Chereads / Be My Bride / Chapter 32 - Wanita Gila 

Chapter 32 - Wanita Gila 

Bayangan Istvan dalam benaknya langsung buyar, Aodan menelan ludahnya dan mundur dengan hati-hati.

Istvan sepertinya bukan orang biasa, bukan! Maksudnya dia bukan naga biasa!

Aodan dapat merasakan tekanan yang dikeluarkan oleh Istvan, sangat berbeda dengan orang yang ditemuinya di bangunan terbengkalai, tekanan yang dimiliki Istvan jauh lebih kuat.

"Jika kita bukan teman, juga bukan musuh … lalu apa hubungan kita sebenarnya?"

Istvan tidak memiliki ekspresi yang berarti di wajahnya, ia terlihat sangat berbeda dengan Istvan yang pemalu dan pendiam yang biasanya dikenal oleh Luna.

"Apa kita …." Aodan berkata lagi dengan tubuh yang gemetar kedinginan, bibirnya membiru dan matanya mulai memerah. "Apa kita … sepasang kekasih?"

Jika mereka benar-benar sepasang kekasih dan memiliki hubungan cinta yang amat dalam di masa lalu, maka itu adalah masalah.

Aodan rasanya ingin berlari sekarang juga mencari Luna, Istvan terlalu mengerikan untuk dijadikan seorang kekasih.

"Bukan." Istvan menyahut dengan singkat.

Aodan menghela napas lega, mengusap dadanya dengan pelan.

Untuk pertama kalinya wajah Istvan berubah menjadi lebih jelek, kedua alisnya bertaut dengan jijik. Menatap Aodan seolah-olah ia adalah sesuatu yang seharusnya tidak ada di dunia ini.

"Oh, itu bagus." Aodan bergidik. "Mari kita tidak saling menyerang, oke? Aku tidak bisa bertahan dengan wujud ini lebih lama lagi."

Karena mereka bukan musuh, maka Aodan tidak akan ragu mengatakan kelemahan dirinya.

Sekalian meminta belas kasihan.

Istvan terlihat tidak mendengarkan, ia melangkah mendekati Aodan dan menyentuh tangan Aodan, seketika laki-laki itu berubah menjadi seekor kadal dan jatuh ke atas genangan air, Istvan dengan cepat menangkap ekornya dan mengguncangnya sebentar.

Si kadal hitam itu memberontak dan berusaha mencakar tangan Istvan, tapi wanita itu tidak terpengaruh.

Wanita itu tidak berkata apa-apa, ia mengibaskan rambut pirang yang terkulai di punggungnya dan berbalik masuk ke dalam gedung.

"Istvan! Istvan!" teriak Jennie dengan panik, ia berlari begitu melihat modelnya berjalan dengan santai di lantai bawah.

"Apa kau baik-baik saja?! Ini aneh, ruangan kita terkena sambaran petir! Barang-barang kita terbang kemana-mana, untungnya mereka bilang akan mengganti rugi!"

"Aku baik-baik saja," sahut Istvan dengan suara yang pelan. "Aku belum sempat masuk ke ruangan tadi."

"Oh, syukurlah."

Jennie mengusap dadanya dengan pelan. "Apa yang kau … kau memegang kadal?! Sial, Istv … bagaimana kalau ada wartawan yang melihatmu?"

Istvan sekarang berada dalam popularitas yang mulai naik berkat gaun yang dirancang oleh Luna, jangan sampai kadal peliharaan Luna menjadi bumerang.

Jennie bergidik, bagaimana pun menurutnya memelihara seekor kadal bukanlah sesuatu yang lazim, kenapa tidak memelihara seekor anjing atau kucing yang lucu saja?

Jennie tidak habis pikir, mungkin ia harus membicarakan ini pada Luna nanti. Sang manager menghubungi Luna dengan ponselnya.

Suasana di bawah sangat ramai, semua orang memilih turun karena takut akan ada serangan petir berikutnya, hujan di luar masih turun dengan deras.

Beberapa orang memilih berkumpul dan mengobrol, menghilangkan rasa bosan, tidak ada yang memperhatikan ada seekor kadal di tengah-tengah mereka.

Ketika si kadal hitam berhenti memberontak, Luna datang dengan tergopoh-gopoh, matanya merah dan terlihat jelas jika ia sangat khawatir.

