Perjalanan panjang berganti pesawat menuju Indonesia membuat Shizuru merasakan kelelahan yang luar biasa. Begitu di bandara Jogja, Shizuru memutuskan mengunakan mobil online untuk mengantarkan ke hotel yang dekat stasiun. Shizuru hanya mengantisipasi saja jika mendadak muncul manusia penjahat kelamin itu. Ia masih belum bisa menerima kehadirannya yang memaksakan semuanya. Mobil berhenti di depan hotel dekat stasiun tugu. Mereka bertiga turun dari mobil, tas ditarik keluar dari bagasi. Jose cemberut melihat tak ada tanda-tanda Shizuru ingin menjelaskan apa yang terjadi.Ia merasa capek. Terlebih ia bukan orang Indonesia asli. Jadinya, cuaca ekstrim di musim kemarau tak cocok untuknya.
Lena menggeliatkan badannya. Sepanjang perjalanan dari berganti bandara hingga sampai di Jogja, Shizuru maupun Lena menutup rapat-rapat mulutnya. Perutnya sendiri tidak nyaman, saat sampai. Terasa diaduk-aduk.
Hiruk pikuk orang-orang lalu lalang tak diindahkan Shizuru, fokusnya pada orang didepannya. Ada yang familiar dari gerakan-gerakan tubuhnya yang mendekati mereka bertiga.
"Apakah kamu akan melupakan ayahmu, Shizuru!" teriak kencang Exsclamente di jalan. Tawa bahagia terlontar dari mulut Shizuru, ia sangat merindukannya. "Tentu saja tidak" ucap Shizuru lantang menghamburkan dirinya kedalam pelukan ayahnya. Lena memperhatikan pria didepannya. Ia berfikir jika ayah Shizuru disini lalu dimana tuan besar sekarang.
"Bagaimana ayah tahu, aku ada di Jogja?" tanya Shizuru setelah melepaskan perasaan rindunya. Tak mungkin tidak merindukan ayahnya. Ia adalah gadis kecil ayahnya. Senyum mengembang di wajah keduanya. "Ayah ada di Jogja mengurus entah apa itu lupa. Mengapa kamu memilih tinggal di hotel daripada di rumah ayah?". Exsclamente mengalihkan perhatian Shizuru yang terlalu menyelidiki. "Itu karena...." jawab Shizuru bingung kemudian menoleh kearah kanan dan belakangnya tapi sepertinya tak ada yang membantunya. "Sudahlah ke rumah ayah saja. Tak baik untuk anak dalam kandungan" bantah Exsclamente cepat. Namun, tangan Shizuru menekannya untuk tidak bergerak. "Ayah! biarkan Shizuru menyelesaikan urusan bersama dengan teman-teman Shizuru dulu. Aku akan mengunjungi rumah ayah jika selesai" katanya menarik ayahnya memasuki lobi hotel. Jose bergegas meminta kunci kamar untuk tiga orang kemudian diberikan kepada Shizuru dan Lena.
Exsclamente memandang teman Shizuru dan Lena. "Baiklah. Jangan terlalu lama. Ayah menunggu. Beristirahatlah" Ucapnya sekilas menimbang. Ia bukan tak tahu, mungkin untuk sementara waktu ia berikan Shizuru kelonggaran. Mengecup sekilas di rambut putri kesayangannya, Exsclamente berbalik pergi.
"Apa kamu pikir ayahmu tidak akan beritahu tuan besar ataupun Morgan?" tanya Lena mulai memperlihatkan perasaan gelisah. Shizuru menoleh kearahnya. "Kita istirahat saja. Besok kita pikirkan" jawab Shizuru tenang masuk kedalam lift yang membawa ke kamarnya diikuti yang lainnya.
Hari yang berat untuk Shizuru, ia hanya ingin merebahkan diri ke atas kasur begitu membuka pintu kamar hotel miliknya. Lena juga demikian, tak tertarik untuk hal lainnya. Jose mengaruk rambutnya sebelum masuk dalam kamar. Ketertarikannya semakin kuat untuk mengenal lebih Lena.
Exsclamente berjalan cepat menuju mobilnya. Begitu di dalam mobil, Tangannya meraih ponselnya cepat untuk menelpon sahabatnya. Dering pertama tak ada sautan tapi dering ketiga diangkat. Sementara mobil dijalankan oleh sopir menuju rumah Exsclamente di belakang Malioboro.
