"Eh, kamu nyakin rencana ini berhasil?" bisik Lena tak percaya. Ini malam keempat dimana Shizuru datang. Wajah cemberut Shizuru memberikan jawaban atas pertanyaan Lena. "Mau ikut tidak. Aku tak mau menikah dengan penjahat kelamin" ungkapnya kesal. Lena melengos mendengar kalimat protes tak berdasar Shizuru, dua hari mendengar suara desahan dan teriakan sepanjang malam membuat siapapun gerah, untung saja hari ketiga tiba-tiba Lena bergaya sakit perut datang bulan jadilah Shizuru tidur dengannya.
Rencana Shizuru sangat sederhana buat Morgan dan tuan besar capek. Berlagak manis dan penurut. Kepala pelayan disogok pakai tiket berlibur ke Bahama, tak akan ada masalah.
Walau diprotes, Shizuru tak ambil pusing. Ia tetap minta Lena tidur dengannya supaya tidak bertambah parah. Hal inilah yang membuat tuan besar mengomel dua hari terakhir dan Lena sadar itu.
"Tidak mau tapi mau, bagaimana itu hingga nyaris tak bisa keluar kamar. Sudahlah, disini saja. Kasihan juga bayinya" tuduh dan sindiran Lena menancap halus di hati Shizuru. "Dengar, malam nanti jika mau ikut, tidur di kamarku" ucapnya sangat pelan. "Tidak tahu bagaimana caranya, kamu tidur bersamaku. Aku nyakin malam ini, tuan besar tak akan melepaskan kamu dengan mudah" bisik pelan Shizuru mengambil gelas berisi teh kamomile.
Matanya sesekali melirik ke arah cctv atau tempat-tempat yang mungkin saja ada alat penyadap. "Tapi Shizuru" bantahnya pelan tapi terhenti. Tuan besar melangkah masuk dengan wajah muram, tak enak dipandang. Lena yang hendak beranjak dari duduknya jadi urung begitu melihat tuan besar melangkah masuk dengan tenang tapi mata liar meneliti tubuh Lena.
Tuan besar merasa kesal dengan Lena, gara-gara bujuk rayu Shizuru, sekarang Lena lebih banyak menghabiskan waktu dengan Shizuru. Cepat-cepat Lena mendekati Shizuru yang sibuk mengunyah semua cemilan yang disediakan kepala pelayan.
"Kamu makan kayak babi" cetus Lena bergidik lihat cara Shizuru makan, bahkan sepertinya tak ada jeda untuk bernafas. Shizuru mengangkat bahunya tak peduli. Akhir-akhir ini ia merasa lapar bahkan sepertinya ia tak akan pernah merasakan kenyang.
"Aku ingin makan yang asam-asam, bisakah beritahu koki untuk membuatkan sesuatu untukku?" tanya Shizuru kepada kepala pelayan yang berdiri tak jauh darinya. "Baik, nyonya muda" jawab kepala pelayan beranjak keluar ruangan.
Tuan besar mengeryitkan kening melihat semua cemilan sebagian besar sudah habis entah kemana tapi calon menantunya masih sibuk mengunyah.
Shizuru hanya melirik sekilas kearah Lena yang panik. Helaan nafas lega cepat dilakukan Lena begitu tuan besar duduk dihadapannya bukan disampingnya. "Diam Lena, kamu tak ingin dia melahap mu sekaligus, bukan?" keluh Shizuru kesal karena tingkah Lena menyulitkan dirinya mengambil cemilan. Otomatis bibir Lena mengerucut protes.
Mata tajam tuan besar membuktikan jika ia tak menyukai apa yang terjadi. "Sejak kapan kalian jadi teman dan kamu! malam ini tidur bersamaku, tak ada bantahan" serunya dengan penambahan suara tiga oktaf menekan Lena. Lena memutar bola matanya tak suka, tuan besar bertambah melotot.
