Chereads / The C Toxin / Chapter 37 - Not Enough

Chapter 37 - Not Enough

Rumah Sakit Kun Qian Center

Daxinganling, China

29 April 2016

19.45 P.M CST

Mark, Wendy, Jaehyun, Jackson, Yugie, dan Somi duduk bersama di ruang kerja Dejun. Sementara itu, sang pemilik ruangan tengah berjaga di UGD. Mereka tengan melihat rekaman interogasi Luika beberapa waktu lalu.

"Dia seorang fisikawan nuklir, bukankah itu sedikit identik dengan Rusia?" tanya Yugie begitu video selesai diputar.

"Yang lebih menarik adalah sosok Feodora Laubouv, yang mencari 100% data penelitian itu," ujar Jaehyun.

"Aku penasaran, apakah dia didukung oleh menteri pertahanan, atau ... dia bergerak sendiri dan merencanakan siasat lain?" tambah Somi.

"Lebih mengerikan lagi, bagaimana rencana sabotase itu," kali ini Jackson.

Mark melipat tangannya didepan dada, "Informasi dari Luika belum cukup kuat untuk dijadikan sebagai saksi dan menduga satupun tersangka," ujar Mark.

"Masih banyak yang dibutuhkan, kalian pikirkan, meskipun dia menyebutkan sosok Menteri Pertahanan, Kedutaan US, dan Wakil Menteri Pertahanan Rusia, bagaimana cara kita memvalidasinya?" jelas Mark panjang lebar.

Mark mencondongkan wajahnya kedepan, "Belum lagi kemungkinan wanita itu berbohong," lanjutnya.

"Kau benar, pernyataannya saja tidak cukup, Aku rasa kita harus memintanya melakukan banyak hal,"

"Benar, kita harus menginterogasinya satu kali lagi, kita belum bisa kembali ke Korea sebelum kesaksian wanita itu tervalidasi," ujar Mark serius.

"Bagaimana kondisi wanita itu saat interogasi tadi? Apakah mental dan fisiknya stabil?" tanya Jackson.

"Dia sempat tidak stabil di awal, fisiknya belum baik. Tapi Aku tidak melihat kebohongan dari pernyataannya," jawab Wendy.

"Atur dirinya untuk diinterogasi kembali besok pagi, kita tidak bisa menunggu lama," ujar Mark. Ia kemudian berlalu keluar ruangan.

Mark berjalan melalui koridor. Dirinya hendak menuju rooftop, namun Ia berpapasan dengan Dejun.

"Kau mau kemana?" tanya Dejun.

"Ah ... apa Kau punya kopi?" tanya Mark asal. Tapi memang benar, pikirannya sedang pusing dan Ia membutuhkan asupan kafein itu.

"Lurus saja, lalu belok kanan, ada mesin kopi disana," ujar Dejun sembari menunjukkan arah pada Mark.

Mark hanya mengangguk, menepuk pundak Dejun pelan lalu lanjut berjalan. Dejun hanya tersenyum tipis melihatnya.

Sesampainya dihadapan mesin kopi setinggi 140 cm itu, Mark segera menaruh papercup, menekan beberapa tombol agar mesin itu menuangkan double shot espresso kedalam papercupnya. Aroma kopi yang menguar dari sana perlahan merelaksasi pikiran Mark sebelum ponselnya berdering.

Kim Doyoung is calling ...

"Halo?" sapa Mark

"Kak, bagaimana kabarmu?"

"Aku baik, bagaimana denganmu? Apakah disana baik-baik saja? Apa saja yang Kau lakukan?" tanya Mark bertubi-tubi.

"Sabar sedikit, ada hal yang ingin Aku bicarakan denganmu sekarang, luangkan waktumu," ujar Doyoung cenderung memerintah seniornya itu.

"Aku akan menghubungimu lagi dalam 15 menit,"

"Apa Ka ..." ucapan Doyoung terpotong karena Mark yang sudah mengakhiri panggilan itu secara sepihak.

Baru saja Ia hendak mengambil papercupnya yang sudah penuh terisi espresso, tangan seseorang terlebih dahulu menggesernya.

"Apa yang Kau lakukan?" tanya Mark pada sosok itu, Kun.

"Kau buta? Tentu saja Aku membuat kopi," jawab Kun ketus, Ia tampak sibuk memilih opsi minuman itu. Pilihannya jatuh pada coffee latte.

Mark hanya memutar bola matanya, lalu mengambil papercup nya, "Dimana jalan menuju roof top?" tanya Mark sembari menyesap kopinya perlahan.

Kun mendelik, "Kau ingin bunuh diri? Frustasi dengan kasusmu yang belum usai dari 6 tahun lalu?" ujarnya asal.

Mark menghela nafas kasar, "Sejak kapan Kau jadi banyak bicara? Dimana jalan menuju rooftop?" sarkas Mark.

