Chereads / Love between Gravel / Chapter 25 - Bab 11.b. Sengaja

Chapter 25 - Bab 11.b. Sengaja

Shizuru berusaha mengerakkan badannya tapi ada yang menimpanya. Terasa berat. Sedikit kesal terpaksa mata dibuka. "A.... A... A..." teriak Shizuru kencang. Morgan terkejut, loncat begitu mendengar suara teriakan. Ke kanan dan kiri dilihatnya. Kesal ternyata tak ada apapun. Morgan balik lagi ke ranjang sebelah Shizuru, tangannya menarik kuat kearahnya. Shizuru berontak. Morgan cepat menutup mulut Shizuru dengan mulutnya untuk mengurangi teriakannya yang memekakkan telinga dan tingkahnya yang buat pusing.

Teriakan berubah desahan panjang yang dikeluarkan Shizuru saat Morgan berpindah tempat. "Apa yang....". Hanya itu yang bisa diucapkan Shizuru, Morgan tak membiarkan sedikitpun Shizuru untuk melawan ataupun berfikir.

Pelepasan yang panjang dan maraton dilakukan Morgan karena kekesalannya terpaksa datang ke mansion Zai milik ayahnya ditambah rasa mual sepanjang perjalanan bikin Morgan stres. Begitu melihat Shizuru, ia berbenah diri, ajaibnya tak ada rasa mual sama sekali seperti sebelumnya begitu ia menghirup aroma tubuh Shizuru.

Karena terlalu lelah, Shizuru langsung tidur dengan nyenyak. Morgan bangkit berdiri untuk membersihkan diri. Perutnya lapar berat. Wajahnya segar ketika melangkah turun menuju ruang makan, dahinya mengerut melihat ruang makan masih kosong.

Kepala pelayan dan beberapa pelayan sibuk menyiapkan berbagai macam jenis makanan ringan untuk sarapan pagi. "Dimana yang lainnya?" tanya Morgan kepada kepala pelayan yang sigap menuangkan kopi panas kedalam cangkir di depan Morgan. "Masih tidur sepertinya tuan" jawab kepala pelayan mengembalikan poci berisi kopi panas ke meja kecil dekat ia berdiri. Meja kecil berisi keperluan untuk sarapan dari serbet, sendok dll.

Morgan hanya mengangguk saja, mengambil kopinya dengan santai. Tak ada rencana apapun hari ini. Nyaris tersedak ketika melihat wanita muda turun dari atas dan duduk di hadapannya. Matanya meneliti sosok cantik yang berpakaian kemeja saja. Lena merasa jengah, ia tahu siapa di depannya.

"Kamu siapa? kok disini" tanya Morgan bingung dengan sikap Lena yang seperti terbiasa di sini. Lena hendak mengatakan sesuatu tetapi belum sempat mengeluarkan suara, sebuah mulut menutupnya cepat mengeksplorasi di setiap sudutnya hingga terdengar suara desahan. Tuan besar melepaskan dan duduk di kursi tengah, biasa ia duduk. Tanpa merasa bersalah. Lena mendelik kesal kearahnya, perasaan malu dan wajah nyaris tak berbentuk membuatnya diam seribu bahasa. Akhirnya sepanjang malam mereka berdua hanya tidur berdampingan tanpa melakukan apa-apa. Lena pindah duduk jauh jangkauan dari tuan besar. Gantian tuan besar melotot dengan tingkah kekanak-kanakan Lena.

Morgan menggaruk rambutnya merasa tidak nyaman dengan sikap tuan besar yang langsung nyosor, belum lagi wanita muda di depannya bersikap acuh tak acuh secepat kilat.

"Dia Lena, Nyonya besar kedua dan ibumu" jawab tuan besar menghela nafas melihat wajah kesal Lena. Lena mendengar kalimat penjelasan itu bertambah kesal bahkan tangannya sibuk mengoles selai di atas roti. Morgan tak sanggup berkata-kata kecuali menoleh kearah tuan besar mengunakan pandangan mata yang artinya, bercanda kan?.

Tuan besar salah tingkah. "Tidak. dia memang calon ibumu. Kita akan menikah dalam waktu dekat" ucapnya tenang, ia sengaja mengatakan hal itu, ia ingin tahu reaksi Lena.

Lena menoleh kearah tuan besar dengan mata di sipit. "Apa maksudmu kita akan menikah? kamu tahu betul jika ibuku tak mungkin membiarkan kejadian tak diinginkan terjadi" katanya kesal. Morgan tersedak, Lena panik buru-buru membantu. Ia menyerahkan air putih setelah di urut belakang punggung. Tuan besar menatap tak suka, ia tak pernah diperhatikan bahkan harus susah payah mendapatkan simpati.

"Kamu tak apa, Morgan?" tanya Lena lembut. Telinga tuan besar mendadak panas. "Ibumu? maksudmu?" tanya Morgan setelah bisa menguasai dirinya. Lena kembali duduk tapi matanya sedikit heran melihat peralatan makannya berpindah dekat tuan besar. Tak mau ambil pusing, ia mengambil yang baru.

Morgan nyaris tertawa melihat tingkah keduanya yang tak mau mengalah. Menarik. "Ibuku adalah nyonya besar kedua" jawab Lena menyuapkan sesendok sup asparagus kedalam mulutnya. Matanya terlihat senang saat suapan pertama, melihat itu tuan besar menjadi iri dengan sup asparagus. Morgan tertawa geli melihat tingkah ayahnya yang bak remaja padahal usianya tak boleh dikatakan tua juga.

