Locust 127, Emergency-ICU Room
Mayaguez, Puerto Rico
27 April 2016
10.10 A.M AST
Ten mematung begitu mendengar pernyataan dokter berkebangsaan Korea-Kanada itu. Aliran darahnya seolah terhenti, tubuhnya lemas. Meskipun sebenarnya Ia sudah menduga efek samping eksposur dari toksin yang dikembangkannya bersama Lalisa di tempat itu, tetap saja Ia tidak pernah mengharapkan ini terjadi pada adiknya. Kini Ia menertawakan dirinya sendiri karena menciptakan toksin untuk rencana sabotase ratusan hingga ribuan orang, namun kini adiknya lah yang menjadi korban pertama.
"Ten!" ujar Daniel menyadarkan Ten yang tidak bergeming sedari tadi. Sorot matanya amat kosong dimata Daniel.
"Ya?"
"Aku harap Kau menyutujuinya. Kondisi Lalisa sangat parah, Kau tahu,"
Ten menatap Lalisa nanar, "Aku menyerahkannya padamu, lakukan yang terbaik," ujarnya kemudian berlalu keluar ruangan.
Daniel menghela nafas dalam, "Lalisa ... " ucapnya sembari mengusap kepala Lalisa lembut, "Kau akan tetap hidup bagaimanapun caranya, percaya padaku," lanjutnya.
"Dokter, EEG sudah siap," ujar Sena dengan perangkat EEG ditangannya.
"Kau bisa pasangkan elektrodanya," perintah Daniel. Ia segera mundur, memberi ruang bagi Sena untuk mengukur diameter kepala, lalu menandai titik-titik pemasangan elektroda yang akan dihubungkan ke amplifier.
Daniel terus memegang erat tangan Lalisa selagi Sena mulai memasangkan sekitar 20 lebih elektroda di kepala Lalisa.
"Elektroda selesai dipasang," ujar Sena.
"Baiklah, Kau bisa pergi, Aku akan mengurus sisanya," titah Daniel.
Sementara itu, Ten berjalan tanpa arah sekeluarnya dari ruangan Lalisa. Pikirannya benar-benar tidak karuan. Ten yakin, dengan kondisi seperti itu, harapan untuk adiknya bertahan sangat kecil. Ten hanya meminta keajaiban dari Tuhan, terlepas dirinya yang merasa berdosa dengan pekerjaannya saat ini. Tuhan Maha Pengampun dan Pengabul Permohonan bukan? Begitu pikirnya.
Tiba-tiba ponselnya berdering,
Jason Archeilo is calling ...
Ten berdecak jengkel, disaat-saat krisis seperti ini Ia sama sekali tidak mengharapkan panggilan dari sekretaris sponsor utama proyek yang sedang Ia jalani itu.
"Ya?" jawabnya malas.
"Hey Ten! Aku mendengar ada masalah di mansion, apa itu benar?"
Ten menghela nafas dalam, "Ya, itu benar,"
"Lalu apakah penelitian terganggu?"
"Ya,"
"Kau telah memulihkannya?"
"Dalam proses, akan selesai dalam dua hari, ada apa Kau menelponku? Deadline proyek ini masih pertengahan tahun depan,"
"Baiklah, pulihkan segera. Sponsor menginstruksikan untuk menyelesaikan penelitian ini beserta uji coba hingga semua siap pada akhir Desember tahun ini,"
"Kau gila? Memotong waktu 6 bulan tidaklah singkat, bodoh!" sungut Ten.
"Aku tahu, tapi Apa yang bisa Kau perbuat? Tidak ada!" ucap Jason, "Kau bahkan tidak tahu harus menemui siapa untuk bernegosiasi selain Aku," lanjutnya cukup sinis.
Ten tersenyum miring, "Sudah selesai bicara? Aku sibuk," ujarnya tidak kalah sinis.
"Satu lagi, lakukan uji klinis kedua itu secepatnya, keadaan di Korea Selatan sedang kacau karena kematian temanmu,"
"Tidak perlu Kau perintah, Aku akan segera menyelesaikan penelitian ini," final Ten lalu menutup sambungan teleponnya dengan Jason sepihak.
"Sialan!" umpatnya.
Ten melanjutkan langkahnya. Kali ini Ia memiliki tujuan, laboratorium humanoid. Ten berencana menemui Yoon Gi yang seharusnya sedang mengurus restorasi Reina Hwang dari kriopreservasi. Ya, karena toksin itu akan dibuat kembali dari awal, dan tidak ada komponen atau makhluk biologis yang boleh tinggal disekitar bioreaktor. Tingkat kontaminasi dan radiasi dari proses inisiasi produksi toksin dan restorasi sistem yang terkena ledakan itu sangat tinggi dan berbahaya.
