Apa yang dikatakan Pan barusan membuatku bingung. Lebih tepatnya, aku tidak mempunyai ide apapun tentang adiknya dan semua yang Ia katakan. Sepertinya aku akan membiarkannya saja seperti air yang mengalir.

Tiba-tiba seseorang menggebrak pintu yang berada di belakangku. Seseorang berpakaian koboi berambut pirang yang menutupi wajahnya terlihat disana. Orang itu kemudian menguap dengan puas seperti orang yang baru bangun tidur.

"August...?" tebakku.

Ia pun membenarkan rambutnya dan memasang topi di kepalanya. Ternyata benar saja, dia adalah West August yang aku kenal. Sepertinya dia sudah selesai dengan masalah tubuhnya. Namun aku mencium bau wanita di tubuhnya. Pasti telah terjadi sesuatu disana.

"Memangnya siapa lagi... Hanya akulah koboi pirang yang tertidur di bar sana."

"Bagaimana kondisi mu sekarang ? Sudah siap untuk perjalanan selanjutnya ?"

"Tidak !"

"Hah !? Apa lagi yang kau butuhkan ? Bukankah tidur itu sebenarnya sudah cukup bagimu ?"

"Matamu aku sudah cukup. Aku terbangun karena kau meninggalkanku tahu."

"Ah ! Maaf..."

"Lagian bukan itu yang aku ingin katakan."

"Eh ?... Kalau begitu apa ?"

"Sebelum kita pergi meninggalkan tempat ini, aku ingin mencari informasi lebih detail lagi... Bisakah kita berpisah dan melakukan itu ?"

Sekarang aku mengetahui sesuatu tentang West August. Si Koboi Pirang ini tidaklah tidur dengan nyenak. Pasti dia memikirkan sesuatu untuk perjalanan kita begitu Ia menutup matanya. Selain diganggu wanita.

"Jangan menatapku seperti itu..." ujarnya sambil mengetuk keningku. "Apa jawabanmu ?"

"Aduh sakit tahu ! Jangan perlakukanku seperti anak kecil." aku mengusap-usap keningku. "Baiklah kalau itu yang kau mau... Lagi pula hal seperti itu sangat berguna dalam petualangan kita."

August tersenyum. Dia terlihat sangat bahagia begitu aku menerima perintahnya. Sebaliknya, aku merasa kesal melihatnya senyum-senyum sendiri seperti itu.

"Kenapa kau tersenyum ?" tanyaku sambil mengerutkan alis.

Setelah aku bertanya, August menempelkan telapak tangannya di atas kepalaku. Ia kemudian mulai menggerakan tangannya, mengusap-usap kepalaku. Akibatnya kepalaku bergoyang-goyang sesuai gerakan tangannya.

"Hentikan ! Aku bukan anak kecil !"

"Jeanne... Aku pikir... Kamu sangat lucu ketika kau marah."

Wajahku memerah, tubuhku panas, serangan pujian August tiba-tiba menusuk ke dalam hatiku. Tak tahan, aku melepaskan emosiku kepadanya.

"Apa yang kau katakan tiba-tiba ! Apakah kau mempermainkanku !? Apakah kau mau kita bertengkar disini !? Di gunung sana mungkin saja ada monster mengerikan yang sedang menunggu kita dan kau malah bermain-main dengan ku ! Blablablablablablabla....." ujarku dengan marah sambil memukulinya dengan kedua tanganku.

"Ahahaha... Iya iya... baiklah baiklah... aku mengerti... Aku tidak akan melakukannya lagi... Ahahaha."

Akupun menenangkan diriku. Sudah lama aku tidak merasakan hal yang seperti ini. Diejek sebagai anak kecil merupakan hal memalukan seumur hidupku. Terlebih lagi apabila seseorang mengusap-usap kepalaku seperti tadi. Terkadang aku ingin memukulnya... Ah aku sudah memukulnya tadi.

Kemudian, aku bersiap-siap untuk berpisah denganya. Aku mengembalikan barang yang August titipkan kepadaku. Begitupun August, dia mengembalikan barang yang aku titipkan kepadanya. Semisalnya Desert Rose ini, semoga saja aku dapat mengolahnya ketika aku berpisah dengan August.

"Baiklah kalau begitu... Jaga dirimu, jangan gegabah." ujar August.

"Ya ya kapten aku akan kembali dengan utuh." ujarku meremehkan. "Lagipula yang kita telusuri ini hanyalah kota kecil, tidak ada yang perlu ditakutkan."

