Shizuru terdiam di kursi malas di ruang kerja butiknya depan jendela. Morgan berdiri di sampingnya memperhatikan dirinya. "Shizu"panggil Morgan kebingungan, sejak pulang dari rumah sakit Shizuru tak ada perkataan apapun selain memperlihatkan wajah seperti mau menangis mendengar kepastian kehamilannya kemudian pergi kerja lagi dan baru sempat kemari lagi. Morgan berjongkok didepannya, Shizuru diam melihatnya dengan pandangan yang tidak dimengerti oleh Morgan.
Dipijit pelipis kepalanya. Kemarin membujuk ayah mertuanya dan sekarang istrinya tapi belum istri, mendadak ngambek kepadanya. Astaga, apa yang harus dilakukannya. Ini pertama kali baginya merasakan memiliki seseorang di sampingnya yang membutuhkan dirinya.
"Katakan sesuatu" tanyanya mulai gelisah. Shizuru masih diam saja. Rencana ingin pergi menemui tuan besar terpaksa di tunda gara-gara kedatangan Morgan yang muncul begitu saja.
"Apa kamu menginginkan sesuatu?" tanyanya lagi bangkit berdiri, menggaruk rambutnya dengan kesal. Shizuru hanya meliriknya sekilas tak berminat.
Pintu kerjanya terbuka, muncul sosok yang tak diharapkan satu lagi di depan Shizuru. Jordan masuk kedalam dengan wajah tak suka melihat Morgan demikian juga Morgan. Mereka bertatapan sengit, tak mau mengalah.
Kesal mereka berdua menganggu, Shizuru bangkit dari duduknya. "Mau kemana Shizu?" tanya Morgan masih melotot kearah Jordan. "Kamar mandi" jawabnya keluar dari ruangannya. "Hei, Shizu! di ruangan kerjamu ada kamar mandi, mengapa kamu keluar?" teriak Jordan kencang tapi Shizuru tidak mendengarkan.
"Darimana kamu tahu disini ada kamar mandi? jangan-jangan kamu sering berbuat macam-macam. Mau apa kamu disini?" tanya Morgan curiga. Jordan acuh tak acuh melangkah duduk di sofa kerja Shizuru yang menghadap jendela. Morgan mengikuti.
"Terserah aku. Kamu sendiri mau apa, disini!" serunya tak mau kalah sambil menyipitkan mata. "Aku suaminya, tentu saja harus disini" katanya kesal setengah mati. Jordan berdiri tak terima Morgan juga. "Suami! Apa katamu!" teriak Jordan menarik kemeja Morgan hingga mau tak mau Morgan tertarik kearahnya.
Tangan Jordan melayang cepat kearah wajah Morgan. Morgan mundurkan kepalanya ke belakang sedikit jadi tangan Jordan menyentuh udara kosong. Wajah Morgan nyaris berantakan jika tidak menghindar.
"Apa yang kalian lakukan!" bentak Exsclamente marah begitu ke kantor putrinya malah mendapatkan kekonyolan dihadapannya.
Morgan dan Jordan serentak memandang kearah suara bentakan. Wajah Exsclamente sangat menakutkan. Morgan otomatis mundur. Jordan menghela nafas mengusir, melepaskan tangannya, semua marahnya yang meluap. Ia duduk di sofa tegang.
"Dimana Shizuru?" tanya Exsclamente celingukan. Tak dilihat satupun batang hidungnya. Mereka berdua tak menjawab hanya saling memandang lalu melengos.
"Kalian bisu, hah!" teriak kesal Exsclamente berkacak pinggang menatap satu persatu kearah mereka berdua. Tepat pintu dibelakangnya terbuka. Shizuru bingung melihat ayahnya disini. "Ayah? apa yang ayah lakukan disini?" tanya Shizuru kebingungan, Exsclamente berbalik. Wajahnya terlihat khawatir melihat wajah Shizuru pucat. Cepat-cepat ia menariknya pelan untuk duduk di kursi malas kesayangan Shizuru.
"Darimana? Mau makan apa cucu kakek?" tanya Exsclamente senang. Biar bagaimanapun ia merasa bahagia dengan Shizuru yang hamil. Shizuru menghela nafasnya pelan mengusir mual yang sering muncul.
"Hamil!" teriak kaget Jordan berdiri tak percaya. Sontak Exsclamente menutup telinga Shizuru lalu melotot. "Hei, bisa tidak tutup mulutmu" keluh Morgan cepat. Morgan kesal mendengar teriakan Jordan yang bikin nyaris jatuh dari kursinya karena terkejut.
"Kamu! kalian keluar dari sini" bentak Exsclamente marah tak dapat lagi dibendung. "Tapi ayah..." bantah Morgan berusaha untuk membantahnya tapi mendapatkan sorot mata tajam, terpaksa ia menelan apa yang hendak dikatakannya. Jordan membuka mulutnya tapi tertahan melihat wajah pucat Shizuru.
Tanpa kata-kata Jordan keluar dari ruangan kerja Shizuru dengan wajah kesal. Morgan menggaruk rambutnya sambil mengikuti langkah Jordan.
"Shizuru, kenapa mereka berdua muncul disini?" tanya Exsclamente heran lalu menyeret kursi dekat Shizuru. Shizuru memalingkan kepalanya kearah ayahnya. "Aku tidak tahu ayah. Perutku mual, bisakah ayah membelikan aku semacam teh Jasmine di toko seberang butik" pinta Shizuru pelan.