Ten melakukan scanning retina di depan pintu kaca automatis laboratorium itu. Dari luar tampak Yoon Gi yang tengan berkutat dengan beberapa instrumen seperti biasa.
"Doktor Yoon, apa agendamu hari ini?" tanya Ten to the point.
"Aku akan merestorasi Reina Hwang segera," ujar Yoon Gi, "Tapi ada masalah," lanjutnya menggantung. Ten memasang ekspresi bertanya.
"Jika Reina Hwang direstorasi, dia tidak bisa dijadikan manusia model untuk humanoid lain, termasuk yang sudah hampir selesai kita kembangkan," ujar Yoon Gi.
"Apa masalahnya?"
"Kau tahu, jaringan yang digunakan di dalam humanoid adalah jaringan saat Reina Hwang dikriopreservasi," jawab Yoon Gi.
Ten tampak berpikir, "Bagaimana jika kita tidak merestorasinya?"
"Tidak bisa, algoritma mansion ini akan diubah total, dan ditingkatkan. Itu memerlukan waktu sekitar 3 hari, kriopreservasi dalam nitrogen cair tidak akan bertahan selama itu. Kita bisa saja mendatangkan supply listrik, tapi Aku yakin itu akan terlihat mencurigakan oleh warga lokal, karena itu akan sangat besar, dalam terra watt,"
"Lalu apa solusimu?"
Yoon Gi menghela nafas dalam, "Carikan manusia model lain dalam tiga hari, agar kita dapat menyelesaikan proyek ini tepat waktu," ujarnya.
Ten terdiam. Bersama Yoon Gi, Ia berpikir keras. Namun tiba-tiba, sebuah ide gila terlintas dikepalanya.
Locust 127, Emergency-ICU Room
Mayaguez, Puerto Rico
27 April 2016
15.30 A.M AST
Daniel menyerahkan selembar kertas kehadapan Ten. Tidak banyak tulisan di kertas itu, hanya sebuah grafik besar dengan banyak garis dan legenda. Ten bukan dokter, namun melihat garis-garis berbentuk landai dalam grafik itu sudah menghancurkan perasaan Ten dalam hitungan detik.
Daniel menarik nafas dalam, ekspresinya benar-benar sendu, "Hasil EEG menunjukan tidak ada respon dari otak setelah diberikan beberapa stimulus. Kau lihat, indikator dalam grafik itu landai bahkan datar," ujar Daniel. "Lalisa dipastikan mati otak," final Daniel.
Ten tidak memberikan tanggapan. Ia berusaha mencerna apa yang sedang terjadi, dan kembali pada kesadarannya.
"Aku telah memikirkan ini sepanjang hari," ujarnya.
"Apa yang Kau maksud?" tanya Daniel penasaran.
"Lakukan prosedur kriopreservasi pada Lalisa, kita membutuhkannya sebagai manusia model humanoid," final Ten mantap.
Daniel terdiam, Ia tidak pernah menyangka Ten, kakak Lalisa akan membuat keputusan sejauh itu.
"A ... apa? Ten!" ujar Daniel setengah berteriak, "Dia adikmu, jangan lupa! Apa Kau pikir itu etis?"
"Selain karena kami terikat darah, itu etis," jawab Ten datar.
Daniel menggelengkan kepalanya, "Itu artinya Kau akan memanfaatkan adikmu yang sekarat sebagai bahan eksperimen, benar begitu!" bentak Daniel.
"Lalu apa dengan membiarkannya seperti itu dia akan hidup kembali?" timpal Ten.
Daniel terdiam, memang benar apa yang dikatakan Ten, tidak ada harapan untuk orang yang mengalami mati otak seperti Lalisa.
"Sponsor penelitian ini mempercepat deadline penelitian, dan uji klinis toksin itu, dan Kau tahu sendiri apa akibatnya jika kita tidak melakukan perintah orang-orang elit itu bukan?"
Daniel masih terdiam, Ia berusaha mencerna ucapan Ten.
"Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk memulihkan Lalisa, termasuk Kau!" bentak Ten, "Jangan hanya karena Kau menyukai ..."
"Iya! Kau benar, Aku tidak bisa berbuat apa-apa sebagai dokter. Hanya ada satu cara ..." ujarnya. Daniel berdiri dari tempatnya, "Silakan Kau lakukan kriopreservasi, Aku akan membuatnya bertahan selama 4 hari semampuku, lalu gunakan tubuhnya untuk pengembangan humanoid, tapi satu hal ..."
"Camkan dalam otakmu baik-baik, bahwa Kau bertanggungjawab mengembalikan kondisinya suatu saat nanti, temukan obat dan teknologi medis untuknya. Apa Kau mampu melakukan itu?"
"Persetan dengan ambisi dan idealismemu!" final Daniel kemudian berlalu dari ruangan itu.