Penjaga rumah menarik rokok kretek dari bungkusnya. Matanya meneliti rumah Exsclamente dan Shizuru. Menyogok sana sini akhirnya mendapatkan info jika Exsclamente di jogjakarta termasuk Shizuru. Ia cepat-cepat memberitahu nyonya besar kedua di kediamannya. Seringai membayangkan mendapatkan aroma manis di dalam mulutnya membuat ia tak sabar.
Ia sampai sore tapi tak juga keluar. Tak mungkin ia bertamu, takut tuan Javi ada dirumah. Tugasnya sedang digantikan tukang kebun. Putung rokok dan bungkus berserakan di aspal.
Hisapan demi hisapan rokok kretek miliknya bikin asap mengepul di sekitarnya. Kakinya menginjakan rokok di tanah setelah matanya menangkap mobil nyonya besar kedua keluar dari rumahnya, buru-buru ia mengikuti dari belakang.
Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi membelah suasana jalanan Jakarta yang tak terlalu padat hingga ke sebuah perumahan yang tak terlalu padat. Pelan ia mendekati, menyerahkan pengenal identitas diri ke petugas satpam. Motornya melaju pelan mencari mobil nyonya besar kedua. Akhirnya matanya melihat mobil yang dicarinya di depan rumah mewah di samping kanan dan kiri tak ada rumah. Sangat sepi. Ia memarkirkan motornya dekat mobil nyonya besar kedua. Tak lupa diambilnya tang dari kotak motor.
Pelan dibukanya pintu dengan cara memotong gembok dan mencongkel pintu. Dilepasnya sepatu di dalam rumah. Sepi tak ada pergerakan apapun kecuali air mengalir di kamar mandi dari salah satu kamar yang terbuka. Menyelinap masuk, tak lupa dimatikan lampunya. Diam membisu di pojok dekat lemari.
Tak lama kemudian nyonya besar kedua keluar hanya mengunakan handuk terlilit di tubuhnya. Nafsunya naik tanpa bisa dihentikan. Rambut nyonya besar kedua basah terurai dengan lembut di pundaknya. Matanya menyipit ketika ada luka-luka di badan.
Tepat saat nyonya besar kedua berbalik, ia menampakkan diri. Nyonya besar kedua ingin berteriak ditutupnya cepat dengan mulut penjaga rumah. Berontak tapi tak berdaya ketika sentuhan kasar itu membangkitkan gairah nyonya besar kedua dengan cepat.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan di saat nyonya besar kedua melemah, penjaga rumah menusuk tanpa ragu. Teriakan berubah desahan tak henti keluar dari mulut nyonya besar kedua. Matanya melotot saat tahu siapa yang berani menggagahinya.
"Halo...sayang. Kamu suka banana milikku? aku sangat suka kue apem dan sedotan milikmu. Terasa kenyal dan mengigit." ujarnya saat merasakan kepuasan yang luar biasa, bagaimana sedotan milik nyonya besar mampu menampung miliknya yang berukuran besar terutama daya sedotnya. Nyonya besar kedua tak dapat berkata-kata, terasa penuh di dalam dirinya dan liar. Mengobrak-abrik kewarasan dan nafasnya. Sangat luar biasa.
"Ka--mu!" teriaknya mencengkeram kuat pundak penjaga rumah tanpa ampun menghajarnya dengan gerakan yang tak pernah ia duga. "Ya! Kenapa? kaget. Aku minta bonus ku lebih dulu" katanya sambil memindahkan tusukan di tempat lain. Akibatnya suara teriakan kesakitan keras terdengar. "Ouch.... masih perawan. Sungguh beruntung aku. ha-ha-ha" katanya senang.
Rasa sakit bercampur nikmat dirasakan nyonya besar kedua. "Tugasmu" ucapnya berusaha mencapai kewarasannya yang tersisa. "Dia ada di Jogja, kondisi hamil muda. Exsclamente disana. Tuan besar juga" ujarnya bertambah keras memompa tapi kali ini di tempat yang seharusnya. "Ka--mu sudah gila". Tawa penjaga rumah pecah dan keras. "Aku sudah lama menginginkan tubuhmu. Kali ini ada kesempatan mana boleh dibiarkan begitu saja. Aku rasa pertukaran ini adil" elaknya melepaskan tembakan demi tebakan hingga tetes terakhir dalam rahim nyonya besar kedua.
Penjaga rumah ambruk di sampingnya. Nyonya besar kedua berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Terakhir kali ia merasakan ini bersama pria itu. Untuk sesaat mereka diam.