"Sejak kalian berdua berubah mesum" ujar Shizuru santai. "Kamu...." ucap kesal tuan besar tapi tak bisa dilanjutkan mengingat cucunya diperut Shizuru. "Hei.... hei.... ayah, ingat ada cucu disitu" ucap Morgan berjalan masuk, langsung duduk disampingnya Shizuru. Diciumnya sekilas di pelipis Shizuru walau tatapan tak suka diberikan.
Morgan merasa kesal, akhir-akhir ini Shizuru melihatnya seperti musuh bebuyutan. Diliriknya wajah ayahnya yang tertekuk. Morgan diam memilih berpindah ke arah dekat ayahnya. "Ada apa?" bisiknya. "Aku curiga mereka melakukan sesuatu atau bikin rencana kabur" kata tuan besar tak mengalihkan pandangannya ke arah Lena yang asyik bergurau dengan Shizuru. Wajah keduanya tampak ceria, ini tidak terlalu benar.
"Menurutmu, apa kita harus lebih waspada?" tanya Morgan, melihat ketenangan Shizuru tapi berbanding terbalik dengan sorot matanya, ia sepertinya harus hati-hati. Tuan besar bangkit berdiri, berjalan keluar ruangan.
Shizuru tersenyum kedatangan kepala pelayan membawa makanan yang diinginkannya. Lena menghela nafas takut, ia mulai berfikir harus hati-hati dengan tuan besar, saat ini ia tak mau hamil. Morgan keluar begitu saja.
Morgan berjalan ke ruang kerja tuan besar, disana ada beberapa anak buah kepercayaannya duduk di sofa sedang mendapatkan instruksi. Morgan berdiri dekat tuan besar. "Atur malam ini dan berikutnya dengan penjagaan ekstra. Awasi terus semua kegiatan Nyonya besar kedua dan menantuku. Bagi dua grup, usahakan jangan menyolok" perintahnya. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Morgan.
Tuk...
"Aduh!" teriak Morgan spontan begitu kertas dipukul ke arah kepalanya kencang. "Kamu pakai tanya lagi. Jaga istrimu. Ibumu urusan ayah! Pastikan saja kamu hadir di pernikahan kami bulan depan" katanya kesal. Sejak kapan punya anak bodoh pikirnya, haruskah ia mencabut semua fasilitas yang di pegang Morgan. Gara-gara Shizuru hamil sepertinya membuat tolol dan bodoh pikirnya lagi.
"Iya...iya... Ayah, Tunggu. Bagaimana dengan nyonya besar kedua di rumah besar? Apa rencana ayah?" tanya Morgan bingung. Tuan besar memberi isyarat kearah anak buah kepercayaannya untuk segera meninggalkan ruangan ini. Sepeninggal mereka barulah, tuan besar berjalan kearah sofa dan menarik kotak rokok di laci. Tangannya lincah menyalakan dan menghisapnya. Mau tak mau Morgan mengikuti langkah ayahnya.
"Untuk sementara, kita biarkan saja seperti biasa. Kita tak mungkin menarik perhatian untuk dia berbuat lebih. Exsclamente akan memantau dari jarak jauh" ujarnya pada hembusan kedua. Asap mulai mengelilingi mereka berdua. "Ayah nyakin Shizuru akan melarikan diri?" tanya Morgan mendadak kesal jika ingat tingkah Shizuru. "Dari kecil ayah tahu siapa Shizuru. Kamu tidak pernah bertemu langsung mencetak gol. Dasar anak tak berguna, Shizuru bukanlah wanita biasa yang bisa kamu permainkan" jawab tuan besar mengelengkan kepalanya tak sangka kebodohan putranya mulai akut.