"Bodoh! Menjaga putriku saja tidak bisa! Apa yang kamu lakukan hingga putriku bisa lepas dari pengawasan?" bentaknya di telepon. Terdengar suara renggekan. "Aku tahu. Aku tahu. Aku dalam perjalanan" ucapnya berusaha tenang. Terlalu kesal, ditutupnya ponsel. Jika tidak mendapatkan laporan dari Baldi, anak buah Morgan di Jakarta. Mungkin ia tak tahu saat ini Shizuru di Jogjakarta. Untungnya saja, ia sedang merenovasi rumah miliknya di jogjakarta jadi cepat mendapatkan kabar saat pesawat mendarat di Jogja. Marah bercampur sedih mengetahui nasib anaknya menjadi seperti ini tapi bisa apa dirinya selain mengawasi.
Exsclamente mengeryitkan keningnya begitu menyadari siapa Lena. "Ya ampun, tua bangka.... tak berguna, pencari masalah" gumamnya memijit kepalanya. Tuan besar tak akan melepaskan Lena dimanapun berada. Kalau sudah begini, ia harus bertindak cepat. Bisa jadi akan terjadi kehebohan publik.
Jogjakarta menjadi pilihan alternatif Shizuru. Sebenarnya ia enggan kemari dikarenakan banyak hal yang membuatnya terluka. Terlalu banyak sejarah ingin dilupakan. Tak ingin berlama-lama larut dalam lamunan, Shizuru keluar ingin ke rumah sakit tapi kakinya terhenti ketika melihat keramaian di lobi. Alunan musik gamelan dan suara lagu yang di senandung penyanyi di panggung tengah restoran. Suasana yang nyaman diberikan oleh pihak hotel membuat Shizuru ikut tenang. Perutnya perlahan-lahan rileks. Iapun duduk di kursi restoran hotel, matanya membaca menu restoran yang beragam terutama ciri khas makanan Jogja.
"Berikan aku gudeg komplit dan minuman teh panas" katanya sambil menunjukkan apa yang dimaksud di daftar menu. Pelayan mencatatnya lalu mengambil buku menu di meja lalu pergi meninggalkan Shizuru sendiri.
Jose mendekati Shizuru di dalam restoran. Rasa lapar menguasai sehingga sulit untuknya memejamkan mata. Namun, bukan itu yang ada di kepala, bayangan tubuh gitar Lena benar-benar menguasai dirinya. "Dimana Lena?" tanyanya celingukan penasaran. Pelayan datang membawakan pesanan Shizuru diletakkan di atas meja. Jose duduk di hadapannya dengan mulut tertekuk 14,5cm. "Makan! Hapus pikiran mesum di kepala, kalau ingin selamat benda pusaka mu" jawab Shizuru mulai menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
Wajah Jose berubah-ubah tapi tak urung hembusan nafas kesal menimpa Shizuru. "Temani aku keliling Malioboro, Jose" kata Shizuru mendorong piring makanannya ke tengah, di sedot teh panas dengan hati-hati masuk di tenggorokan.
"Baiklah. Ajak Lena juga" ujarnya mulai bersemangat, ini kesempatannya untuk lebih dekat. Semua wanita itu sama. Selalu bisa dibuat cadangan. "Biarkan dia istirahat. Aku tak mungkin membuat calon ibu mertuaku susah. Bisa-bisa tuan besar mengamuk padaku" katanya berdiri sambil menarik tangan Jose ke arah kasir.
"Hei....kalian tak ingin mengajakku serta"
Mereka berdua berbalik mendapati Lena tersenyum cantik. Jose menggerjap tak henti-hentinya. "Cantik" seru Jose dan sikut Shizuru langsung mendarat di tulang rusuk Jose. "Aduh! Shizuru tak bisakah kamu lebih lembut seperti Lena". Josse mengumpat dalam hati tak ingin jatuh gengsinya di hadapan wajah polos Lena memandang kearah mereka berdua. "Jaga sikap. Aku gak mau membawamu kerumah sakit". Shizuru cepat mengandeng Lena sementara dibelakang, Jose cemberut tidak jelas. "Ayo, kita jalan-jalan keliling Jogja. Kamu sudah pernah kemari?". Terbersit rasa penasaran dengan Lena, biar bagaimanapun akan terasa sangat sayang jika dibiarkan ditangan tuan besar.
Langkah kaki mereka sangat pelan mengingat jalan menuju Malioboro padat. Mereka bertiga lebih memilih berjalan kaki daripada mengunakan transportasi. Letak hotel mereka menginap cukup dekat dengan berbagai tempat strategis pariwisata.
Tawa dan canda silih berganti tanpa beban berarti. Tak pernah ada yang tahu hari esok tetapi sebaiknya dinikmati selagi bisa.