Chereads / Be My Bride / Chapter 33 - Tertangkap Basah

Chapter 33 - Tertangkap Basah

Aodan sudah berusaha keras memikirnya, tapi ia tidak bisa mengingat apa pun tentang Istvan selain bayangan ia memakai baju zirah terakhir kali.

Laki-laki itu mendengkus dengan pelan, melirik Luna yang sibuk di ruang kerjanya menjahit kain demi kain, suara deru mesin jahit sudah menjadi bagian dari keseharianya.

Aodan malas keluar berkeliaran, selain karena ia tidak ingin ditemukan oleh orang sejenis Istvan, ia juga tidak mau berurusan dengan hal-hal yang melelahkan sebelum luka dan ingatannya pulih.

Terlalu berbahaya, ia tidak tahu seperti apa dirinya di masa lalu, bisa saja dirinya adalah orang jahat dan mempunya banyak musuh.

Aodan bersandar di sofa, dalam hati membenarkan apa yang ada di pikirannya.

"Aodan, coba lihat kemari."

Luna keluar dari ruang kerjanya, ia memakai kacamata dan rambut yang diikat seadannya, tangannya memegang sebuah jas hitam yang setengah jadi.

"Kau membuatkan aku jas untukku?"

Laki-laki itu bersedekap, menyipitkan matanya ke arah Luna.

"Yang benar saja," bantah Luna. "Akhir-akhir ini pengunjung butik tidak hanya wanita, tapi juga laki-laki. Kupikir aku harus membuat beberapa jas buatan tangan sendiri."

Luna menarik Aodan berdiri, memasang jas itu ke tubuhnya, peniti yang besar masih menempel di setiap sisi jas itu.

"Kapan kau melakukan sesuatu yang baik untukku?" Aodan mendengkus, Luna sepertinya adalah orang yang paling anti menunjukkan perhatian semenjak perceraiannya dengan Gerald.

"Bukannya aku melakukannya setiap hari?"

Luna mencatat lingkar dada laki-laki itu, dia jauh lebih besar dari Gerald dan tinggi. "Aku memasak, aku menyediakan televisi yang siap kau tonton 24 jam, aku juga membiarkanmu tidur di kasur yang empuk, apa itu tidak disebut berbuat baik?"

Aodan tidak menanggapi, berbicara dengan Luna, sama saja seperti berbicara dengan tembok, memantul balik.

"Kau sangat perhitungan."

Luna mengulum senyum tipis di wajahnya, ia melihat Aodan yang kembali bermalas-malasan di depan televisi, merasa kasihan juga dengannya karena tidak memiliki banyak kesempatan mengenal dunia luar lebih banyak.

"Ayo kita jalan-jalan keluar."

"Huh?" Aodan langsung duduk tegak, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Jangan membohongiku."

Tanpa Luna pun ia bisa jalan-jalan, ia tampan. Para wanita tentu tidak akan berpaling begitu melihatnya.

Tapi sayang uangnya dikuasai Luna.

"Tidak, aku serius." Luna menaruh jas dan buku catatannya di atas meja. "Kebetulan sekali hari ini ada festival perayaan ulang tahun Ibukota, mau melihat-lihat?"

"Festival?"

Aodan baru saja melihat iklannya di televisi, ia pikir itu berada di belahan bumi yang lain, tapi ternyata mereka bisa mengunjunginya?

"Ya, mau tidak?"

"Oke! Oke! Ayo kita pergi!" Aodan berdiri dengan semangat, mengenggam tangan Luna tapi buru-buru wanita itu menghalaunya.

Luna masuk ke dalam kamarnya, Aodan pikir wanita itu akan mengganti pakaiannya dan sedikit berdandan, tapi nyatanya Luna membawa keluar tas laknat yang pernah mengurungnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Aodan mundur, pengalaman di dalam sana jelas bukan sesuatu yang nyaman.

"Tetanggaku akan berpikir aneh-aneh kalau melihatku keluar denganmu."

"Bukannya mereka memang sudah aneh dari sananya?"

Bibi tukang roti yang hobinya bergosip, wanita karir yang genit di seberang jalan, belum lagi orang-orang yang selalu mencemooh Luna sebagai wanita gila.

"Jangan membantah, ayo cepat masuk!" Luna tampaknya tidak suka perkataannya diganggu gugat, ia membuka lebar-lebar tas lalu mengarahkannya ke wajah Aodan.

"Kau kejam," keluh Aodan jujur dengan jujur.

