Sabine tidak sanggup menguasai dirinya lagi. Dia terus menerus mengerang saat jari jemari Akhyar dengan lembut menyusuri bagian sensitifnya. Apalagi Akhyar dengan buas menghisap buah dadanya. Sabine hanya bisa merintih nikmat. Sabine lupa segalanya saat berada di atas tempat tidur mewah kamar Akhyar. Yang dia ingat hanya Akhyar dan dirinya.
Dan Akhyar yang ingin memberi Sabine sensasi lebih, menghujamkan kepalanya ke sela paha Sabine. Kembali memainkan lidah dan geliginya di mahkota Sabine.
Sabine benar-benar merasa tubuhnya terangkat ketika puas menderanya.
"Dadddyyy..., udaaah..., cukuuup," engah Sabine. Peluhnya mengucur dari sekujur tubuhnya. Dia benar-benar lemas.
Akhyar lalu memburu tubuh Sabine. Lalu mendekapnya dengan penuh rasa sayang.
"Stay with me tonight," desahnya memohon. "Please, stay with me,"
***
Sabine kagum melihat tubuh Akhyar yang sangat atletis. Meski usianya hampir setengah abad, Akhyar masih semangat melakukan olahraga. Pagi-pagi awal bangun saja, Akhyar sudah berada di dalam ruangan khusus untuk berolahraga yang ada di dalam apartemennya.
Dia sedari muda memang suka berolahraga. Jadi tidak mengherankan jika tubuhnya terlihat sangat tegap dan bugar. Bahkan jika waktu senggang, dia pergi ke klub tenis yang lumayan jauh dari apartemennya. Dan hampir setiap malam dia melakukan gym.
"Mau gabung?," tanya Akhyar ke Sabine yang sedang mengantarnya segelas susu dan roti panggang. Sabine menggeleng. Akhyar menghentikan kegiatannya. Dilihatnya tubuh Sabine yang terbalut kemeja putih miliknya. Dia menggeleng tertawa.
"Kenapa nggak ambil baju kaos Daddy, Sabine? Malah pilih baju kemeja," ujarnya tersenyum.
"Soalnya di lemari baju Daddy semua baju putih kegini. Aku nggak liat baju kaos," tanggap Sabine. Meski kemeja Akhyar tampak kebesaran di tubuh langsingnya, Sabine tetap terlihat sangat cantik.
Akhyar lalu duduk di sisi Sabine dan mulai menikmati sarapannya.
"Kamu nyarinya nggak detail. Males ya?," decak Akhyar sambil menjawil dagu Sabine yang mulai manja-manja.
"Daddy sendirian terus di sini?," tanya Sabine memulai percakapan pagi cerah itu.
"Nggak. Ada kamu,"
Sabine mendongak tertawa.
"Maksud aku hari-hari sebelum aku ke sini, Daddy,"
"Ya. Sendiri,"
"Masa sih?,"
"Iya. Baru kamu yang Daddy ajak ke sini,"
"Ah. Gombal. Nggak percaya,"
Akhyar tertawa. Sabine memang pencemburu.
"Kamu nggak perlu nanya-nanya. Nikmati aja waktu sama Daddy di sini sekarang," Akhyar menyeka keringatnya dengan handuk yang tergantung di lehernya.
"Hm..., emang Daddy nggak punya janji sama bayi-bayi Daddy lainnya. Kan katanya banyak,"
"Kata siapa?,"
"Kan aku liat, Daddy bawa tiga,"
"Kamu sering ke sana ya? Ngapain? Nyari gadun ya?,"
Sabine tertawa.
"Nggak kebetulan sama temen aku ke sana,"
"Kirain janji lagi sama Bira,"
Sabine menyenggol bahu Akhyar dengan bahunya. Ada rasa malu ketika mengingat dirinya bersama Bira di dalam kamar hotel.
"Bira pekerja keras. Sudah banyak aset yang dia punya. Dia memang belum berani punya komitmen menikah. Makanya dia ingin berpetualang dulu katanya,"
Sabine mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kadang Daddy kasih dia baby Daddy ke dia,"
"Ha?,"
Sabine sedikit bergidik.
