Nyonya besar kedua membuka matanya lebar-lebar. Ia berusaha mengingat semalam berada dimana, ia memperhatikan sekelilingnya dan terdiam menelaah apa yang terjadi. Siapa yang memindahkan dirinya di ranjang? pikirnya tapi kepalanya pusing saat menyadari semalam terlalu banyak minum, mungkin karena mabuk sehingga ia bisa di ranjang.
Kring.... kring....
Suara handphone memecahkan kepalanya yang berat. Tangannya menggapai cepat lalu menggeser. "Ada apa!" bentaknya kesal. Denyut sakit di kepala bertambah parah. Tawa suara di seberang membuatnya tertegun. "Mengapa kamu lama sekali mengangkat telepon dariku? jangan-jangan kamu berselingkuh di belakangku, sayang" ucap Javi santai tak terlihat ia terganggu dengan bentakan nyonya besar kedua. "Apa mau mu, Javi?" tanyanya datar setelah bisa menguasai dirinya. Nyonya besar kedua mengambil obat aspirin dalam laci lalu memakannya dengan bantuan air putih yang ada di atas meja dekat ranjangnya. Entah siapa yang meletakkan air putih tapi ia berterimakasih atas itu.
Ia bangkit berdiri menuju balkon. Sikapnya acuh tak acuh dengan penampilan jubah tidurnya yang tersingkap dan tak terikat dengan baik. Taman dibawahnya sangat indah, matanya menyipit melihat kebawah ketika menyadari ada seseorang disana yang memperhatikan dirinya. "Ada kabar buruk dan baik. Mana yang ingin kamu dengar lebih dulu?". Javi bertanya balik berharap nyonya besar kedua tak marah jika mendengar apa yang terjadi.
"Kabar baik. Saat ini kepalaku sakit. Aku tak ingin mendengar kabar buruk sementara waktu" jawabnya pelan. Mata di bawahnya melihat dengan intens bahkan seakan menelanjangi sesuatu dalam dirinya dengan tuduhan-tuduhan yang tak masuk akal. Ia mendengus kesal. Berbalik masuk kedalam kamarnya lalu menghempaskan pantatnya di kursi. "Kabar baiknya aku ada di Indonesia. Kamu tidak ingin bertemu denganku, sayang?" tanyanya lagi. Nyonya besar kedua memijit kepalanya, "Javi! jika tidak ada yang penting, usahakan untuk tidak mencari ku hari ini!" ucapnya sambil menutup ponselnya kemudian mematikan.
Nyonya besar kedua terdiam. Ia harus membuat langkah pertama sebelum Jordan berubah pikiran. Sebaiknya ia cepat-cepat mencari tahu dimana Morgan dan Shizuru berada sekarang. Kakinya berayun-ayun di kursi. Kamarnya cukup mewah sehingga tak perlu ia keluar semua sudah tersedia. "Lebih baik aku mandi dulu, baru mencari orang untuk melaksanakan keinginannya" gumamnya, bergerak ke arah kamar mandi.
Sementara di taman. Penjaga rumah mengutuk kesal tingkah nyonya besar kedua yang membuatnya nyaris sakit jantung dengan penampilan yang menggiurkan saraf tuanya. "Ya ampun, nyonya." desahnya cemas juga senang disaat bersamaan.
"Apa yang kamu lihat?" tanya orang dibelakang penjaga rumah. "Tidak ada" jawab penjaga rumah tanpa menyadari orang yang dibelakangnya adalah nyonya besar kedua. "Benarkah? kamu nyakin?" tanyanya lagi. Kesal, penjaga rumah berbalik dan terkejut melihat majikannya di depannya. "Maaf.... maaf nyonya. Itu...." kata penjaga rumah kebingungan. "Aku butuh orang untuk membantuku mengurus sesuatu, apakah kamu bisa aku percaya?" tanyanya pelan.
Setelah beberes diri. Nyonya besar penasaran dengan taman maka ia turun dan perlahan mencari tahu. Kening nyonya besar mengerut saat tahu ada pengintip.
"Apa kamu bisa membantuku?" tanyanya pelan bergeser kearah depan penjaga rumah. Terlihat penjaga rumah menelan ludah susah payah. Nyonya besar kedua bukannya tak mengerti tapi menyenangkan bermain-main sejenak sekaligus mendapatkan kambing hitam jika sewaktu-waktu terjadi diluar perkiraan. Jari telunjuk dengan kuku bercat merah muda menempel erat di dada penjaga rumah turun perlahan-lahan membuat sesuatu gejolak yang tak tertahankan.
