Chereads / Be My Bride / Chapter 34 - Mawar Untukmu 

Chapter 34 - Mawar Untukmu 

Demi Tuhan!

Kenapa di saat Luna ingin bersantai ia malah bertemu dengan Rachel?!

Luna merasakan kepalanya hampir meledak karena amarah, ia meremas lengan Aodan dan berdehem dengan keras.

"Kau tidak biasanya ada di tempat seperti ini," sindir Luna secara halus.

Rachel yang notabenenya adalah seorang model papan atas seharusnya tidak mungkin berkeliaran di depan toilet umum. Rachel yang biasanya dikelilingi asisten dan penata riasnya itu tidak biasanya terlihat sendirian, Luna bahkan hampir curiga, mungkin saja Rachel mengikutinya.

"Aku ada pemotretan." Rachel mengibaskan rambutnya dengan angkuh. "Awalnya aku pikir hubungan kalian … hanya sebatas uang."

"Betina ini mulutnya seperti semburan kotoran." Aodan mencibir.

Rachel membeku, ingin mengumpat tapi menyadari jika ia berada di tengah orang banyak membuatnya menahan dirinya.

Luna langsung melirik Aodan yang melanjutkan perkataannya. "Apa kau pikir wanita ini punya banyak uang sehingga mampu membayarku? Asal kau tahu saja, aku bukan orang yang kekurangan uang, bahkan. untuk membeli semua yang ada di tubuhmu pun aku mampu."

Rachel mengerutkan keningnya, hari ini apa yang ia kenakan di tubuhnya bukan sesuatu yang murah, semuanya adalah barang branded.

Bagaimana mungkin Aodan bisa mengenalinya? Rachel mulai curiga apa sebenarnya pekerjaan Aodan.

Aodan diam-diam menyadari lirikan Luna ke arahnya, ia berkeringat dingin. Berharap semoga wanita di sebelahnya ini tidak memiliki obsesi untuk mencabut sisik demi sisiknya, kalau tidak, ia akan menjadi botak.

"Oh, lihat betapa sombongnya dirimu, memangnya apa yang kau miliki …."

"Sudahlah," potong Luna sambil menarik tangan Aodan, sedikit menyeretnya menjauh. "Betina seperti dia tidak perlu diladeni."

"Berhenti memanggilku betina seolah aku hewan," geram Rachel tersinggung, lama-lama berada di depan dua orang ini membuatnya frustasi. "Kalian terlalu kurang ajar!"

Luna tidak berminat meladeni Rachel lebih lama lagi, ia memutar bola matanya dan melangkah menjauh bersama Aodan. Terdengar gerutuan Rachel di belakang, tapi baik Luna mau pun Aodan, mereka tidak menoleh.

"Kenapa? Kalau kita membalasnya, ia pasti akan kalah." Aodan menyikut Luna, merasa sikap wanita itu tidak biasanya.

"Jangan bicara omong kosong. Kalau kita membalas, maka ia juga akan membalas, kita bisa seharian terjebak di depan toilet dan tidak jadi melihat-lihat, kau mau?"

"Oh …."

Walau itu bukan alasan yang sebenarnya, tapi Luna berharap Aodan tidak membahasnya lagi.

Hubungannya dengan Rachel tidak akan pernah berubah, mereka akan tetap seperti ini sampai kapan pun, semua perbuatan Rachel akan selalu membekas di hatinya.

Pada intinya, dia tidak akan semudah itu memaafkan dan Rachel bukan orang yang akan meminta maaf sampai kapan pun.

Ketika mereka berjalan semakin jauh, semakin banyak orang-orang yang berlalu lalang, beberapa orang di pinggir jalan menggelar peralatan musik dan memainkannya untuk menarik pejalan kaki singgah barang sebentar, tidak jarang ada satu dua bunga mawar yang dilempar ke tengah dari orang-orang yang singgah.

Belum lagi beberapa gadis seksi yang berjalan berlenggang-lenggok dengan Guan mereka yang unik, seolah mereka sedang parade, membuat suasana di sekitar semakin meriah.

Di sisi lain jalanan juga ada orang-orang yang menjual makanan ringan, entah itu hanya sekadar permen atau keripik kentang yang sudah dikemas dalam kemasan yang lucu.

Aodan baru kali ini berjalanan jauh dari rumahnya, terlebih lagi kali ini bersama dengan Luna. Matanya berbinar penuh dengan rasa antusias, begitu mereka baru berjalan beberapa langkah, Aodan akan berhenti, entah itu melihat atau memaksa Luna untuk membelinya.

