Chereads / The C Toxin / Chapter 41 - The Chaos

Chapter 41 - The Chaos

Rumah Pribadi Menteri Pertahanan

Gyeonggi-do, Korea

1 Mei 2016

08.10 A.M KST

Jaebeom berdiri tegak dihadapan seorang pria paruh baya yang tengah merokok. Kepulan asap rokok itu tertitup cukup jauh dari tempat pria itu duduk. Ia menghembuskannya cukup kencang. Tampak seorang wanita yang turut berdiri di belakang Jaebeom bahkan mengibaskan pelan tangannya begitu asap rokok itu mulai terhirup di indera penciumannya.

Pria paruh baya dengan setelan rapi itu kemudian bangkit, menanggalkan rokoknya yang masih menyala. Ia kemudian berjalan ke arah kiri, mengambil sebuah stik golf. Ia berjalan ke depan Jaebeom, lalu ...

TTAKK!

Pria itu memukulkan stik golf ke kaki Jaebeom keras-keras hingga sang empunya kaki hampir kehilangan keseimbangan. Jaebeom menahan rasa sakit itu sekuat tenaga.

TTAKK!

Pukulan kedua, Jaebeom terjatuh hingga berlutut di lantai. Pria dengan gelar Menteri Pertahanan itu melemparkan stik golf yang dipegangnya jauh hingga menimbulkan suara keras.

PLAKK!

Tidak puas dengan aksi sebelumnya, Ia kini menampar Jaebeom hingga pria itu tersungkur. Ujung bibirnya bahkan sudah mengalirkan darah.

"Aku memintamu untuk membunuhnya dan wanita itu, apa itu sulit!" bentak Menteri Pertahanan.

Pria itu kembali menarik kerah Jaebeom, namun belum sempat Ia melakukan kekerasan lainnya, sekretarisnya yang sedari tadi diam didekat Jaebeom menahan pergelangan tangannya.

"Anda tidak bisa melakukan ini, Pak!" sergahnya. Sosok menteri itu berdecak kasar, lalu melepaskan kerah Jaebeom.

Jaebeom bangkit, merapikan pakaiannya, "Kami sudah berusaha, namun kami kehilangan jejak dengan agen kami beberapa waktu sebelum rencana pembunuhan itu, mereka bersenjata, dan melakukan baku tembak dengan agen kami," bela Jaebeom.

"Baku tembak? Siapa yang mempersenjatai mereka? Bahkan Song Mino sudah ada di pihak kita," tanya Jean, Sekretaris menteri itu.

Jaebeom menghela nafas dalam, "Jackson Wang, komandan pasukan khusus, White Skull Military," jawab Jaebeom.

"Sialan!" ujar Menteri, Ia kemudian kembali menghisap rokoknya.

Jean tersenyum miring, "Bagaimanapun kita akan sulit mengontrol orang berintegritas seperti Jackson Wang," ujarnya sedikit sinis.

Jaebeom dan Menteri itu tidak merespon ucapan Jean. Memang benar, mereka tidak akan mudah mengontrol seorang komandan dari divisi militer terkuat di Korea.

"Bagaimana Mark Tuan mengenalnya?" tanya Menteri itu kemudian. Ia masih tidak percaya bahwa seorang detektif yang dipandangnya tidak memiliki kekuasaan itu bisa melibatkan seseorang dengan power luar biasa.

"Setelah diselidiki, mereka adalah kawan dekat semenjak berkuliah di Amerika. Tidak hanya itu, Mark juga meminta sedikit bantuan pada Jackson enam tahun lalu," jelas Jaebeom.

"Bantuan?"

"Dia meminta Jackson mencarikan seorang dokter independen, dari luar Korea, untuk memastikan penyebab kematian ratusan orang di kawasan industri itu adalah benar karena racun,"

"Bagaimana Kau mengetahuinya?" tanya Jamie.

"Seorang agen dari Divisi Intelijen Nasional telah bertugas menyadap Mark Tuan selama enam tahun, agen itu bernama Park Moon Byul,"

Menteri mengerutkan dahinya, "Untuk apa?"

"Ada pihak yang masih berusaha membuka kasus enam tahun lalu, merekalah yang memerintah NISA menyelidiki Mark Tuan, karena dia yang telah hampir saja membuka tabir kasus itu,"

"Siapa mereka?"

"Mereka tidak memberitahunya, tapi yang jelas, mereka berusaha menemukan titik terang dengan mengaitkannya dengan kasus saat ini," jelas Jaebeom.

Jean mengeluarkan smirknya, "Semakin menarik,"

Menteri itu tampak berpikir, "Apapun yang terjadi, tetap hilangkan jejak Mark Tuan dan timnya, pastikan Kau membunuhnya sesampainya mereka di Korea," ujarnya. Ia kemudian berlalu dari hadapan Jaebeom dan Jamie.