"Dua tangga di sebelah sana," jawab Kun, Ia menunjuk tangga itu dengan dagunya.

Rumah Sakit Kun Qian Center

Rooftop

Daxinganling, China

29 April 2016

20.30 P.M CST

Mark baru saja tiba di rooftop rumah sakit itu. Tampak rooftop itu bukanlah seperti tempat yang sering disinggahi kecuali untuk menjemur beberapa sprei putih disana.

"Apa rumah sakit ini kekurangan anggaran bahkan untuk sekedar melaundry sprei?" ujar Mark sembari menggelengkan kepalanya pelan.

Mark lalu berdiri bertumpu pada tembok pembatas depan rooftop itu. Ia menaruh papercup berisi espresso itu, lalu menghirup udara malam dalam-dalam. Cukup menenagkan, sudah lama Ia tidak menghirup udara sesantai ini.

Selesai dengan aktivitasnya, Ia merogoh ponselnya, menghubungi Doyoung sesuai janjinya tadi.

"Bagaimana?" tanya Mark to the point bahkan sebelum Doyoung berbicara.

Doyoung terdengar menghela nafas, "Apa Kau mengenal ahli forensik, dokter Kang Seulgi?" ujarnya.

Mark mengerutkan dahinya, "Ya, Aku mengenalnya," jawab Mark, "Sangat mengenalnya," lanjutnya dalam hati.

"Bagaimana latar belakangnya? Ia mengambil alih tugas identifikasi sidik jari dari Laboratorium Forensik Itaewon, dan ada kejanggalan dalam hasilnya," ujar Doyoung.

"Apa yang terjadi?"

"Kau tahu ada 4 buah sidik jadi yang ditemukan di lokasi kematian Eric Sohn. Hasil identifikasi darinya menyimpulkan bahwa keempat sidik jari itu milik Eric Sohn, namun hasil identifikasi kedua oleh Denise dan dokter Lee tidak dapat menemukan identitas sidik jadi yang ditemukan pada pintu," jelas Doyoung panjang lebar.

Mark meneguk kopinya, lalu menumpukan dagu pada tangan kirinya. Ia mulai berpikir, "Lalu?"

"Anehnya, hasil identifikasi dokter itu menunjukan bahwa waktu sidik jari yang berasal dari pintu mulai tercetak 4 menit setelah waktu kematian Eric Sohn," lanjut Doyoung.

"Apa kalian sudah memastikan identifikasi kedua dilakukan dengan akurat? Bagaimana dengan dukungan datanya?"

"Ya, Aku bisa memastikannya, Denise mengatakan bahwa instrumen mereka menggunakan database nasional, internasional, bahkan dari interpol" tegas Doyoung.

Mark menegakkan punggungnya, "Lalu siapa yang memintanya mengambil alih?"

"Song Mino,"

Mark tersedak kopinya

"Dokter itu mengatakan bahwa Song Mino ingin analisis dilakukan oleh tim yang lebih ahli, namun Kau tahu yang mencurigakan dan bodoh? Dokter itu bertanya padaku, apakah Aku meragukan kemampuannya atau tempat dia bekerja di Rumah Sakit Pertahanan,"

Mark tersenyum miring, "Sangat menarik mengapa Song Mino repot-repot mengurusi pekerjaan divisi detektif. Aku tidak pernah menginstruksikan apapun padanya, dia sudah berbuat lancang dan menyalahi prosedur!" ujar Mark dengan nada tinggi.

"Lalu apa yang harus kulakukan?"

"Simpan kedua data identifikasi itu, kita dapat menggunakannya sebagai bukti ke pengadilan. Saat ini semuanya masih tersebar seperti puzzle, termasuk kesaksian dari istri Eric,"

"Baiklah, ada apa dengan kesaksian wanita itu?"

"Aku akan mengirim rekamannya padamu, Kau bisa menilainya,"

"Baiklah, kapan kalian berencana kembali ke Korea?"

"Dalam dua hari, tolong Kau atur penjemputan yang aman, periksa latar belakang setiap orang yang akan Kau ajak bekerja, dan tinggalkan orang yang Kau curigai," perintah Mark.

"Tentu saja, Aku tidak mengharapkan pria brengsek seperti Taehyung menyusup di tim kita,"

"Bagaimana dengan pria itu? Apa yang dia lakukan?"

"Ah, dia mengklaim telah menemukan Reina Hwang. Dia memberikanku foto saat dia di Puerto Rico 3 bulan lalu, tapi Aku meminta Reynard menganalisis ulang, dan ternyata itu foto Reina Hwang satu tahun lalu. Lalu dia sempat menduga wanita itu ada di Slovakia, dan itu tidak benar,"

Mark mengangguk, "Reina Hwang. Berhati-hatilah, dia bisa saja menjadi bom waktu,"