"Lalu?" tanya Morgan sengaja memancing di air keruh. "Aku tidak akan menikah dengan tuan besar. Aku hanya akan menikah dengan pria yang kucintai" jawab Lena menyingkirkan mangkuk sup yang habis. Ia mengambil minuman diatas meja. Tuan besar benar-benar merasa iri dengan semua peralatan makan yang digunakan Lena. Morgan menarik nafasnya perlahan, sulit jika sudah ada kecemburuan.

"Apa kamu sudah memiliki kekasih?" tanya Morgan lagi, kali ini Lena tak menyadari ketika perubahan wajah tuan besar sangatlah besar. Anggukan kepala Lena menjawab pertanyaan Morgan membuat emosi tuan besar mendidih. "Bagaimana mungkin kamu punya kekasih tapi tidur denganku semalam" tanya tuan besar sedikit kesal. Senyum Lena tersungging dengan sinis kearahnya saat melihat tuan besar. "Kita hanya tidur. Tidak ada yang penting. Kita tak melakukan apa-apa" jawab Lena tenang.

Morgan nyaris harus memuji keberanian Lena terhadap ayahnya, tuan besar. "Hanya tidur!" teriaknya kesal. "Memang begitu kenyataannya, untuk apa diulang-ulang" katanya keras ikut kesal. Kali ini Morgan tertawa terbahak-bahak, tak sanggup membayangkan penolakan yang dilakukan Lena terhadap ayahnya.

"Ya.... ya.... hanya tidur!" serunya kesal, bangkit berdiri meninggalkan ruang makan dengan kesal luar biasa. Morgan tertawa bertambah keras. Lena mengangkat bahunya tak peduli.

Semalam memang tak ada apapun yang terjadi dengan mereka berdua selain tidur di ranjang yang sama. Lena menolak habis-habisan ketika tuan besar mulai gerilya sehingga terpaksa tuan besar gigit jari. Jika ia turun mengenakan kemeja tuan besar karena tak suka mengunakan pakaian yang sama saja. Tetapi sayangnya Lena lupa dengan bagian dalamnya yang tidak mengunakan apapun dibaliknya.

"Mengapa dia marah? dasar tua, tak tahu apa maunya" gerutu Lena meninggalkan ruang makan, ia berniat ke kamarnya.

Tak ayal suara tawa Morgan bertambah kencang. Suaranya sampai terdengar kamar Shizuru yang baru saja bangun. Keningnya mengerut saat mendengar suara tawa Morgan, penjahat kelamin ditambah Lena masuk kedalam kamarnya.

"Kok kemari? jangan bilang kamu lupa" tanya Shizuru perlahan. Lena menganguk-angguk bagai burung beo. Ditepuknya jidat. "Astaga semalam tidur dimana?" tanya Shizuru bangkit, tak lupa menyeret selimut untuk menutupi tubuhnya. Dicarinya jubah mandi lalu dipasangkan ke tubuhnya. "Sudah makan?" tanyanya malas. Perutnya terasa tak nyaman.

"Sudah. Apa yang harus aku lakukan Shizu" tanya balik Lena beranjak ke arah balkon. Rumah yang luar biasa besar dan nyaman. Lena lupa dengan keluarganya. Apakah ayahnya mencari atau ibu. Shizuru menarik gelas dari lemari. "Ibumu?" tanya Shizuru menuangkan air putih setelah memastikan mengunci kamar, ia sengaja melakukan supaya Morgan tidak masuk dan berbuat hal-hal aneh lainnya. Lena hanya mengerutkan kening tak mengerti. "Kamu sengaja melakukannya?" tanya Lena memperhatikan penampilan Shizuru berantakan sehabis terkena angin puting beliung. "Tentu saja. Aku tak mau dua makhluk mesum datang dan membuat aku kewalahan" jawab Shizuru malas.

"Kamu habis bercinta" kata Lena mirip dengan pernyataan dibanding pertanyaan. Mata Shizuru melirik tak merespon. "Aku mandi sebentar. Nanti aku antar kamu ke kamar" ucapnya berbalik ke arah kamar mandi. Lena memperhatikan sekali lagi kamar ini, berbeda jauh dengan kamar tuan besar yang lebih maskulin. Aroma percintaan masih di udara.

klik....

Lena menoleh dan bengong ketika melihat Morgan santai masuk kedalam kamar. "Mana istriku? mengapa kamu disini?" tanyanya heran. Ditangannya ada sepasang kunci. Lena menunjukkan ke arah kamar mandi. Morgan menyeringai. "Aku keluar dulu" katanya tak menoleh lagi walaupun ia sendiri bingung mau ke arah mana, dilihatnya kepala pelayan berjalan di depannya. Buru-buru ia mendekat dan bertanya dimana letak kamarnya. Kepala pelayan dengan senang hati mengantarkan tapi tidak dengan Shizuru yang berontak dan berteriak-teriak kesal kepada Morgan.

Rumah ini terdengar ramai setelah beberapa tahun terakhir menjadi sepi. Tuan besar tersenyum datar melihat pemandangan diluar jendela kamar. Bunga, pohon bahkan burung sepertinya ikut meramaikan suasana hatinya yang berantakan.