Jaebeom masih terdiam ditempatnya, sesekali mengusap rahangnya yang kesakitan akibat tamparan pria itu.

"Jangan paksakan dirimu, lakukan sebisamu, sampai kapan Kau akan menjadi budak pria tua bangka itu?" ucap Jamie sarkas. Ia kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Jaebeom sendiri yang tampaknya tidak peduli.

"Kim Taehyung sialan, bagaimana bisa Ia tidak tahu!"

Markas NISA

Seoul, Korea

1 Mei 2016

10.00 A.M KST

PLAKK!

Jaebeom menampar keras-keras pipi Taehyung setibanya Ia di ruangannya. Ya, Ia segera memanggil pria itu sepulangnya dari kediaman Menteri Pertahanan.

"Katakan padaku, bagaimana Kau bisa tidak mengetahui bahwa Mark membawa Jackson dalam timnya? Kau mengatakan hanya Jaehyun yang pergi?"

Taehyung tidak menjawab, Ia pun kehabisan kata-kata, karena memang dirinya tidak mengetahui hal itu.

"Apa Kau coba berkhianat?" tuduh Jaebeom.

"Tidak, Aku hanya tidak tahu," bela Taehyung cepat.

"Hanya? Hanya Kau bilang! Kau tahu karena laporanmu, tim kita salah strategi. Kita terlalu meremehkan seorang Mark Tuan!" bentak Jaebeom. Tidak ada yang berani menyela pria itu ketika marah.

"Maafkan Aku, selama ini Aku hanya fokus kepada Kim Doyoung, rekannya yang tinggal di Korea. Aku hanya membiaskan barang bukti penyelidikan agar mereka mengarah pada kesimpulan yang salah," jelas Taehyung. Ia sudah bersiap akan makian Jaebeom selanjutnya.

Jaebeom menggelengkan kepalanya, "Hei! Berapa lama Kau bekerja di ranah ini? Apakah Kau tidak paham mana yang menjadi prioritas tugasmu!" bentaknya.

Jaebeom menghela nafas dalam, "Lupakan tugasmu itu, ambil alih tugas Jay!" ujarnya.

Taehyung sontak membulatkan matanya, "Apa maksudmu? Aku harus membunuhnya?"

"Mereka akan tiba di Korea dalam beberapa hari. Bam, Kau berkoordinasi dengan Moon Byul,"

BamBam yang sedari tadi hanya memperhatikan Jaebeom itu sedikit terkesiap dengan instruksi tiba-tiba pria itu.

"Ba-baiklah," respon BamBam gugup.

"Pastikan kali ini Kau bekerja dengan benar, atau Kau tahu apa akibatnya," ancam Jaebeom pada Taehyung.

Rumah Sakit Internasional Beijing

Beijing, China

30 April 2016

09.15 A.M CST

Kun membuka matanya perlahan. Ia menerawang ke lingkungan sekitarnya, matanya hanya melihat atap ruangan yang serba putih. Matanya beralih kearah tangannya yang dipasangkan selang infus, tubuhnya yang menggunakan pakaian rumah sakit berwarna biru, dan beberapa kain perban yang mencuat keluar di lengan atasnya.

Kun mencoba menggerakan tubuhnya, "Arrgh!" rintihnya. Ia merasakan sakit pada dada kirinya, seperti tepat di jantungnya.

"Ah ... Aku lupa ... Aku tertembak. Apa itu tadi malam? Astaga," monolog Kun mengeluhkan kondisinya.

"Bagaimana Aku bisa disini? Mark tidak jadi kembali ke Korea?" lanjutnya masih bermonolog.

Ditengah dirinya yang sibuk berpikir, seseorang membuka pintu masuk ruangan Kun, itu Wendy.

Wendy tersenyum dan menghampiri Kun, "Kau sudah sadar rupanya, bagaimana keadannmu?" tanyanya.

Kun membuang pandangannya, Ia tidak tertarik melihat wajah wanita dihadapannya itu.

"Aku bertanya padamu," ujar Wendy dengan nada yang berubah serius.

Kun tersenyum miring, lalu melihat kearah Wendy, "Kau tidak perlu berpura-pura baik, dokter Son Wendy," ujarnya dengan nada tegas.

Wendy terdiam tanpa ekspresi.

"Dimana adik Mark? Jangan ganggu dia!"

Wendy tersenyum miring, lalu mencondongkan kepalanya ke arah Kun dan berbisik, "Kau lupa? Sebaiknya Kau tetap berhati-hati, tutup mulutmu dihadapan Mark!"