Chereads / The C Toxin / Chapter 33 - Questions

Chapter 33 - Questions

Laboratorium Forensik Seoul

Seoul, Korea Selatan

29 April 2016

15.00 P.M KST

"Benar, identitas pemiliknya tidak teridentifikasi" final Taeyong setelah melihat data di monitor itu berulang kali.

"Apa kalian yakin?" tanya Doyoung tak percaya. Ia turut mengamati data di monitor itu, berusaha sebisanya memahami berdasarkan arah tunjuk Taeyong.

"Apa mungkin spesimen itu rusak?" tanya Doyoung.

"Tidak, Aku sudah memeriksanya berulang kali," jawab Denise. Ia melihat kembali kotak hitam dan plasti klip berlabel itu, "Apa arti dari kode-kode ini?" lanjutnya bertanya.

"FF-1 sampai FF-4 mengindikasikan urutan penemuan, CH untuk kursi, GS untuk gelas, TB untuk meja, dan DR untuk pintu," jelas Doyoung. Ia menyandarkan punggungnya setelah memeriksa data itu berulang kali sama seperti Taeyong.

"Spesimen yang tidak terdeteksi berasal dari pintu," ujar Taeyong.

Beberapa detik mereka bertiga berada dalam keheningan, hingga Doyoung menjentikkan jarinya, "Pasti itu bukan milik Eric Sohn," ujarnya.

"Bagaimana Kau menyimpulkan begitu?" tanya Denise.

"Pikirkan saja begini, jika itu milik Eric, itu pasti akan terdeteksi, karena spesimen itu tidak rusak. Lalu jika sidik jari itu ditemukan di gagang pintu, bukankah itu bisa mengarah pada sidik jari pelaku pembunuhan? I mean like ... Eric tewas terlebih dahulu sebelum sidik jari itu tercetak di gagang pintu," terang Doyoung panjang lebar. Taeyong dan Denise masih sibuk mencerna hipotesis Doyoung.

"Itu masuk akal," respon Taeyong.

"Sayangnya kita tidak memiliki data waktu sidik jari itu mulai tercetak," gumam Denise.

Tiba-tiba seseorang datang dan langsung masuk menghampiri ketiga orang yang sedang berpikir itu.

"Oh, Brian, Kau cepat juga," ujar Doyoung yang masih terlihat kaget.

"Ya, Aku bergegas kesini," jawab Brian, "Ini," lanjutnya mengeluarkan satu amplop coklat berukuran A4 kepada Doyoung.

Doyoung dengan cepat membuka map coklat itu, menaruhnya di meja terdekat agar Taeyong, Brian, dan Denise dapat turut melihat isinya.

"Denise, coba Kau interpretasi data ini," titah Doyoung.

Denise segera membaca data-data hasil identifikasi sidik jari itu dengan seksama. Tidak ada yang membuka suara hingga perempuan berambut sebahu itu selesai dengan pekerjaannya.

"Aneh sekali, apakah Aku melakukan kesalahan?" ujarnya.

"Bagaimana?" tanya Doyoung.

"Hasil identifikasi ini menyatakan bahwa keempat spesimen adalah milik orang yang sama, Eric Sohn," jawabnya.

"Bisa Kau analisis ulang spesimen itu sekarang?" kali ini Brian.

Denise mengangguk, "Bisa, hanya saja ini terakhir, spesimen itu tidak bisa digunakan setelah tiga kali analisis," ujar Denise. Ia kemudian kembali dengan pekerjaannya.

"Tunggu!" ujar Doyoung tiba-tiba setelah melihat data yang dibawa Brian itu, "Sepertinya dokter Kang melakukan dengan metode yang lebih detail," lanjutnya.

"Lihat disini, dia memiliki waktu sidik jari itu tercetak," ujar Doyoung sembari menunjuk empat baris tabel dengan angka cukup kecil di sisi kanan sebuah grafik. Itu adalah legenda atau keterangan grafik yang mungkin tidak teramati oleh Denise tadi.

"Benar, disini tertulis bahwa sampel nomor 4 mulai tercetak pada pukul 02.38 dini hari, ini empat menit lebih lambat dari waktu kematian Eric Sohn," ujar Taeyong yakin. Ia sangat mengingat hasil pekerjaannya beberapa waktu lalu untuk mengungkap waktu serta penyebab kematian Eric Sohn.

