Chereads / ANTON HANTU KEPALA TERBANG / Chapter 9 - Tanah Yang Berbicara

Chapter 9 - Tanah Yang Berbicara

Langit fajar masih gelap, dan sama sekali belum terlihat aktivitas penduduk di kota kecil ini.

Beberapa anggota rombongan mulai terdengar mengeluarkan suara ... memancing perbincangan ... mengusir cengkraman rasa takut.

"Belum ada yang merasa lapar nih?" tanya Andri kepada kami semua.

Ruas jalan agak berbelok ringan ke arah kiri. Salah satu teman dalam rombongan tiba-tiba memberi aba-aba untuk berhenti.

"Stop ... stop dulu sebentar!" ujar Indra.

Ternyata Indra berniat membagikan beberapa butir buah arbei yang sempat dia kumpulkan dari halaman samping yang sekaligus menjadi kebun arbei di rumah kami.

"Siapa yang mauuu ...?" tanya Indra.

"Mau ... mau ... maulah!" jawab kami kegirangan.

Rasa manis dan getir berbaur ketika tanpa sengaja bagian pangkal buah tergigit. Tekstur buah terasa agak kasar untuk menu sarapan sefajar ini.

Shubuh masih memeluk kota ketika kami beranjak meninggalkan titik penghentian terakhir. Niat yang sedari tadi sudah muncul kuat untuk segera kembali ke rumah, sedikit berubah ... ragu ... masih tergoda untuk melanjutkan petualangan bersepeda.

Rupanya suara dalam benak saya terkoneksi dengan beberapa anggota rombongan yang lain. Salah satunya mengajak untuk meneruskan perjalanan ke arah rumah dinas Direktur Pertambangan Timah, karena di sana terdapat beberapa ekor rusa yang sengaja dilepas dalam area taman yang sangat luas.

"Eh kalian harus melihat rusa di halaman rumah Direktur Timah!" ujar Andri setengah berteriak.

"Oiyalah ... rute wajib itu!" balas Indra seperempat berteriak.

Seingat saya, ketika hampir mendekati rumah tersebut, kami berada di suatu ruas jalan yang berada pada elevasi paling tinggi ketimbang area di sekitarnya.

Di kanan jalan terbentuk sebuah lembah kecil ditumbuhi rumputan liar. Di sanalah Oxy yang berada di barisan depan tiba-tiba berhenti secara mendadak.

Sepeda direbahkannya ke sisi kiri jalan. Dengan wajah polosnya, dia langsung merebahkan diri ke jalanan aspal yang masih berlapis embun.

Awalnya kami yang ikut berhenti hanya tertawa melihat tingkah lakunya. Tapi kemudian ... suasana mistis kembali muncul dari alam bawah sadar, perlahan naik ke permukaan ruang kesadaran kami.

Gerakan Oxy yang tiba-tiba membalikkan badannya membuat kami semua terperanjat ... dia tempelkan daun telinga kanannya ke permukaan jalan yang lembab ...!

Dia memberi isyarat agar kami semua diam ...!

Tampangnya terlihat serius seakan-akan sedang mendengarkan pembicaraan di balik sebuah dinding.

Andri dan Indra mulai mengikuti apa yang dilakukan Oxy. Sisanya masih tetap mempertahankan posisi duduk di atas sepeda.

Tiga puluh detik sesudah itu ... terlihat ketiganya saling melempar pandangan asing ...!

Lili dan Vivi yang semula akan mengikuti apa yang mereka lakukan, membatalkan gerakannya turun dari sepeda.

Laaarrrrrriiiiiiiii ....!!! Kabbbbbuuuurrrrrrrr ...!!

Tiba-tiba terdengar suara lantang Andri, Indra, dan Oxy berteriak sambil bangkit dari jalanan ... yang lain sempat kebingungan melihat mereka lari sambil menuntun dan berusaha loncat ke saddle sepeda.

Tak menunggu aba-aba kedua, kami semua akhirnya ikut meninggalkan lokasi sambil bertanya-tanya ada kejadian apa barusan.

Semua melarikan sepeda sekencang-kencangnya ...!

Tak jauh dari sana jalanan agak menurun, aku sempat melihat Oxy yang mulai kehilangan kendali ... roda depannya terlihat bergetar kencang ... dia terus berusaha mengencangkan pegangan ke handle bar.

"Hati-hati Oxxyy ...!" Aku berteriak sekeras mungkin.

Tapi ... semua terlambat ...

Oxy mulai miring ke arah kanan, kemudian terlempar lagi ke kiri ... sampai akhirnya dia terbang terpisah dari sepedanya yang terlempar ke kiri jalan ... badannya jatuh ke arah kanan ...

"Braaaagggkkkkk ... srrrrreecccchhhhhtttt ... ughhhh ... aduuuuhhhhhhh ....!!!" Suara logam bergesek dan teriak kesakitan saling menyusul memenuhi rongga pendengaran ... membuat akal hilang kendali ... ciut ... bingung ... menambah kompleks rasa takut yang terbawa sejak tadi.

Suara rem tromol serta gesekan karet sandal dan sepatu terdengar hampir bersamaan menghentikan sepeda lainnya. Kami segera memeriksa kondisi Oxy ...

"Ada yang patah ...?" Terdengar Indra bertanya.

"Oxy kamu gak apa-apa, kan?" tanya Alan.

Syukur alhamdulillah Oxy terlihat langsung berusaha duduk ... mukanya nampak pucat ...!

Ketika dia memalingkan wajahnya, baru terlihat darah mulai berlomba mencari jalan keluar tercepat dari luka parut di pipi kirinya.

Whakssss ... Refleks ... kami menunjuk ke arah luka tersebut ...!

Oxy tersadar bahwa ada tetesan darah yang jatuh ke lengan bajunya.

Gerakannya yang tiba-tiba menyeka luka dengan ujung lengan baju membuat salah satu teman berteriak kaget ...

"Jangggaaannnn ...!!!" ujar Andri

Keterlambatan kedua terjadi lagi ...!

Setelah itu Oxy spontan berupaya naik ke sepeda ...

Melihat gerakannya yang langsung naik ke sepeda membuat kami semua semakin terkejut. Untung saja aku sempat memegang bagian belakang sepedanya ... gerakannya terhenti ... aku berjalan ke arah depan sepedanya dan benar saja ...

Stem terlihat serong ke kiri. Kemudian ban depannya kujepit dengan kedua kaki sambil berusaha meluruskan arah handle bar dan stem yang modelnya seakan masih menyatu dengan steerer tube.

Selepas itu, kami kembali melanjutkan perjalanan.

Oxy berada di kiri berpasangan denganku dalam satu baris.

Semua anggota rombongan yang lain, setuju untuk menyertai kami bertiga sampai ke rumah.

Dengan kecepatan seperti ini, perjalanan terasa panjang ... sesekali aku mencuri pandang ke arah Oxy ... raut muka kesakitan sama sekali tak terlihat di wajahnya.