"Besok atau nanti malam, siapkan saja pesawat di hanggar jadi akan lebih mudah mengawasi mereka dan perintahkan Baldi untuk bersiap-siap segala kemungkinan. Ayah merasa mereka akan ke Jogja" kata tuan besar menimbang-nimbang segala kemungkinan dan kesenangan Shizuru selama ini. "Jogja?" tanya Morgan tak mengerti. "Ya. Shizuru mempunyai bisnis butik disana" jawab tuan besar santai menyalakan rokok keduanya. Morgan mengeryitkan keningnya melihat kecepatan ayahnya menghisap rokok bagai asap kereta api di jaman dulu. "Mengapa disana?" tanya Morgan penasaran. "Shizuru selalu mengecek pekerjaan miliknya. Disini pun ia sudah mengecek butiknya. Melihat kondisinya, ia akan memilih Jogja daripada Jakarta" jawab tuan besar mematikan rokoknya di asbak padahal belum selesai merokok.
"Sudah cukup kita bicara. Ayah mau lihat ibumu dulu. Ayah tak mau mereka sadar jika kita sudah merencanakan pengawasan, Shizuru bisa merubah ke banyak hal. Lagipula ayah belum bisa mendapatkan hati ibumu seutuhnya" ucapnya berdiri. Tuan besar berjalan keluar menuju ruang dimana tadi Shizuru dan Lena ditinggalkan. Morgan diam saja. Walaupun ingin mengikuti jejak ayahnya tetapi, ia merasa perlu memberikan ruang untuk Shizuru. Ia tak ingin Shizuru salah paham dengannya.
Tuan besar mengerutkan keningnya melihat wanitanya tak ada bersama Shizuru. "Dimana calon ibu mertuamu?" tanya tuan besar kepada Shizuru yang asyik makan jeruk. "Calon ibu mertua?" tanya balik Shizuru kaget. "Ya. Kenapa?" tanya tuan besar tak sabar. "Paman nyakin, lalu di rumah besar?" tanya balik Shizuru lagi, jadi selama ini ia berbincang-bincang dengan ibu mertuanya, kepalanya langsung pusing, diletakkan jeruk yang masih tersisa di meja. Tidak menarik.
Melihat itu, tuan besar menghempaskan pantatnya di sofa. Ia harus menjaga mood ibu hamil dulu jika tak ingin sahabatnya Exsclamente mengamuk karena tak menjaga anaknya dengan baik. "Kamu keberatan. Jika iya, aku tak peduli" kata tuan besar tenang. Sorot matanya tajam menusuk. "Aku tidak punya hak tapi paman, pastikan dulu Lena mau atau tidak. Ingat nyonya besar kedua di rumah besar adalah ibu Lena" ujar Shizuru mengingatkan. Tuan besar beranjak dari duduknya, ia tersenyum. Ternyata Shizuru takut dengan nyonya besar kedua. "Tenanglah . Bantu aku menjaga calon ibu mertuamu itu, bulan depan kami akan menikah" kata tuan besar memberikan berita besar sekaligus pergi meninggalkan Shizuru yang bengong. "Eh.... kok" Lena panik. Sengaja tuan besar mengatakan itu agar Lena mulai memikirkan dirinya.
Kepala pelayan mengelengkan kepala melihat tingkah yang tak pantas diberikan untuk mereka berdua. "Maafkan tuan besar, nyonya besar kedua" Ucapnya meminta maaf. Helaan nafas Lena dan wajah cemberutnya, dipastikan akan ada masalah ke depannya.
"Maukah kamu membantuku?" tanya Shizuru pelan. Terlalu banyak telinga di sekitar mereka. "Apa?" balik tanya kepala pelayan. "Bantu aku keluar dari sini" jawab Shizuru bertambah pelan. "Rencana melarikan diri, lagi? nyonya?" protes tak setuju tapi jari Shizuru melambaikan tiket menuju Bahama di depannya. Senyum cerah tersusun rapi di wajah kepala pelayan. "Akan saya siapkan semuanya. Saya permisi dulu, nyonya" katanya meninggalkan mereka berdua. Lena bengong melihatnya sedangkan Shizuru tertawa senang.