Chereads / SeaLon / Chapter 16 - Amarah Seanna

Chapter 16 - Amarah Seanna

Ana berkali-kali menghela nafasnya kasar ia tidak habis pikir kenapa Leon bisa membentaknya, jika Alen mungkin Ana sudah terbiasa tapi ini? Leon? Lelaki yang ia cintai, ya Tuhan apa Ana telah salah meletakkan hati? Jika iya maka percepatlah hari-hari yang mulai terasa berjalan lambat ini.

Entahlah Ana harus bagaimana menghadapi sikap Leon yang sering berubah-ubah, lusa sudah ulangan yang artinya genap satu tahun ia menunggu kepastian dari seorang Cleon Favian Athaya.

Mungkin banyak yang bertanya kenapa Ana tidak bisa tegas pada Leon jawabannya karena Ana tidak ingin terburu-buru walaupun ini sudah cukup lama tapi tetap saja Ana tidak tau pasti bagaimana perasaan Leon padanya, ia hanya takut jika cinta pertamanya ini yang justru menghancurkannya.

Ana memilih untuk tidur siang agar bisa sejenak melupakan masalahnya.

-○-

Di lain tempat Ken sedang asik bermain permainan di ponsel miliknya sambil sesekali memakan makanan yang sudah tersedia didepannya, Leon yang memperhatikan Ken dengan santainya memberantaki kamar dan merampas makanannya hanya bisa pasrah inilah kebiasaan Ken jika sudah di rumah Leon.

"Lo sama Ana tadi kenapa?" Tanya Ken.

Ken jika sudah menyebutkan nama di perkataannya itu berarti ia sudah serius dengan topik yang akan di bicarakan.

"Dia bentak Feby." Balas Leon.

"Terus lo bales bentak dia?" Tanyan Ken yang hanya diangguki oleh Leon.

Leon tidak merasa ia salah, ia hanya ingin melindungi teman semasa kecilnya itu. Karena menurutnya Feby itu penting, karena Leon anak semata wayang ia hanya bermain dengan Feby dan Feby Lah yang mengisi hari-hari dimasa kecilnya.

"Yah bego," Ken menoyor kening Leon pelan.

"Lo tau kalau perempuan itu paling anti sama yang namanya di bentak?" Sambung Ken sekali lagi dengan nada serius nya.

"Dia juga bentak Feby Ken lo ngerti gak sih!" Ucap Leon yang mulai kesal.

"Kalau gitu biarin ini jadi urusan mereka berdua dan lo gak perlu ikut campur seharusnya, gue yakin Feby gak secengeng itu yang cuma di bentak langsung melow kan?" Ujar Ken berusaha menyadarkan Leon.

Leon menggeleng kuat.

"Gak! Apapun yang menyangkut Feby itu juga termasuk kedalam urusan gue." Bantah Leon.

"Kalau gitu gue tanya, Ana siapa lo?" Pertanyaan Ken tersebut seolah menampar Leon.

"Temen." Balas Leon sekenanya.

"Terus kenapa lo sampai repot-repot cari dia waktu lo balik ke indonesia waktu itu? Apa gak ada sedikitpun nama Ana di hati lo?" Ken menatap jengah sahabat di depannya itu.

Leon diam mendengar penuturan Ken, ah benar juga sebenarnya kenapa Leon sangat menginginkan Ana? Kenapa pula Leon tak bisa melihat Ana menangis? Pertanyaan itu muncul di benaknya.

"Gue tau lo sayang sama Ana Le, lo gak usah terus-terusan mentingin ego lo,"

"Tapi kalau emang lo masih tetep mentingin ego lo, lepasin Ana. Dia berhak bahagia tanpa harus terus nunggu orang bego kayak lo." Sambung Ken.

Tunggu apa Ken bilang? Melepaskan? Apa ini yang Leon mau? Melihat Ana bahagia dengan laki-laki selain dia, rasanya terlalu berat tapi untuk memberi kepastian juga bukan suatu hal yang mudah. Leon takut suatu waktu ia menyakiti Ana dan Ana menangis karena ulahnya, ah bodoh bukankah tadi ia sudah menyakiti Ana?

"Gue gak siap Ken, gue gak siap lihat dia nangis karena ulah gue nantinya cuma itu. Gue takut dia justru gak bahagia sama gue. Kalau kayak gini aja udah bisa bikin gue bahagia kenapa harus berubah Ken? Ini cuma status." Ujar Leon.