Perayaan ulang tahun Ibukota adalah hal yang istimewa, semua orang akan ke sini untuk menikmati konser dari penyanyi-penyanyi papan atas dengan gratis, belum lagi ada beberapa hadiah yang akan diberikan pada orang yang beruntung.

"Berhentilah membeli …." Luna menggerutu, melihat mata laki-laki itu membuatnya tidak bisa menolak, tapi sekarang kedua tangannya sudah penuh dengan makanan.

"Satu lagi, aku ingin membeli satu lagi."

Aodan berjalan lebih dulu kea rah seorang gadis kecil yang memeluk bunga mawar dalam keranjang, mata gadis kecil itu berbinar.

"Aku ingin membelinya!" Aodan mengambil keranjang bunga dari si gadis kecil, lalu mengisyaratkan Luna untuk membayar.

"Aku masih bisa memaklumi jika kau membeli makanan, tapi untuk apa kau beli sekeranjang bunga?" Luna mengomel, dalam benaknya sudah terbayang bagaimana Aodan akan membagi-bagikan satu persatu bunga pada para gadis.

Saat pulang nanti, ingatkan Luna untuk mengajar cara menghemat uang pada Aodan.

"Bayarlah, jangan pelit. Kau tidak mau kan melihat gadis kecil ini berdiri sampai kita pulang gara-gara bunganya tidak laku, kan?"

Gadis kecil itu tersenyum, mengedipkan matanya berkali-kali seolah mendukung apa yang Aodan katakan.

Aodan tidak mengetahui pemikiran Luna, ia memilah-milah mawar yang ada di dalam keranjang, lalu menyatukannya dengan saputangan yang baru saja di belinya.

Luna bersungut-sungut, mau tidak mau membayar karena Aodan lagi-lagi sudah meninggalkannya, laki-laki itu menyerahkan keranjang bunga yang sudah kosong ke seorang Nenek yang ingin membeli jeruk.

"Hei, jangan jauh-jauh!"

Luna menyeret bawaan di tangannya untuk menyusul Aodan, orang-orang yang berlalu lalang membuatnya sedikit kesulitan menyusul Aodan.

Aodan tampaknya tidak mendengar, ia tiba-tiba berhenti dan menundukkan kepalanya.

"Kadal jelek! Aku tidak akan memasak lagi kalau kau bertingkah seenaknya!" Luna masih mengomel, begitu mencapai Aodan, napasnya yang terengah-engah itu terdengar dengan jelas.

Begitu Luna menegakkan tubuhnya, seikat bunga mawar langsung muncul di depan wajahnya.

"Apa ini?"

"Bunga mawar," kata Aodan dengan senyuman lebar di wajahnya. "Aku mengikat bunga mawar ini untukmu!"

Luna sedikit canggung karena ia diberi seikat bunga di tengah orang banyak, belum lagi Aodan yang menatapnya dengan mata yang berbinar-binar.

Bunga mawar mungkin bagi sebagian orang adalah bunga yang biasa, tapi bagi Luna bunga mawar adalah sesuatu yang berharga.

Umumnya orang-orang bisa memiliki bunga itu di hari tertentu saja, seperti hari pernikahan, hari valentine atau hari khusus lainnya.

Tapi Luna tidak, saat pernikahannya dengan Gerald, ia tidak mendapatkan mawar itu, melainkan bunga matahari, lalu saat hari valentine ….

Gerald bahkan tidak memberikannya apa-apa.

"Aodan … ini …."

"Ini untukmu," lanjut Aodan lagi, meraih bawaan yang dibawa Luna dan menjejalkan bunga itu ke arah Luna. "Pokoknya itu untukmu."

Luna tidak bereaksi beberapa saat, menatap bunga mawar yang baru saja ia beli dan sekarang bunga itu menjadi miliknya.

Luna tidak tahu apakah ia harus tertawa atau menangis, tapi ia tidak menolak bunga yang diikat kasar dengan saputangan oleh Aodan, ia menyusul Aodan untuk mengarahkannya ke jalan konser yang benar.

Sesekali terdengar Omelan Luna dan suara tawa Aodan dari kejauhan.

"Ini akan sulit untuk memberitahu kenyataan yang sebenarnya."

Istvan yang sejak tadi mengikuti mereka berdua menghela napas, ia menggelengkan kepalanya dengan pelan.

Awalnya ia pikir Luna tidak akan tahu menahu tentang Aodan dan hanya memperlakukannya seperti peliharaan biasa, tapi siapa sangka bahwa hubungan mereka akan sebaik ini?

Istvan tampaknya harus memikirkan baik-baik apa yang akan ia lakukan pada Aodan dan Luna.