Tuan besar melempar semua barang dari atas meja. Belum lagi, telepon dari Exsclamente membuatnya bertambah kesal. Matanya tajam menatap semua orang didepannya. Morgan duduk di sofa dengan memijit kepalanya. Setiap kali berjauhan dengan Shizuru, efeknya ia akan mengalami mual atau menginginkan cemilan diluar kemampuannya.
"Apa kalian buta, hah! menjaga satu dua orang tidak bisa!" bentaknya kencang. Suaranya mampu membuat semua orang mengkerut takut. "Ayah.... " panggil Morgan pelan, sebuah pena melayang cepat kearahnya.
Duk....
"Aduh!" teriak Morgan keras, pena menimpa keras di dahinya. Pena bermerek Montblanc dengan berat lumayan sukses membuat benjol di kepalanya. "Bagaimana bisa kamu tidak menjaga menantu dan cucuku? kamu tahu kehamilannya sangat rentan. Bagian mana yang benar, calon ibumu dibawa serta!" bentaknya marah. Susah payah membawanya kemari malah hilang padahal penjagaan sudah diperketat. Ada pengkhianat di dalam grup.
"Aku pergi dulu ayah!" kata Morgan setengah kesal tapi tertahan sekali lagi ketika pena itu lagi mengenai dahinya. Untung mengelak. "Anak bodoh! Pesawat hanya satu dan kamu ingin meninggalkan aku disini!" bentaknya lagi. Tuan besar beranjak bangun dari duduknya, berjalan keluar diikuti Morgan dan lainnya.
Sepanjang perjalanan tak henti tuan besar tersenyum memikirkan calon nyonya besar kedua. Kali ini, ia benar-benar akan membuatnya menjadi miliknya. "Ibumu dan istrimu bikin kita repot. Sebaiknya kita atur strategi" katanya pada Morgan disampingnya. "Aku tahu ayah. Kita harus ekstra hati-hati dengan otak menantu kesayanganmu." Morgan menyandar di belakang kursi dengan nyaman. Perasaan tidak nyaman, mual yang kembali datang disertai kecepatan makan membuatnya kesal jika berjauhan dari Shizuru. "Masih mual?" tanya tuan besar simpati. Morgan sudah muntah keempat kalinya di paper bag. Tuan besar tak mengira perjuangan ngidam ternyata bisa dipindahkan ke pasangannya.
Walaupun memakai pesawat pribadi, bagi tuan besar tetaplah lama. Tuan besar benar-benar khawatir tentang Lena, calon istrinya. Perasaan gelisah mendadak muncul. Kekesalan bertambah panjang karena tak juga sampai. Tuan besar takut Lena akan bertemu pria muda lain atau pria yang lebih dari dirinya apalagi ia tak bisa membuat Lena jatuh cinta selama di mansion Zai Paris. Menculik sudah, tidur berpelukan sudah bahkan ciuman juga. Tuan besar gugup setiap menginginkan lebih, ia takut Lena tak puas dengannya. Teringat itu, iapun melirik kearah bawahnya, sudah lama tak terpakai dengan baik. Tarikan nafas tuan besar tak tenang bikin Morgan melirik.
"Apa rencana ayah tentang nyonya besar kedua palsu?" tanya Morgan berusaha merebahkan kepalanya di sandaran lebih nyaman. Setelah meminum teh kamomile dan menghirup baju bekas Shizuru, gejolak perutnya mulai membaik. "Tidak ada sementara ini. Aku dengar Jordan mendatangi nyonya besar kedua. Jaga baik-baik Shizuru dan cucuku" jawab tuan besar berpaling melihat jendela pesawat. "Jordan? Sejak kapan mereka bisa bersama?" tanya kaget Morgan. Ia terlalu fokus dengan rasa kehamilan dan lainnya hingga tak menyadari musuh di depan mata sudah bergerak. "Ayah juga tidak tahu tapi saran ayah, jaga Shizuru." Perkataan sederhana tapi sukses menjadi bahan pemikiran Morgan. "Menurut ayah, kapan dia akan menampakkan diri". Morgan mengubah beberapa kali posisinya tapi tak satupun membuatnya nyaman. "Tidak lama lagi" bisiknya.
Tak ada percakapan diantara mereka berdua. Pesawat mendarat dengan selamat. Mereka berdua keluar dari pesawat, dibawahnya sebuah mobil sudah menunggunya. Tuan besar menduga mobil milik Exsclamente yang menjemput mereka berdua karena sebelumnya ia tak sempat meminta anak buahnya untuk menyiapkan mobil selama di Jogjakarta.