"Lo emang bego! Iya lo bahagia, sedangkan Ana? Lo pikir dia bahagia ada di tengah-tengah bayangan lo tanpa pernah bisa jalan beriringan di samping lo? Dan apa tadi lo bilang? Cuma status? Oke kalau menurut lo hal itu gak penting jangan salahin Ana kalau suatu waktu ada yang berhasil ngambil hatinya karena lo terlalu sibuk sama ketakutan-ketakutan lo itu." Jelas Ken panjang lebar yang sudah gemas dengan Leon karena masih kukuh pada pendiriannya.

"Lo gak ngerti, Ken." Sungut Leon frustasi.

"Justru lo yang gak pernah coba buat mengerti perasaan Ana. Dia gak pernah muluk-muluk sama lo nuntut ini itu gak kayak temen kecil lo itu,"

"Gue balik, semoga lo bisa paham sama semua omongan gue. Jangan buat diri lo sendiri nyesel, karena keputusan ada di tangan lo." Sambung Ken kemudian keluar dari kamar Leon.

Leon benar-benar bingung harus bagaimana, apa benar ia sudah seegois itu pada Ana? Ah sial, siapapun tolong bantu Leon keluar dari kekacauan ini.

-○-

"See bangun! Temenin mama ke supermarket depan mumpung masih sore ini." Teriak Lauren dari luar kamar Ana.

"Iya ma sebentar." Balas Ana yang sudah bangun dari tadi.

Ceklek

Suara pintu terbuka menampakkan sosok Ana yang sudah rapih dengan baju santai nya toh ini cuma kesupermarket.

"Ayo ma udah cantik nih." Teriak Ana yang sudah berada di ambang pintu depan.

"Iya iya sabar." Ujar Lauren.

Ibu dan anak itu kompak jalan beriringan, Ana sengaja meminta untuk jalan saja dengan alasan sekalian olahraga. Tanpa mereka sadari seseorang di dalam mobil itu sedang memperhatikan dan sesekali tersenyum licik ke arah dua wanita yang sedang berjalan itu.

"Mama nyebrang duluan ya bisakan? Sea mau benerin tali sepatu dulu nih." Ucap Ana sambil menunjukkan tali sepatunya yang lepas.

"Bisalah, kamu kira mama anak TK." Balas Lauren.

Kemudian Lauren menyebrangi jalan dengan selamat sampai kesebrang sana, kini giliran Ana yang menyebrang setelah dirasa aman Ana mulai menyebrang, tapi dari arah yang berlawanan terlihat mobil hitam melaju dengan kecepatan di atas rata-rata dan Ana yang tidak menyadari hal itu hanya berjalan dengan santainya, hingga..

"Seanna awas!" Teriak Lauren sambil mendorong tubuh Ana agar tidak tertabrak.

Bruk

Suara hantaman keras terdengar, Ana mematung melihat darah sudah tercecer dimana-mana seketika tubuhnya lemas melihat siapa yang ada didepannya.

Lauren, mamanya tergeletak bersimbahkan darah tepat di depan mata Ana, Ana melihat ke arah mobil yang baru saja menabrak mamanya, ia tahu siapa orang itu dan benar-benar tidak ada wajah bersalah terpampang di wajah orang itu.

Ana segera menelpon ambulance dan tak lama ambulance pun datang.

Di perjalanan pun Ana hanya bisa menangis sambil memegangi tangan Lauren, kenapa harus terulang lagi? Ana benci ini, Ana benci harus melihat orang yang ia sayangi kesakitan. Ana hanya punya Lauren tidak ada lagi yang bisa Ana percayai selain Lauren, tapi kenapa? Kenapa Tuhan tidak mengizinkan paling tidak satu orang saja yang paling berharga di hidupnya bisa terus bersamanya?

Hingga sampai di rumah sakit semuanya terasa seperti mimpi, Ana tidak ingin kehilangan satu-satunya orang yang tidak pernah menyakitinya, orang yang sudah dengan sabar mau membelanya di saat semua orang membenci keberadaanya. Ana langsung teringat dengan orang yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini, ia harus segera di beri pelajaran.

Ana pergi meninggalkan rumah sakit, ia tau rumah mana yang harus di datangi untuk meminta pertanggung jawaban atas perlakuan tidak manusiawi ini.

Sesampainya di depan rumah besar tersebut Ana langsung mengetuk pintu tanpa mempedulikan mata sembabnya dan pakaiannya yang masih banyak tercetak noda darah dimana-mana.

"Siap-" ucapan Leon terhenti ketika melihat Ana.

"Loh See? lo ngapain kesini?" Tanya Leon seraya memandangi keadaan Ana, mata sembab dan darah dimana-mana apa maksudnya ini?