Di dalam tas sana masih ada isi yang sama, botol parfum, ponsel … Aodan rasanya ingin menangis.

"Tidak bisakah aku di bahu atau kepalamu saja?"

Luna bedecak, sudah cukup Jennie yang memandangnya dengan jijik ketika melihatnya memegang Aodan, jangan sampai ada orang lain yang melihat Luna dengan cara yang sama.

"Kalau kau bisa mengubah wujudmu menjadi kucing atau burung aku bersedia." Luna berkata dengan wajah datar. "Cepat masuk atau tidak jadi pergi?"

Lagipula siapa yang menyuruhnya memiliki wujud reptil dengan warna hitam legam? Semua orang akan berpikir Luna memiliki kesukaan yang ekstrim.

Melihat Aodan yang masih tidak bergerak, Luna mengguncang tasnya.

"Ayo!"

Dengan setengah terpaksa, Aodan berubah dan masuk ke dalam tas Luna lagi. Ia menggulung tubuhnya sedemikian rupa agar tidak mengalami hal yang sama untuk yang kedua kalinya.

"Nah …." Luna menepuk tasnya dengan puas, menutupnya rapat-rapat. "Sekarang kita siap berangkat."

Luna bergegas keluar, mengunci pintu dan berjalan menuju halte bus terdekat. Suasana hatinya cukup baik hari ini. Tidak ada Gerald, tidak ada Rachel … harinya benar-benar hari yang baik.

Kadal hitam yang kembali terperangkap di dalam tas tidak bergerak, bertingkah seperti benda mati. Ia tidak ingin Luna mengguncangnya karena kesal.

Luna hanya mengenakan kemeja motif bunga kecil dan rok coklat muda yang panjangnya sedikit di bawah lutut, sepatu yang ia kenakan pun adalah sepatu berwarna senada.

Luna sebenarnya adalah wanita yang cantik, dengan rambut dan matanya yang hitam seperti pekatnya malam, ia hanya sedikit lebih berisi dari Rachel. Dan mungkin itu menjadi daya Tarik yang berkurang di mata mantan suaminya.

Wanita itu tidak peduli dengan penilaian orang lain, sekarang ia sudah bebas melakukan apa pun yang ia inginkan.

Tidak ada yang bisa mengatur-ngatur hidupnya atau ia harus khawatir tentang komentar yang diberikan keluarga Alberth tentang penampilannya dan harus menanggung sakit hati hingga berhari-hari di masa lalu.

Bus tiba dengan cepat, orang-orang turun terlebih dulu, kemudian Luna naik dan memilih tempat duduk yang ada di dekat jendela.

Perjalanan mereka menuju festival memakan waktu selama setengah jam, begitu mereka turun Luna langsung membawa tasnya ke toilet dan melemparnya ke dalam.

Aodan tidak bisa menggerutu, begitu ia berubah, ia langsung membanting pintu toilet dan melotot pada Luna.

Perlukan ia ingatkan pada wanita ini bahwa ia tidak suka dilempar-lempar?

Aodan masih makhluk hidup yang bernyawa, bukan boneka kain berisi busa!

"Kenapa melemparku tiba-tiba?! Setidaknya beri aku aba-aba atau sesuatu dulu, aku hampir menabrak kloset!"

"Aku tidak ingin masuk ke toilet laki-laki … aku juga tidak ingin dianggap gila karena berbicara dengan seekor kadal."

Kening Aodan berkerut penuh kemarahan. Bukankah dia kemarin yang menangis terisak-isak di tengah trotoar?

Aodan tidak habis pikir.

"Luna, kuperingatkan sesuatu." Aodan berjalan mendekat tapi Luna menghindarinya dan berjalan mundur, membuat laki-laki itu merasa kesal.

Aodan meraih tangan Luna, karena gerakannya yang keras, Luna tidak bisa menjaga keseimbangan kakinya, ia terjatuh ke arah Aodan.

Aodan memegangi pinggang Luna, menahannya agar tidak jatuh ke tanah. Mata keemasannya menatap Luna dengan tajam.

"Aku tidak suka dilempar, lain kali kalau kau melemparku lagi … aku akan pergi … pergi yang jauh ... sangat jauh ...."

Luna mencibir, Aodan hanya menggertaknya.

"Wah, tidak kusangka ternyata kalian sangat romantis ya," ucap seseorang memotong ucapan Aodan, Luna langsung menoleh dan wajahnya langsung merah padam.

"Kau?!"