"Tapi mengapa mereka menuliskan nama Eric Sohn sebagai identitias sidik jari itu?" tanya Brian.

Doyoung tersenyum miring, "Aku belum bisa memberitahukannya," ujarnya.

Rumah Sakit Kun Qian Center

Daxinganling, China

29 April 2016

17.45 P.M CST

Wendy, Jackson, Somi, Hendery, Kun, dan Dejun tengah menyantap makan sore menjelang malam mereka di ruang makan rumah sakit yang bersebelahan dengan UGD. Makan malam itu tidak hening karena candaan Hendery, Jackson, dan Somi yang terlontar bahkan saat mereka makan.

"Ah, jadi Kau wanita yang sering menjadi broker para imigran ilegal dari Rusia?" tanya Hendery begitu Ia mengetahui identitas Somi. Pria berwajah sedikit bangsawan itu mengingat kembali betapa banyak pasien yang datang berasal dari Rusia setiap bulannya.

"Broker? Haha apa maksudmu wahai dokter tampan?"

"Uhukk ... " Kun tersedak kuah sup ayamnya begitu mendengar kata 'tampan' keluar dari mulut Somi. Ia bergegas meneguk air kemudian mengangkat kedua tangannya 180 derajat ke udara.

"Kau kenapa, hah? Tidak rela Somi menyebutku tampan?" canda Hendery ketika Kun masih mengatur nafasnya.

"Dia sudah menyerah, hahahaha," timpal Jackson menunjuk formasi tangan Kun. Kun segera menaruh tangannya pada posisi normal, melanjutkan suapan kuah supnya yang tertunda.

"Sayangnya dokter Hendery memang tampan, tapi Kau lebih tampan, dokter Kun,"

"Uhukk ...." Kun tersedah kuah sup ayam untuk kedua kalinya, bahkan ini lebih parah karena ucapan Somi tadi ditujukan langsung padanya.

"Ya ampun Kun, biar Gege tanya padamu, sudah berapa lama Kau melajang, hah? Sampai-sampai salah tingkah dengan hanya dipuji tampan oleh wanita jadi-jadian seperti Somi?" tanya Jackson sembari tertawa yang kemudian ditendang kakinya oleh Somi.

"Dasar perjaka tua, hahaha," timpal Hendery semakin memanas-manasi Kun yang masih dalam mode tersedak.

Sementara itu, Wendy dan Dejun hanya memperhatikan tingkah laku keempat orang yang duduk bersama mereka itu.

"Apakah rumah sakit ini selalu selucu itu?" tanya Wendy kepada Dejun yang duduk dihadapannya.

"Tentu saja tidak, Kun mana mau meladeni lawakan Hendery. Kebetulan saja Jackson-ge ada disini, ditambah Somi, Hendery seperti menemukan teman lama," jawab Dejun sembari tertawa.

"Ah, begitu ..."

"Dimana Jaehyun?" tanya Dejun kemudian.

"Dia disana, menunggu wanita itu tersadar," alih-alih Wendy, Somi menjawab pertanyaan Dejun barusan, "Lihatlah, sedari tadi Ia sangat peduli padanya," lanjutnya sembari tertawa ringan.

"Bagaimana dengan Mark? Apa dia sudah sadar?" tanya Jackson.

"Sudah, dia baru saja sadar sebelum Aku kesini, dia mengatakan butuh waktu sendiri sampai jam 7 malam ini,"

"Wah, cara kerjanya masih sama, seorang pemikir ulung," ujar Somi.

"Setelah ini, suruh dia makan," ujar Kun tiba-tiba, menyita perhatian kelima orang lainnya.

"Ba ... baiklah," ujar Wendy sedikit terbata, mengingat Kun yang melihatnya dengan tatapan dingin seperti biasa.

"Bagaimana jika Kau yang mengantarkan makanannya Kun? Bukankah kalian perlu bicara panjang lebar?" ujar Jackson, membuat perhatian Wendy teralihkan.

"Aku rasa saat ini dia lebih membutuhkannya," balas Kun sembari menunjuk Wendy dengan dagunya, bukan tangannya.

Wendy menghela nafas dalam, Ia merasa Kun sedang bertindak tidak sopan padanya, padahal mereka berdua adalah orang asing, tidak seharusnya Kun seperti itu.

"Semuanya! Luika sudah sadar!" seru Jaehyun yang tiba-tiba sudah muncul dibalik pintu ruang makan.