"Lo kenapa?!" Tanya Leon sekali lagi dengan raut wajah khawatir.

"Gue gak ada urusan sama lo, panggil Feby gue mau ketemu sama dia." Sinis Ana dengan tatapan yang tidak bersahabat.

Leon mengernyit bingung, tak mengerti apa hubungannya Feby dengan penampilan Ana sekarang ini.

Akhirnya Leon pasrah ia memanggil Feby untuk bertemu dengan Ana. Ketika yang di tunggu tiba Ana langsung menghampiri Feby dan..

Plak

Satu tamparan mulus mendarat di pipi Feby, Ana yang sudah tidak bisa membendung amarahnya sejak tadi kini benar-benar sudah muak dengan kelakuan Feby. Ana tidak akan tinggal diam jika orang yang ia sayangi di usik ketenangannya apa lagi sampai ada yang menyakitinya, tidak akan segan-segan pula Ana menyakiti balik orang itu.

"Lo apa apaan sih See! Datang-datang main nampar gini?! Kalau ada masalah selesain baik-baik gak gini caranya!" Bentak Leon yang tidak percaya atas perlakuan Ana pada Feby.

"Selesain baik-baik? Lo ngomong nih sama temen lo kalau emang dia benci sama gue gak usah celakain orang yang gue sayang! Celakain gue kalau emang itu bikin lo puas! Itu kan yang lo mau? Ngeliat gue menderita? Kenapa gak lo matiin gue aja? Gak akan ada yang sedih kalau gue gak ada tapi ini? Nyokap gue! Gue udah gak punya siapa-siapa lagi selain nyokap gue, dan lo!" Ucap Ana terjeda sambil menunjuk ke arah Feby penuh dengan amarah.

"Anak manja kayak lo gak bakal tau rasanya di benci bahkan di maki sama salah satu anggota keluarga lo sendiri kan?!" Sambung Ana.

"Maksud lo apa sih See gue gak ngerti, coba jelasin lo tenang dulu." Ucap Leon yang benar-benar tidak paham dengan permasalahannya.

"Gue yakin dia gak akan mau ngaku, dia! Udah nabrak nyokap gue, satu-satunya orang yang gue sayang sampai masuk rumah sakit!" Jelas Ana sambil menunjuk Feby.

"Jangan bercanda lo See, Feby gak mungkin kayak gitu!" Bantah Leon tidak percaya dengan ucapan Ana.

"Terserah lo, yang jelas gue gak akan pernah ngelepasin orang yang udah berani nyentuh nyokap gue!" Tegas Ana.

"Udah puas lo bikin gue menderita? Habis ini tinggal dengerin omongan pedes dari bang Alen, selesai deh gue udah gak akan dianggap anggota keluarga lagi. Selamat ya Feb, lo bener-bener sukses! Lo bener-bener tau caranya nyiksa gue tanpa perlu lo repot-repot nyentuh gue seujung kuku pun, tapi jangan lo pikir gue akan diam aja setelah ini." Ana bertepuk tangan dan tertawa seperti orang gila.

"Cukup See, gak mungkin Feby senekat itu! Sekarang lo keluar dari rumah gue cari orang yang mau percaya sama cerita bodoh lo itu." Tegas Leon sambil membukakan pintu keluar.

"Oh ya tentu dengan senang hati, gue juga gak betah lama-lama dekat sama orang licik kayak dia dan gue juga gak pernah minta lo buat percaya sama gue." Ucap Ana dengan sorotan tajam yang baru pertama kali Leon lihat, mata Ana benar-benar memancarkan kesedihan, kemarahan sekaligus kekecewaan.

Apa benar Feby melakukan hal bodoh seperti itu? Tapi tidak mungkin bisa saja Ana mengarang, tunggu tapi untuk apa Ana mengarang cerita? Untuk dapat perhatian dari Leon? Tidak mungkin sampai membawa Lauren kedalamnya kan?

Ah sial belum selesai satu masalah sudah timbul masalah lainnya!

"Feb apa bener yang dibilang Sea barusan?" Tanya Leon dengan sorot mata mengintimidasi.

Feby dengan susah payah menelan salivanya dan mengumpulkan keberanian untuk menatap mata Leon.

"E..enggak mungkin lah Le, lo lebih percaya sama dia?" Tanya Feby.

Leon diam sejenak kemudian menggeleng.

"Enggak, gue yakin lo gak akan segila itu." Balas Leon.

Dan Feby benar-benar menang kali ini.