"Tentu saja nyonya" jawab penjaga rumah menahan sesuatu yang liar dibawah sana. Nyonya besar kedua tertawa terbahak-bahak ketika jarinya menyentuh benda terlarang dan keras. "Aku butuh seseorang untuk mencari tahu Shizuru dimana sekarang ini, apa yang dilakukannya atau bersama siapa" perintahnya pelan ditelinga penjaga rumah. Kaki penjaga rumah gemetaran mendengar hembusan nafas dan gerakan tangan nyonya besar kedua.
"Lakukan dengan rapi maka kamu akan mendapatkan hadiah spesial dariku. Untuk urusan rumah, carilah orang untuk mengantikan kamu secepatnya" perintahnya lagi. Wajah penjaga rumah berubah, nyonya besar kedua berbalik tapi tangan penjaga rumah meraihnya cepat hingga tubuh nyonya besar kedua menempel ditubuhnya.
"Baik nyonya tapi tidak adil jika saya tidak mendapatkan uang muka dulu sebelum pekerjaan yang nyonya inginkan saya laksanakan" katanya membalikkan badan nyonya besar kedua yang terkejut dan menekannya ke bawah. "Ka--mu". Tak ada yang dapat dikatakan nyonya besar kedua karena mulutnya penuh dengan benda terlarang, tangan penjaga rumah menekan wajah nyonya besar kedua hingga terpaksa dilakukan.
Harga diri nyonya besar kedua jatuh dibawah kaki penjaga rumah, demi mendapatkan Jordan dan kesenangan, ia rela melakukan apapun. Ia mengepalkan tangannya. Menelan semua yang keluar dan berdiri tanpa mengatakan apapun sementara senyum puas tersungging di wajahnya penjaga rumah.
"Wow" ucapnya pelan. Tekad penjaga rumah kuat setelah menikmati, ia akan memberikan apa yang diinginkan nyonya besar kedua tanpa tahu dirinya hanyalah poin kecil yang dikorbankan oleh nyonya besar kedua demi ambisi.
Langkah cepat nyonya besar kedua menuju kamarnya tak terelakkan. Ia merasa harus membersihkan diri. Ia merasa seperti pelacur atau wanita jalang lainnya. Hatinya hancur bahkan harga dirinya tak ada lagi. Pintu kamar dibanting kencang. Ia masuk kedalam kamar mandi dengan perasaan marah luar biasa, semua barang dibuangnya. Pecahan kaca botol parfum dimana-mana. "Ini semua karena Shizuru!" Dinyalakan shower dan berdiri dibawahnya. Ia merasa lebih tenang, dilepasnya pakaiannya satu persatu dengan cepat. Senyumnya mengembang. Satu kambing hitam didapatkan kini langkah selanjutnya mencari Javi.
Hanya mengenakan handuk menutupi sebagian tubuhnya. Rambutnya menetes membasahi lantai. Dipoles wajahnya dengan seksama. Hair dryer dinyalakan mengeringkannya rambutnya. kemudian dimatikan, wajahnya segar mempesona mata.
Diraihnya dress maroon dari lemari. Ia tak mengunakan apa-apa dibalik dress. Tujuannya mengunjungi Javi, bukankah tadi ditelepon ada di Indonesia. Tangannya mengengam erat ponsel.
Helaan nafas pertama, nyonya besar kedua melangkah keluar kamar menuju depan. "Siapkan mobil" perintahnya kepada pelayan di dekatnya. Tak lama kemudian, mobil siap di depan.
Mata penjaga rumah berkilat melihat tubuh molek nyonya besar kedua. "Liat apa mang" tanya tukang kebun. "Liat bidadari Jang" jawab penjaga rumah dengan air liur yang nyaris menetes walau mobil nyonya besar kedua sudah pergi. "Jang, mau nganti aku kerja di rumah ini?" tanya penjaga rumah, ia sudah tak sabar melaksanakan tugas yang diberikan nyonya besar kedua. Ingatannya pada mulut nyonya besar kedua membuatnya tak mau buang-buang waktu lagi. "Memang mau kemana mang?" tanya tukang kebun heran sambil mencabut rumput. "Ada tugas dari nyonya. Lumayan Jang buat nambah gaji. Kamu mau Jang, nanti gaji jaga rumah aku bagi dua buat kamu" jawab penjaga rumah. "Tapi..." bantah tukang kebun tetapi penjaga rumah tak mau tahu. "Sudahlah Jang, aku anggap iya. Jaga rumah Jang, aku pergi dulu" ucapnya santai pergi tinggalkan tukang kebun yang bengong menatapnya tak mengerti.