Shizuru menarik nafas untuk kesekian kali ketika menengok kearah kanan dan kiri, tak terlihat penjagaan yang ketat. Dua puluh menit kemudian muncul mobil berwarna hitam. "Shizu..." panggil Lena pelan tapi Shizuru tidak menoleh kearahnya. Di colek pelan bahu Shizuru. Kaget, hampir saja berteriak keras jika tangan Lena tak sigap menutupnya. Gerutu tak jelas di keluarkan oleh Shizuru sementara Lena berdiri disampingnya tak bersalah. "Lama!" bisik kesal Shizuru setelah dilepas tangan Lena. "Sudahlah, ayo" ajak Shizuru tanpa mau mendengarkan penjelasan Lena yang mungkin kalau didengarnya bisa jadi mereka berdua tertangkap. Lena mengerucut imut mulutnya tapi tetap mengikuti.
Pintu mobil terbuka sedari tadi tapi tak juga ada gerakan dari Shizuru membuat jengkel Jose yang bertugas mengendarai mobil.
"Apa yang kalian lakukan?" bisik Jose pelan begitu melihat mereka berdua langsung naik ke dalam mobil. "Jalan Jose. Ceritanya nanti saja" cela Shizuru melihat Jose tak juga menjalankan mobil malah bolak balik melihat kearah Lena yang duduk di belakang. Tak mau bikin Shizuru kesal terpaksa Jose mulai menyalakan mobilnya meninggalkan rumah keluarga Zai. Perjalanan menuju bandara sangatlah jauh sehingga Lena memutuskan untuk tidur. Ia enggan bercakap-cakap dengan Jose yang berulang kali melihat arah belakang. "Shizu. Kamu gila menyuruhku mengeluarkan kalian dari negara ini" keluhannya tak dianggap serius oleh Shizuru. "Tenanglah, uang akan dikirim begitu kita sampai di Jogja dengan selamat" tepuk halus di bahu Jose. "Siapa dia?" tanya Jose penuh minat. "Hei....! dia bukan orang yang bisa kamu sentuh" jawab Shizuru pelan. "Apa maksudmu?" tanya Jose heran. "Jangan bikin gosip, Shizu" tegurnya bertambah penasaran. Wanita muda dengan penampilan bagai gitar spanyol dan wajah lembut bagai oase di gurun Sahara, membuat siapapun yang bisa memiliki akan tergila-gila padanya dan tak ingin melepaskan lagi. "Nyonya besar kedua Zai" jawab Shizuru acuh tak acuh. Mata Jose melotot kearah Shizuru dengan kaget. "Jangan bercanda, Shizu. Kalau didengar orang, tak enak nantinya." tegur Jose mengelengkan kepalanya. "Siapa juga yang bercanda" gerutu Shizuru kesal. "Kamu nyakin itu! bukankah nyonya besar kedua usianya mendekati kepala 4?" tolak Jose tak percaya. Shizuru menoleh dengan wajah tak bersalah. "Kamu salah. Nyonya besar kedua yang asli disembunyikan demi ketenangan semua pihak. Jangan coba-coba bergosip tentang ini." jawab Shizuru membual dengan kebohongan yang memerahkan telinga banyak orang sekaligus mengancam. Jose menutup rapat mulutnya, siapa mau berurusan dengan manusia tak berperasaan.
Lampu-lampu sepanjang perjalanan menuju Bandara sangat terang, Shizuru menoleh ke belakang, tangannya terulur membangunkan. Lena tersentak kaget, ia cepat bangun. Dilihatnya mobil berhenti di tempat keberangkatan. "Ayo Lena. Perjalanan kita masih jauh." ucap Shizuru turun dari mobil diikuti yang lainnya.
Rencana melarikan diri ala Shizuru sangatlah sederhana. Wait and see, prinsip terkenal jenis pelarian ala Shizuru. Dokter Dabrien menatapnya tajam melihat kedatangan Shizuru bersama dua orang lain di belakangnya. "Halo dok. Tiket?" tanya Shizuru sembari memberikan senyum cantiknya yang mampu membuat pria jatuh cinta sekali pandang melihatnya.
Dokter Dabrien menghela nafas jengkel. "Bagaimana kamu tahu aku akan pergi tinggalkan kota ini? tiket apa?" tanyanya bingung. "Tiket yang dititipkan" jawab santai Shizuru. Lena diam memperhatikan interaksi mereka berdua. Sementara Jose masih asyik menelisik kearah Lena tak percaya, didepannya nyonya besar kedua dan jangan lupakan usianya masih sangat muda, sungguh beruntung tuan besar Zai. Tua bangka mendapatkan emas di padang gurun. Bukan hal mudah. Helaan nafas dokter Dabrien menjadi jawaban cepat untuk Shizuru saat tangannya mengeluarkan tiga tiket untuk mereka. "Darimana kamu tahu nomer ponselku?" tanya Dabrien ingin tahu. Seingatnya ia tak memberikan nomor ponsel kepada siapapun. Shizuru tersenyum dengan ekstra kesabaran yang ditambahkan. Ia masih membutuhkan bantuan dokter Dabrien.