Tangan Exsclamente hendak meraih ponselnya tapi Shizuru menghalangi. "Ayah saja yang beli" protes Shizuru cepat. Exsclamente terpaksa menganguk-angguk. "Baiklah, kamu disini saja. Jangan banyak bergerak" ucapnya berdiri lalu berjalan keluar ruangan.
Shizuru mengerucut mulutnya terlalu kesal. Hari ini banyak orang yang muncul ke butiknya. Ia bangkit berdiri, mengambil tas kecilnya lalu menggeser lemari yang ada di pojok. Tampak pintu terbuka, ia masuk kedalam dan otomatis lemari menutup rapat. Langkahnya perlahan mengingat mual yang tidak bisa diajak kompromi.
Tak ingin terlalu lama, dipercepatnya langkah kakinya. Sebuah pintu berwarna hitam berdiri kokoh di depannya. Cepat ia buka, ruangan yang besar dan nyaman menyambutnya. Untuk sementara waktu ia akan beristirahat di sini.
Di seduhnya teh panas. Iapun duduk dengan tenang. "Kamu sudah datang Shizu?" panggil wanita di dalamnya. Shizuru menoleh kearah langkah kaki yang mendekat. Lagi-lagi kedatangan yang tak diharapkan, niatnya pupus untuk istirahat.
"Ya, bibi. Mengapa bibi disini?" tanya Shizuru pelan ketika melihat bibinya mulai duduk di depannya. "Apa kamu lupa ini toko roti milikku?"tanya bibinya cemberut kearahnya. Helaan nafas terdengar cepat dari Shizuru.
"Maaf, Bi. Shizuru hanya ingin minum teh kamomile saja" jawabnya menyesap teh panasnya yang menyebarkan bau harum di seluruh ruangan kecil ini. "Kamu ingin kue atau sesuatu Shizu? Wajahmu terlihat pucat, pasti kamu bergadang lagi untuk mengerjakan desain bajumu" tuduhnya sambil berdiri untuk mengambilkan sesuatu dari tokonya didepan.
Shizuru diam saja. Perutnya lapar tapi mual, ia tak nyakin bisa memakan sesuatu. Tak lama kemudian bibi datang membawa sesuatu di tangannya. "Makanlah ini kue jeruk lemon siram vanila chesse. Kue baru, cobalah hasil kreasi Adam" ucapnya sambil menyodorkan kue tersebut di hadapan Shizuru.
Wangi kue mengusik hidung Shizuru. Diambilnya sendok teh untuk memotong kue tersebut menjadi kecil-kecil. Dimasukkan pelan, sedikit memejamkan mata ketika Lee
lelehan keju vanila dan lemon bercampur menjadi satu di mulutnya. Bibi tersembunyi melihat rona bahagia Shizuru.
"Kamu menyukainya. Sebentar bibi ambil lagi" ujarnya cepat-cepat berdiri untuk mengambil satu atau dua piring lebih ketika piring kue tersebut tandas dengan cepat oleh Shizuru.
Senyum bahagia jelas nampak ketika akhirnya Shizuru menghabiskan 3 piring kue. "Ini enak sekali bibi" ucapnya dengan senyum bahagia lalu menyesap tehnya yang mulai sedikit hangat.
"Hai princess, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Adam mendekat begitu tahu ternyata yang mengambil kue buatannya Shizuru. Bola mata Shizuru mendelik sekaligus mendonggkol melihat Adam. "Aku hanya diminta bibi mencoba resep terbaru" kata Shizuru dengan lekukan manis di wajahnya.
"Benarkah? sampai tiga piring?" ejeknya duduk di depannya. "Adam! siapa yang berjaga di depan?" tanya bibi khawatir. "Tenang Bu, sudah aku pasang tanda tutup. Ini sudah menjelang siang, aku lapar" jawab Adam menghembuskan nafasnya, tak lupa menunjukkan perutnya yang buncit. "Astaga, tunggu sebentar" katanya terkejut melihat perut buncit Adam dan jam di dinding.
Shizuru tertawa melihat tingkah bibi yang sengaja dramatis, sontak Adam cemberut mengetahuinya. "Makan malam lah disini, kita sudah lama tidak melakukannya" ajak Adam pelan setengah berbisik. Wajah Shizuru berubah tapi ia menggelengkan kepala. "Bibi, aku kembali ke butik. Terimakasih atas kue dan tehnya" katanya berpamitan kepada bibi.
"Sering-seringlah kemari, bibi bosan harus melihat Adam selalu." ditepuknya punggung Shizuru lembut kemudian membiarkan Shizuru keluar melalui pintu yang sama tadi ia datang.
Pintu tertutup rapat. Adam menghela nafasnya panjang lalu meletakkan kepalanya di meja. Bibi hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putranya seperti patah hati.
Awalnya Shizuru berniat kembali tapi setelah dipikir-pikir ia menekan salah satu dinding didekatnya. Perlahan di dinding terbuka seperti pintu. Gedung di daerah ini adalah milik ibunya. Hanya Shizuru dan ibunya yang tahu keunikan gedung tua ini. Rata-rata pengguna gedungnya tak tahu ada pintu penghubung kecuali orang-orang yang memang sudah berteman baik dengan ibunya dulu. Entah harus bersyukur dengan kejeniusan ibunya atau merana karena ia sendirian dalam keadaan hamil tanpa tahu harus melakukan apa.