Chereads / Sabine / Chapter 19 - Your sugar baby

Chapter 19 - Your sugar baby

Sabine yang tenang mulai memberanikan diri meletakkan kepalanya di pangkuan Akhyar. Tangannya asyik menarik-narik dasi Akhyar. Dipandangnya Akhyar dengan tatapan manja. Akhyar pun membalas tatapan Sabine dengan tatapan penuh kelembutan. Tangankirinya tidak bosan mengusap kepala Sabine, sementara tangan kanannya mendekap perut Sabine.

"Maaf, Daddy. Aku nggak bisa ngilangin perasaan itu,"

"Its Okay. Kamu kasih nomor kontak kamu ke Daddy ya?,"

"Iya, Dad,"

"Cepat angkat kalo Daddy hubungi kamu. Cepat kasih kabar kalo kamu nggak sempat jawab telfon Daddy,"

"Iya, Daddy,"

"Jangan buat Daddy resah ya?,"

"Iya, Daddy,"

"Daddy senang kamu sudah berterus terang. Maaf Daddy nggak cepat cari kamu. Kamu tahu Daddy sibuk. Daddy juga punya banyak anak asuh,"

"Iya, Daddy,"

"Masih cemburu?,"

"Dikit, Daddy,"

Akhyar tersenyum.

"Nanti bilang Daddy kalo kamu mau dimandikan lagi. Jangan segan,"

"Iya, Daddy,"

Sabine benar-benar tenang didekap Akhyar.

________

Akhyar menggigit bibirnya saat melihat Sabine yang sudah melangkah menyusuri lorong kecil menuju rumahnya. Dia tampak bingung. Baginya ini kasus pertama. Semua 'anak asuh'nya cuek dan hanya mau uangnya saja. Tapi kali ini dia malah bertemu dengan gadis yang tidak berharap apa-apa, hanya cinta dan kasih sayang. Sungguhpun pun materi, tidak seberapa yang Sabine pinta.

"Jalan, Ken," perintah Akhyar ke sopirnya.

***

Sabine memperbaiki lipstiknya di depan kaca cermin kecil di kamarnya. Malam Minggu ini, dia punya janji dengan Daddy Akhyar, menghadiri ulang tahun keponakan Akhyar di sebuah mall. Sabine memutuskan untuk tidak memberitahu dua sahabatnya mengenai hubungan khususnya dengan bos besar itu. Pasti heboh, dan itu sangat mengganggu. Lagipula sepertinya baik Bella maupun Katie sudah angkat tangan menawarkannya seorang gadun. Dan mereka sekarang lebih sering membahas tentang rencana-rencana mereka selepas SMA, tidak lagi membahas sugdad.

"Udah siap dijemput?," tanya Akhyar lewat ponselnya.

"Iya, Daddy," jawab Sabine penuh rasa senang.

_______

Bude Rita pangling melihat penampilan Sabine malam ini. Gadis itu cantik sekali. Meski tubuhnya hanya terbalut baju kaos putih dan celana panjang jeans, dan sepatu kets, tapi entah kenapa aura wajah Sabine malam itu sangat memukau.

"Duh..., lipstiknya. Bude juga nanti belikan yang kegitu ya, Sabine," celetuk Bude Rita ketika Sabine sudah siap-siap membuka pintu rumah.

"Iya, Bude. Aku pamit dulu ya, Bude... Mungkin agak malam aku pulang. Atau mungkin nginep. Soalnya pestanya mungkin sampe larut,"

"Iya. Kamu juga baru kali ini ikut-ikut pesta. Hati-hati ya? Jaga diri baik-baik...,"

"Iya, Bude,"

_______

Sabine tidak lupa mengecup bibir Akhyar ketika dirinya sudah berada di dalam mobil.

"Wanginya...," decak Akhyar. Matanya sayu sekali memandang Sabine dari samping. Penampilan Akhyar juga kasual, sama seperti Sabine, kaos putih dan celana jeans. Dia tampak lebih muda dari usianya yang hampir setengah abad. Apalagi jambang dan kumisnya ditata rapi, orang yang melihatnya tidak akan mengira bahwa usianya tidak lagi muda.

Selama perjalanan menuju mall mewah, Akhyar dan Sabine saling berpegangan tangan. Sabine pun tidak ingin melewati kesempatan untuk bermanja-manja di sisi Akhyar di dalam mobil. Sesekali terdengar tawa manjanya mendengar candaan yang dilontarkan Akhyar. Kadang Akhyar iseng memainkan pusar Sabine.

"Kamu belum pernah punya pacar, Sabine?,"

"Belum,"

"Masa sih? Kamu cantik emang nggak ada yang mau?,"

"Dulu ada yang mau sama aku. Tapi pas dia tau aku tinggal di gang sempit, dia nggak pernah negur aku lagi,"

"Haha..., itu lelaki bodoh namanya,"

Sabine menggeleng tertawa.

"Atau kamu pernah suka sama seseorang?," tanya Akhyar.

"Iya, pernah. Pengasuh aku waktu aku kecil. Dia sudah menikah sekarang,"

"O..., kamu berarti seneng sama pria berumur ya?,"

Sabine mengangguk.

"Kenapa suka?,"

"Nggak tau. Suka aja. Bisa manjain aku. Aku juga bebas manja-manja kayak sekarang,"

"Mungkin kamu sudah sering ditinggal Papa kamu. Jarang ketemu, bahkan tidak bisa ketemu lagi...,"

"Iya..., bener, Daddy,"

Akhyar meraih pinggang Sabine. Mendekapnya penuh.