"Ya..., kadang ada juga yang berulah. Daddy lepasin. Atau dianya yang udah bosen sama Daddy. Daddy lepasin juga. Ada juga yang sudah menikah, masih minta-minta sama Daddy, Daddy kasih...,"
Sabine memandang wajah tua Akhyar. Sepertinya pria itu kesepian. Tapi entahlah, Sabine tidak mengerti ada orang yang hidupnya seperti Akhyar. Akhyar mengaku tidak pernah menikah, dia tidak mau mengatakan alasan mendasar menolak menikah. Sabine juga tidak ingin bertanya lebih jauh, karena Akhyar tampaknya tidak nyaman jika ditanya.
"Kamu baik, Sabine. Daddy nyaman sama kamu," ujar Akhyar dengan tatapan teduhnya.
***
Akhyar ingin Sabine tinggal berdekatan dengannya dengan membelikan sebuah apartemen mewah daerah Senopati. Tapi Sabine menolak, karena dia masih memikirkan perasaan Bude dan Pakdenya. Sabine akhirnya meminta Akhyar membelikannya apartemen sederhana di daerah Ciputat, karena Sabine tidak ingin jauh-jauh dari keluarganya. Awalnya tentu Akhyar tidak menyukai keadaan apartemen yang tidak sesuai dengan seleranya, karena tujuan dibelikannya apartemen agar dia sendiri bisa mengunjungi Sabine sesekali.
"Kalo Daddy mau ketemu aku, tinggal bilang, biar aku yang ke apartemen Daddy," ujar Sabine suatu hari saat bertemu Akhyar di café. Mereka waktu itu sedang membahas tempat tinggal layak buat Sabine.
"Daddy nggak mau kamu sering-sering ke apartemen Daddy, Sayang. My Babies are gonna kill you. They are super jealous. They have tiger eyes,"
Sabine terdiam. Ada rasa ingin menyudahi, tapi dia sudah sangat merasa menyayangi Akhyar dan juga membutuhkan kasih sayang dari Akhyar.
"Look. This is a contract when you've had a relationship with me, as a sugar baby. Tapi khusus kamu, nggak ada kontrak," ujar Akhyar sambil menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Sabine.
Sabine menelan ludahnya. Dia teringat cerita Bella dan Katie mengenai Akhyar. Tidak sembarang gadis yang bisa menjadi bayi bos Akhyar.
"Kalo mereka tahu Daddy melanggar kontrak ini, dengan tidak memperkenalkan kamu ke mereka, bisa rusak hubungan kita, Sayang. Makanya Daddy sudah katakan ke kamu, You are special,"
"Kenapa Daddy nggak mau ngasih aku kontrak?,"
Akhyar tersenyum.
"Loh, kamu aja nggak mau apartemen yang Daddy pilih, pertama. Kedua, you're still eighteen. Salah satu syarat jadi my babies, harus duapuluh. Dan kamu masih sekolah. Tidak kuliah. Ketiga, kamu masih tergantung sama keluarga. Bukan berarti Daddy ingin kamu keluar dari family zone. Tapi syarat ini penting bagi Daddy. Harus mementingkan kepentingan Daddy di atas segala-galanya. Kamu sepertinya belum bisa menjalankannya,"
Sabine berkali-kali menelan ludah.
"Lalu kenapa Daddy ..., hm..., terus hubungi aku?,"
"Told you. I like you. You like me too,"
Akhyar menatap tajam Sabine. Dia sangat tahu Sabine menyukainya dan membutuhkannya. Dia pun menyukai Sabine. Entah kenapa Akhyar tidak bisa mengendalikan hasrat untuk mencurahkan kasih sayangnya jika berdekatan dengan Sabine. Baginya Sabine sangat unik. Dia belum pernah bertemu gadis secantik Sabine, yang disia-siakan keluarga. Sabine juga tidak memaksakan kehendak. Dia cukup pengalah. Sabine pun tidak pernah banyak menuntut dan meminta banyak hal.
Dan akhirnya, Akhyar mengalah. Sabine tetap ia belikan sebuah apartemen kecil di daerah cilandak. Tidak begitu jauh dari rumah keluarganya. Sabine sangat senang, dia bisa melepas jenuhnya di sana.
***