"Ao …." Luna hamper berteriak, tapi buru-buru mengatupkan mulutnya. "Di mana kau menemukannya?"

"Ini jatuh," kata Istvan dengan suara pelan, mengulurkan tangannya ke arah Luna lalu melepas kadal itu tiba-tiba. "Aku pikir aku harus membawanya padamu."

"Ya ampun, terima kasih Istvan!"

Luna menangkap kadal yang bergelantungan di udara, kemudian buru-buru memasukkannya di dalam tas, seolah jika ia terlambat sedikit saja, kadal itu bisa hilang ditelan udara.

"Karena urusan kita sudah selesai, bagaimana kalau aku pulang duluan?"

"Ya, tentu." Jennie menyahut tanpa sadar, perlakuan Luna ke peliharaannya terlalu aneh.

Istvan mengangguk sambil tersenyum tipis. Tanpa menunggu lebih lama lagi Luna langsung menghilang di tengah kerumunan orang-orang.

Hujan deras perlahan-lahan mulai reda, orang-orang yang khawatir akan serangan petir barusan mulai kembali ke urusannya masing-masing dan petugas pemadam kebakaran segera berbenah.

Di sisi lain, Luna berjalan cepat melintasi trotoar yang basah, tidak peduli jika percikan air yang ada di bawah kakinya memercik mengenai ujung celananya yang berwarna putih, tidak peduli jika warna coklat mulai menghiasi bagian bawahnya dan terus naik.

Wanita itu memeluk tas yang ia bawa dengan erat di depan dadanya, seolah ia sedang memegang harta karun yang amat berharga, sementara itu ... si kadal hitam yang masih terjebak di dalam berusaha bergerak karena merasa sesak.

Aodan tidak tahu kenapa hari ini ia begitu sial, sudah bertemu Istvan, kali ini ia harus terperangkap di tas Luna yang penuh dengan barang-barang, sangat tidak nyaman.

Bayangkan saja, bagaimana rasanya terperangkap bersama dompet, ponsel yang tidak berhenti menyala karena notifikasi masuk, lalu ada botol parfum yang baunya sangat menyengat, diikuti dengan lipstick murahan yang kehilangan tutupnya.

Rasanya seperti ada di ruang penyiksaan, terlalu mengerikan.

Aodan harus menuntut Luna begitu mereka kembali, satu mie instan tidak cukup, Luna harus membiarkannya memilih makanan enak untuk dimasak.

Langkah berderap Luna akhirnya berhenti tiba-tiba, si kadal hitam hampir merasakan bagaimana rasanya diguncang seperti kotak undian dan merasa pusing, begitu tas dibuka, ia tidak bereaksi banyak.

"Apakah kamu baik-baik saja?"

Kadal itu mengangkat kepalanya menatap Luna yang berjongkok membuka tasnya, seperti seekor anak kecil yang memeriksa peliharannya dalam kotak kardus.

Sangat lucu.

"Maafkan aku, seharusnya aku membawamu." Luna berkata dengan suara yang bergetar, matanya benar-benar merah dan siap untuk menangis.

"Padahal aku yang membawamu kemari, tapi aku tidak tahu menahu tentang serangan petir yang terjadi, aku terlalu sibuk menerima wawancara …."

Suara isakan terdengar dengan jelas, Luna benar-benar menangis.

"Maafkan aku … maafkan aku …."

Suara isakan tangis Luna benar-benar tidak nyaman didengar.

Kadal hitam itu bingung, kedua cakarnya terulur menyentuh tangan Luna, ia ingin berubah menjadi manusia untuk menghibur, tapi sayangnya Luna sepertinya tidak pandai memilih tempat.

Ketimbang di tempat sepi atau toilet, Luna memilih trotoar yang menjadi tempat lalu lalang orang untuk menangis terisak-isak di depan seekor kadal.

Siapa pun yang melihatnya akan mengira jika Luna memiliki masalah mental, termasuk Aodan.

Aodan hanya bisa menghela napas, bertingkah sebagai hewan peliharaan yang baik, mengusap jari jemari Luna dengan lembut. Mata keemasan itu menyipit, tidak sedikit orang yang berlalu lalang akan melihat mereka, tapi tidak ada yang berani menegur atau sekadar bertanya.

Mungkin apa yang dipikirkan oleh orang banyak sama dengan apa yang Aodan pikirkan.

Wanita ini gila.