"Aku senang mendengarnya... Kalau begitu sampai jumpa. Akan kutunggu kau disini jam 8."

"Daaahhh..."

Tinggal aku sendirian di depan bar. August sepertinya tahu dia akan kemana terlebih dahulu. Dia berlari seakan mengejar sesuatu yang Ia minati.

Kalau begitu aku tidak akan kalah darinya, akan aku buktikan bahwa aku akan mendapat informasi yang jauh lebih bermanfaat darinya. Oh iya... Aku lupa memberitahu apa yang aku temukan dalam cacing raksasa sebelumnya. Namun ya... Nanti saja deh.

+---+---+---+---+

Maleficent... Julukanku sembilan puluh tahun ke belakang. Aku mendapatkan julukan tersebut karena perbuatan jahat yang aku lakukan pada masanya.

Semua orang ketakutan di malam hari, para penjaga memperketat patroli, dan saat itulah aku bersenang-senang mencari mangsa. Aku ambil tubuh mereka, yaitu korbanku, untuk aku jadikan sebagai kelinci percobaan. Dan setelah aku puas menggunakan tubuh mereka, lalu aku ganti kepalanya dengan serigala dan menggantungnya. Aku sangat berharap kala itu mereka bangun kembali dari kematian dengan keadaan seperti itu.

Akan tetapi, aku tidak sembarang memilih korbanku. Hanya orang-orang terpilihlah yang layak menjadi korbanku. Mereka biasanya memiliki rasa kejahatan yang tinggi di balik topeng kebohongan yang manis. Mendengar korbanku bercuit saja sudah membuatku muak. Namun Akupun semakin senang ingin membuat mereka kelinci percobaanku.

Namun zaman telah berubah. Setelah aku dipenjarakan sembilan puluh tahun berikutnya, julukan Maleficent tidak terdengar lagi. Mungkin saja banyak orang yang trauma dan takut seolah-olah aku benar-benar malapetaka bagi seseorang yang mengucapkan kata malapetaka itu. Dan di penjara sana, aku bagaikan dibenarkan dari sifatku yang ganas sebelumnya. Tentu saja, penjara itu bukanlah penjara biasa di pasaran.

Bicara soal diriku yang dibenarkan disana, ada seseorang yang berhasil membenarkanku dari sifat burukku ini. Dia adalah West August. Aku sangat berterima kasih kepadanya karena telah mengalahkanku waktu itu. Entah apalah yang akan terjadi apabila dia tidak datang dan menyelamatkanku.

Untuk membalas kebaikannya, aku perlu bekerja keras agar bisa berguna.

Pertama-tama, aku memasuki sebuah kedai di kota kecil ini yang misterius. Kedai ini terbuat dari sebuah bilik kecil dengan penjaganya di dalam. Tulisannya di luar mengatakan "The Three Pierrot". Entah apa maksudnya yang pasti itu sangat membuatku penasaran.

"Apakah kau percaya kepada keberuntungan ?" ujar wanita penjaga toko ini. Wanita ini menggunakan topi bambu dengan kain hitam yang menutupi setengah wajahnya. Ia memiliki senyuman lebar hingga memperlihatkan gigi taringnya yang tajam.

"Keberuntungan hanya berlaku ketika seseorang sedang mempertaruhkan sesuatu untuk yang mereka inginkan. Namun ketika mereka mendapatkan sesuatu yang bukan keinginannya, mereka tidak mengganggap hal itu sebagai keberuntungan. Aneh bukan, padahal mereka sama-sama mendapatkan sesuatu. Yang entah diharapkan oleh seseorang."

Wanita penjaga toko itu terdiam. Dia melebarkan senyumannya dan mulai cekikikan. "Menarik, kau memang pandai... Maleficent."

Mataku terbelalak, aku terkejut ada seseorang yang mengenaliku dengan panggilan itu lagi. "Siapa dirimu ?"

"Aku bukanlah siapa-siapa. Tapi aku bisa meramalkan keberuntunganmu. Tertarik...?"

Tertarik atau tidak bukanlah masalahku. Aku menjadi penasaran karena dia mengetahui identitasku. Akupun duduk di depannya dan mengikuti permainannya. "Baiklah aku tertarik... Apa yang kau tawarkan ?"

"Gadis yang baik... Kalau begitu mari kita mulai..."

Bersambung