Mereka masuk dengan santai tanpa beban.
Di dalam mobil, Exsclamente duduk membaca dokumen yang belum sempat ia baca.
"Ah. Sahabatku, apa kabar mu?" Tampang tak bersalah diperlihatkan tuan besar, sebuah pukulan di kepala mendarat cepat. Tawa Morgan pecah melihat itu. Biasa ia lihat namun, kali ini terasa beda karena posisi sudah berubah. "Berani bertanya kabarku! Kamu bikin anak orang bingung ditambah calon cucuku terlantar!" bentaknya kesal. Tuan besar bersikap acuh tak acuh sementara Morgan merasa bersalah. Exsclamente berulangkali mengelus dada tuanya, di umurnya sekarang malah berurusan dengan tetek bengek tak penting dari sahabatnya. "Jangan salahkan kami. Kau juga tahu, tak mudah menaklukkan bocah itu." Sengaja mengeluhkan untuk bikin rasa bersalah muncul ke permukaan. Kalau sudah begini Exsclamente bungkam seribu bahasa. Exsclamente sangat tahu Shizuru mampu melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya. Dimata Exsclamente maupun tuan besar, Shizuru tak jauh berbeda dengan Morgan hanya beda versi saja. Helaan nafas secara bersamaan dilakukan mereka berdua, Morgan tertarik untuk mengetahuinya. Otaknya berkerja jika mereka berdua bisa menjadi sekutu terbesarnya maka Shizuru akan tunduk padanya. Ada seorang anak yang terlibat disini. Tak mungkin ia seenaknya sendiri.
"Jadi, apa rencana kita? Aku butuh bantuan kalian sebagai orangtuaku dan ayah mertuaku" Morgan menatap keduanya bergantian tapi mereka berdua malah memalingkan wajah ke arah lain dan mulai menikmati berjalannya mobil menuju rumah Exsclamente.
"Ayolah, apa kalian tega bikin anakmu dan calon cucu hidup tidak jelas kesana kemari! Bantu aku, bagaimana?" bujuk Morgan berusaha keras untuk tidak bersikap arogan dihadapan mereka. Exsclamente dan tuan besar berpandangan satu sama lain, selama mengenal hingga sekarang, merendahkan diri dan membujuk bukan hal mudah untuk Morgan. "Apa yang kamu tawarkan untuk ayah, bocah tengik." Tuan besar menatap tajam. Ia menduga Morgan memiliki kartu as jikalau terjadi masalah. Namun, benarkah ada.
Tarikan nafas sekaligus kesal dikeluarkan Morgan. "Astaga ayah. Perhitungan denganku, sungguh?" keluhnya tak habis pikir. Semula ia berfikir Exsclamente yang akan mengajukan penawaran, tak menduga malah ayahnya juga ikutan. Exsclamente tertawa kencang. "Kamu pikir di dunia ini gratis jika kita keluarga. Tak ada Morgan" ucap Exsclamente enteng sekaligus menyepelekan. Morgan menganguk mengerti tapi tetap saja tak suka dengan sikap ayah mertuanya yang terkesan menyepelekan dirinya.
"Untuk ayah. Calon ibuku menjadi masalahku, aku bantu mendapatkannya. Untuk ayah mertua. Kita bisa hidup bersama-sama" Morgan mengatakan hal ini sambil memiringkan kepalanya.
Tuan besar mengelengkan kepalanya. "Tidak tertarik. Aku bisa mendapatkannya sendiri" kata tuan besar mendengus dingin. Ia nyakin tanpa campur tangan Morgan, Lena akan menjadi miliknya. Walau kesal di remehkan anak sendiri tapi ia bahagia.
Morgan hanya bisa mengaruk rambutnya tak berdaya. Ia hanya tak mengira ayahnya akan menolaknya mentah-mentah. "Really? tawaranku hanya berlaku sekali. Pikirkan dulu ayah" Tuan besar mendengus tak sabar. Exsclamente tersenyum-senyum, dalam hati memuji keberanian Morgan. Mobil sedikit melambat memasuki pekarangan rumah Exsclamente. Berhenti tepat di depannya. "Kalian beristirahat dulu. Jangan pikirkan Shizuru atau Lena. Mereka sedang istirahat juga" katanya saat semua turun.
Kamar hitam dibelakang dekat taman bunga menjadi pilihan tuan besar karena akses yang sangat mudah untuk keluar masuk sedangkan kamar Shizuru menjadi pilihan Morgan . Exsclamente meninggalkan mereka berdua untuk beristirahat.