"Bagaimana kamu bisa masuk?"tanya nyonya besar kedua menoleh kearah penjaga rumah. Lupa sudah dengan harga dirinya karena takluk dengan batang besar milik penjaga rumah yang di gaji oleh Javi. Penjaga rumah berbalik menghadapnya dan sedikit mengangkat wajahnya menuju dahi nyonya besar kedua.
cup
Merah di wajah nyonya besar kedua seketika muncul menerima perlakuan manis darinya. "Merusak. Jadilah kekasihku. Aku tak mau kamu terluka" pintanya memperhatikan wajah cantik disampingnya. "Mengapa? kamu tahu aku milik Javi atau tuan besar." katanya memalingkan wajah menatap langit-langit kamarnya.
Jujur, ia tak menduga rumah persembunyian miliknya akan diketahui oleh penjaga rumah Javi. "Kamu tak bahagia. Apa itu belum cukup sekian tahun?" ujarnya membual. Tujuannya hanya satu sedotan dan pepaya milik nyonya besar kedua menjadi miliknya. "Aku--" kata-katanya terhenti ketika posisi badan penjaga rumah berubah naik ke atasnya lagi. Matanya mendelik. "Cukup! Kamu butuh informasi tentang Shizuru dan aku butuh kehangatan. Pertukaran yang adil kurasa. Tak melibatkan uang disini" ujarnya seenaknya memutuskan. Jika dipikirkan, bisa-bisa ia terjebak dalam drama lainnya. "Siapa namamu sebenarnya?" bisik nyonya besar kedua kembali mencengkeram seprai ketika tusukan kuat dimasukkan tiba-tiba tanpa persiapan. Penjaga rumah berhenti sesaat lalu menyeringai lebar, tak mungkin ia memberitahu siapa namanya yang asli.
"Panggil aku Dady" Selanjutnya penjaga rumah tak membiarkan nyonya besar kedua berfikir ataupun mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membuatnya pusing. Ia akan menikmati bonus dan sisa uang muka yang diberi belum lama ini.
Sepanjang malam, Dady membuat nyonya besar kedua kelelahan fisik maupun mental. Ini yang diinginkannya. Hidupnya terasa sempurna bila berurusan dengan urusan bagian bawah. Dengkuran halus keluar dari mulut nyonya besar kedua. Dikecupnya kening dan diselimuti tubuhnya sementara ia bergerak turun menuju kamar mandi. Tak ada yang tahu, ia berhasil menggarap ladang milik tuan besar dan Javi.
Dunia itu sempit. Dulu dia hanya pengamat di kediaman nyonya besar kedua, siapa sangka kini jadi mesin penghangat nyonya besar kedua. Aroma sabun tercium begitu keluar dari kamar mandi. Ia mengibaskan rambutnya yang basah. Pakaian miliknya yang berserakan diambilnya untuk dipakainya lagi.
Dady menghampiri nyonya besar kedua yang tertidur pulas. "Sweet dream, baby" bisiknya ditelinga lalu mengecup pelan, tak ingin menggangu. Tugasnya selesai. Tak ada lagi yang perlu dilakukannya. Dady keluar dengan wajah puas dan segar, motornya masih terparkir di depan rumah. Ditariknya rokok kretek, menyalakan tanpa terburu-buru.
Hembusan asap menjadi kesenangan Dady setelah membuang limbah miliknya di dalam diri nyonya besar kedua. Motor dinyalakan tak terburu-buru meninggalkan perumahan itu.
Nasib atau takdir tak ada yang tahu. Berawal hanya bermain-main tapi jika alam berkata lain, hidup musnah sekejap.
Brak....
Badan Dady melayang jatuh menghantam pembatas jalan. Kepala pecah. Darah membasahi aspal jalanan. Tak ada teriakan ataupun permintaan minta pertolongan, nyawa Dady hilang tertiup angin. Motornya ringsek. Truk terhenti di pinggir jalan. Orang-orang berlarian mendekat membentuk kerumunan. Tak ada yang berani menyentuh hingga salah satu orang menutupi jasad Dady.
Tak butuh waktu lama, beberapa polisi datang mengatur jalannya lalu lintas. Tabrakan menyebabkan kemacetan yang panjang. Sopir truk terduduk lesu di samping truk milik majikannya. Salah satu polisi mulai bertanya-tanya kepada massa dan sopir truk mengenai kronologi awalnya.
Matahari bergerak diatas kepala. Angin berhembus kencang melewati sela-sela jalinan langit yang membentang.