***

Pesta ulang tahun keponakan Akhyar berlangsung meriah di sebuah mall. Hampir seluruh yang hadir memakai dresscode yang sama, kaos putih dipadu bawahan jeans.

Sabine dan Akhyar sudah duduk manis di tengah-tengah para tamu undangan. Keduanya tampak hikmad mengikuti acara sederhana itu.

"Lucu banget anaknya, Daddy. Namanya siapa?," bisik Sabine yang asyik mengamati anak lelaki yang sedang meniup lilin di atas kue yang berukuran cukup besar.

"Nadzir. Lagi suka main koboi-koboi. Makanya kostumnya begini,"

Sabine terkekeh. Dilihatnya kostum Nadzir yang didampingi keduaorangtuanya, mereka berpakaian lengkap dengan asesoris koboi. Nadzir tampak semangat melahap potongan kue dari mamapapanya. Senyum senang selalu menghiasi wajah bocah yang merayakan ultahnya yang ke lima itu.

Sabine tersenyum kecut. Masa kecilnya tidak seindah ini.

"Nanti Daddy rayain ultah kamu kegini mau?," canda Akhyar yang melihat wajah sendu Sabine.

"Yah..., nggaklah, Daddy. Aku udah gede,"

"Dibuat acaranya yang sesuai dengan umur kamu," bisik Akhyar.

Akhyar memang sangat low profile. Dia sangat berbeda ketika mengikuti acara konferensi di hotel sebelumnya, sangat terlihat jika dia memiliki kedudukan. Kini, dia bisa saja ikut bergabung dengan para tamu yang hampir semuanya adalah para orang tua teman sekolah Nadzir, keponakannya. Dan dia tidak begitu risih dengan keadaan sekitarnya.

________

Selesai menghadiri ultah Nadzir, Akhyar mengajak Sabine mengitari mall. Dia sangat ingin memanjakan Sabine. Diarahkannya gadis itu memasuki sebuah butik lengkap.

Sabine sedikit bergidik melihat harga-harga yang tertera di butik tersebut. Beberapa kali dia bergumam 'mahal', tapi Akhyar terus mendorongnya untuk membeli.

Perasaan Sabine bukan senang, tapi segan. Dia tidak pernah membeli barang-barang mahal. Namun sepertinya Akhyar senang jika dia sudah menetapkan pilihan dan siap-siap melangkah menuju kasir. Ada rasa bangga dan bahagia yang dirasa Akhyar.

"Tambah lagi dong," bujuk Akhyar.

"Udah, Daddy. Ini sudah banyak,"

Ada lima paper bag yang sudah di tangan Sabine.

Akhyar lalu membantu membawakannya.

_____

Sabine kagum dengan isi apartemen mewah milik Akhyar yang sangat luas. Tidak banyak pajangan yang ada di dalamnya. Semua furniture yang ada di dalamnya terlihat sangat berkelas. Ada juga beberapa peralatan olahraga di salah satu sudut ruangan.

"Mau dimandikan sekarang?," tawar Akhyar tanpa basa basi.

Sebelumnya di dalam mobil menuju apartemen, Sabine memang meminta Akhyar memandikannya jika sudah tiba di apartemen. Sabine memang ingin dimanja pria tua itu. Dan Akhyar tentu tidak sanggup menolak.

Sabine mengangguk tegas.

Layak anak kecil, Akhyar melepas pakaian Sabine satu persatu hingga Sabine benar-benar tidak berbaju. Digendongnya tubuh polos Sabine menuju kamar mandi dan dibimbingnya Sabine memasuki bath up yang sudah dipenuhi busa melimpah.

"Daddy nggak ikut mandi?," tanya Sabine yang tubuhnya sudah penuh dengan busa.

Akhyar yang duduk di sisi luar bath up tersenyum menggeleng. Dia senang melihat senyum Sabine. Tidak bosan-bosan dia melihatnya. Sabine memang anak yang manis.

"Daddy mau kamu tinggal di apartemen mulai besok mau?,"

"Di mana?,"

"Deket sini,"

"Sekolah aku nanti gimana, Daddy,"

"Pindah dekat sini,"

"Pindah?,"

Sabine mencibir.

"Sebentar lagi kan aku selesai sekolah. Tanggung kalo pindah. Trus juga nggak mau tinggal jauh dari Bude Rita,"

"Trus Daddy gimana?," Akhyar sedikit merengek. Sabine tersenyum melihat pria tua itu merengek manja di hadapannya.

"Haha..., kan Daddy banyak sugar babynya. Tinggal panggil,"

"Daddy maunya kamu, Sabine,"

Sabine merangkul leher Akhyar. Didekapnya kepala Akhyar ke dadanya yang polos. Dibiarkannya Akhyar mengecup-ngecup dadanya. Entah kenapa Sabine sudah merasa sangat nyaman berada di sisi Akhyar. Meski umur pria itu tak lagi muda, tapi sentuhannya mampu membuat Sabine terbuai dan seakan tidak ingin pisah lagi.

"Kamu sudah siap," gumam Akhyar setelah puas menjelajahi seluruh tubuh Sabine.

Sabine mengangguk pasrah.

Akhyar lalu mengangkat tubuh Sabine dari bath up, membersihkan busa yang melekat di tubuh Sabine dengan air dan mengeringkannya.

***