"Dokter. Perutku bagaimana? apakah kita perlu memeriksa lebih dulu?" tanya Shizuru mengalihkan perhatian Dabrien. Kakinya melangkah masuk dalam antrian penumpang lain diikuti Lena dan Jose. Lena enggan berkomentar kepada Jose yang menatapnya bagai buruan atau santapan siang.
Jose tak tahan lagi. "Kamu benar-benar nyonya besar kedua?" tanyanya ragu. Lena diam saja tidak ingin membuka mulut. Kesal tak ada tanggapan, Jose berpura-pura tak mengenal Lena.
Shizuru hanya melirik sekilas. Saat ini terpenuhi kondisi bayinya akan aman. Tak mudah melakukan penerbangan dengan kondisi hamil muda. "Kita lakukan pemeriksaan dulu baru terbang" jawab Dabrien terpaksa. Jika terjadi sesuatu dengan nyonya muda di depannya, masalah bakal rumit.
Pemeriksaan dilakukan di ruang cek up kesehatan milik bandara. Tak membutuhkan waktu lama, Shizuru keluar dari ruang kesehatan. Lena bernafas lega. Jose acuh tak acuh, ia masih kesal dianggap tak terlihat oleh Lena. Mereka semua diam di kursi masing-masing setelah mendapatkan ijin terbang melintasi beberapa negara.
"Apa kamu tak khawatir dengan kondisi bayinya? perkembangan bayimu tak akan bagus kalau kamu sering berpergian. Apa aku boleh tahu masalahnya?" tanya Dabrien, seandainya wanita di samping dirinya bukan milik orang, mungkin saja ia akan memburunya menjadi miliknya. "Aku tak tahu mulai darimana tapi aku merasa, ini salah" jawab Shizuru lirih. Kandungan masih kecil tapi bukannya duduk manis dirumah alih-alih malah sibuk menjauh dari semuanya. "Apa maksudmu salah?" tanya Dabrien khawatir. "Ada rasa nyeri beberapa kali" jawab Shizuru hati-hati. Ia menyembunyikan rasa nyeri yang dirasakan dari siapapun. "Apa kamu melakukan hubungan seks yang berlebihan?" tanya Dabrien memicingkan matanya kearah Shizuru. "Itu.... Morgan.... " jawab Shizuru bingung sekaligus malu. Bagaimanapun dokternya pria, tak mungkin dikatakan. "Kamu harus bed rest begitu sampai." kata Dabrien cepat. "Apa dokter tidak merasakan salah itu atau apalah?" tanya Shizuru sedikit panik. Ia tak mengira rasa nyeri bisa berakibat buruk. "Dengar. Kehamilan muda memang tak dianjurkan untuk berpergian terlalu jauh ataupun berhubungan seks diawal. Rentan keguguran selalu ada. Lebih baik, begitu sampai di Indonesia langsung masuk rumah sakit. Dimana kamu turun?" tanya Dabrien setelah menjelaskan panjang lebar. "Jogja" jawabnya pelan. "Jangan tunda. Sayang sekali aku tak bisa ke Indonesia dalam waktu dekat. Lakukan segera, Shizuru demi bayimu". Dabrien berusaha mengingatkan semampunya. Ia sangat menyesal tak dapat mendampingi Shizuru dikarenakan ia akan transit untuk melanjutkan ke negara Jepang.
Shizuru membisu. "Jangan bodoh Shizuru. Kali ini kamu mendapatkan anak tapi esok tak ada yang tahu" ujarnya menutup mata. Terlalu lelah dengan pekerjaan menumpuk sebagai pembicara di Perancis dilanjutkan ke Jepang bukankah melelahkan. Dabrien sadar betul jika Shizuru tak dapat tidur tapi harus. "Tidurlah. Kasihan bayimu" bujuknya pelan.
Tak ingin membuat Dabrien khawatir, Shizuru memejamkan matanya. Tak memerlukan waktu lama, Shizuru mendengkur halus bahkan kepalanya bergerak turun ke bahu Dabrien. Penerbangan sangat panjang, Dabrien memutuskan tidur mengikuti jejak Shizuru.
Lena menghela nafasnya, diliriknya pria disampingnya. Tampak acuh tak acuh dan tak terlalu menarik namun, membuatnya tak nyaman, sangat berbeda dengan tuan besar. Perasaan rindu merasukinya, beberapa hari mengenalnya lebih dekat dan tertidur dalam pelukannya terasa sangat bikin sesak dada kecilnya. Apa dia akan baik-baik saja tanpanya atau malah kembali kepada ibunya. Haruskah cemburu. Bukankah memang dari awal bukan milik lalu mengapa kini ia tak rela. Sebelum pergi sempat ia mengambil sesuatu dari kamar tuan besar, sebuah kotak korek api miliknya berbentuk pistol kecil dengan berlian kecil disana membentuk inisial nama tuan besar. Ia bertanya-tanya siapa sebenarnya nama tuan besar. Tak terasa Lena tertidur, Jose melihat itu tersenyum. Digesernya kepala Lena di bahunya. Jose merasa jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Lena. Apakah ia bisa merebut Lena dari tangan tuan besar pikirnya.