-○-
Hari ini benar-benar hari yang membahagiakan bagi Ana, kenapa? Karena ia berhasil mendapatkan nilai diatas KKM di semua mata pelajaran dan ditambah lagi pihak rumah sakit menghubungi Ana bahwa Lauren sudah siuman sejak pagi tadi.
Ana menyusuri lorong rumah sakit dengan sedikit berlari karena ia sangat rindu dengan mamanya. Hingga ia tiba di depan ruang inap Lauren, matanya membulat ketika melihat Leon dan seorang gadis yang sangat Ana kenali sudah lebih dulu ada di sana.
Ngapain dia kesini? Batin Ana bertanya - tanya.
Mulut Ana yang sudah tak tahan ingin mengucapkan kalimat pedas sebagai sambutan pun akhirnya melepaskan kata - kata di sertai tatapan tajamnya.
"Ngapain lo ke sini? Mau nyelakain gue sekarang?" Tanya Ana dengan tatapan mematikannya.
Leon berjalan menghampiri Ana.
"See tenang dulu, Feby kesini mau minta maaf dan ngakuin semua kesalahannya sama lo." Ujar Leon sambil mengusap bahu Ana berusaha menenangkan.
Gadis yang datang bersama Leon itu adalah Feby, ia di hantui rasa bersalah ketika hendak tidur ia selalu di bayang bayangi dengan perbuatan jahatnya hingga ia sudah tak tahan dan mengaku di depan Leon, Leon yang mendengar itu pun masih sedikit tak percaya bahwa Feby benar - benar melakukan hal sebejat itu walaupun Leon sudah tau kebenarannya.
Akhirnya Leon memutuskan untuk mengajak Feby menemui Lauren dan keberuntungan sedang ada ditangannya, Lauren sadarkan diri tepat saat ia sedang berada di ruangan Lauren pagi tadi.
Feby menunduk menahan rasa malu sekaligus bersalahnya, ia tau ia salah itulah kenapa ia datang kemari.
"G...gue minta maaf Na, gue tau gue salah lo berhak marah bahkan benci sama gue karena gue tau hal yang gue lakuin ini bener - bener gila. Gue udah ngakuin semua kesalahan gue didepan Leon dan nyokap lo." Ujar Feby panjang lebar.
Ana membuang nafasnya kasar, rasanya berat sekali untuk memaafkan kesalahan Feby tapi untuk apa dendam? Tidak ada gunanya pikir ana.
"Gue maafin." Ujar Ana datar.
Feby yang mendengar itupun tersenyum senang walaupun ia tau ana masih belum memaafkan Feby sepenuhnya, tapi tak masalah baginya.
"Makasih Na! Makasih banget." Ujar Feby girang.
Ana mengangguk, kemudian menghampiri Lauren yang sedari tadi memperhatikan adegan drama remaja di depannya itu.
Lauren tersenyum hangat pada Ana, Ana pun membalasnya demikian.
"Ini baru anak mama." Ujar Lauren sembari mengusap pucuk kepala Ana.
"Mah jangan tidur lama - lama lagi ya, Sea gak suka." Ujar Ana dengan wajah yang sudah memerah karena menahan tangisnya.
"Doain mama makanya." Ucap Lauren sambil sedikit terkekeh.
Benar juga, mungkin Tuhan bosan mendengar doa Ana hingga Tuhan benar - benar mengabulkannya.
"Udah ah mama udah sembuh gini masa kamu malah nangis." Sambungnya.
"Tante saya pamit ya, sekali lagi saya minta maaf." Pamit Feby.
"Loh udah mau pulang?" Tanya Lauren.
"Iya tante, soalnya pesawat saya 30 menit lagi berangkat." Ujar Feby.
"Pesawat?" Tanya Ana bingung.
Feby mengangguk.
"Gue bakal balik ke Amrik Na, gue udah mutusin buat hapus semua perasaan gue buat Leon dan mungkin ini salah satu cara yang terbaik." Balas Feby sambil tersenyum ke arah Ana.
Ya mungkin ini cara yang terbaik bagi Feby untuk menghilangkan segala rasa cintanya pada Leon, Feby akan belajar untuk ikhlas. Melihat mata Leon yang selalu berbinar jika ia membahas soal Ana membuat Feby sadar, mungkin memang tempatnya bukan disini, mungkin memang tempatnya bukan di hati Leon, mungkin akan ada orang lain yang bisa menempatkan nama Feby di hatinya suatu hari nanti, yang jelas orang itu bukan Leon sahabat kecilnya.
"Kenapa gak disini aja?" Tanya Ana.
Feby diam mendengar penuturan Ana, sebaik itukah malaikat hati Leon yang ada di hapannya saat ini? Yaampun apa saja yang pernah ia lakukan padanya.
"Lo baik banget Na, Leon beruntung punya lo." Ujar Feby sambil memeluk Ana.
"Dan lo!" Ucap Ana menggantung sambil menunjuk Leon.
Feby melepaskan pelukannya kemudian beralih menatap Leon.
"Jagain cewek baik ini! Sampai lo bikin dia nangis awas aja bakal gue pites kaki sama tangan lo!" Ucap Feby sambil menunjuk Ana.
Ana terkekeh mendengar ucapan Feby, ternyata Feby gadis yang baik ia hanya sempat kalut karena dibutakan oleh cinta.
"Hati - hati Feb." Ujar Ana yang mendapat anggukan dari Feby.
"Hubungi gue kalo singa jantan ini bikin lo sedih." Balas Feby sambil menunjuk Leon.
"Ck, udah sana pergi lo nanti ketinggalan pesawat ogah gue ngongkosin lo." Celetuk Leon.
"Iya iya!" Balas Feby.
"Hati - hati ya sayang." Ujar Lauren kemudian diangguki oleh Feby.
Feby meninggalkan ruangngan itu dan langsung menuju bandara.
Sekarang di ruangan ini yang tersisa hanya Ana, Leon dan Lauren.
"Aduh kayaknya mama cuma jadi---apa tuh namanya kalau kata anak jaman sekarang? Nyamuk ya?" Goda Lauren pada kedua anak muda di samping kanan dan kirinya.
"Apa sih ma ngelantur ni ngomongnya." Balas Ana.
"Leon kamu ajak Sea makan gih, dia pasti belum makan karna terlalu seneng denger tante udah sadar." Titah Lauren pada Leon.
"Tante mau nitip apa?" Tanya Leon.
"Gak usah, kalian aja yang makan sebentar lagi pasti suster bawain tante makanan kok." Balasnya.
Leon mengangguk.
"Yuk see." Ajak Leon sambil menarik lembut tangan Ana.
"Gue bisa jalan sendiri ih!" Ujar Ana yang malu karena Leon menarik tangannya tepat di hadapan Lauren, tapi ucapannya tak digubris oleh Leon.
Leon menoleh ke arah Ana, sambil menarik nafasnya dalam sebelum mengucapkan kalimat yang membuat jantung Ana berdetak tak karuan.
"Lo itu ceroboh, kalau jatuh gimana? Nanti lo lecet-lecet terus berdarah habis itu nangis, sedangkan gue gak suka liat lo nangis. Paham? Jadi nurut aja." Tutur Leon.
Ana diam, merasakan detak jantungnya berlari lebih cepat dari biasanya.
"Gembel." Balas Ana sambil memalingkan wajahnya.
"Gombal, ulet." Ujar Leon
"Suka-suka gue lah!" Bantah Ana.
"Yaudah gue suka lo aja, biar gak di bantah terus." Balas Leon santai
"Ayo ah kita kan mau makan." Sambungnya.
Mereka tida sadar perdebatan tadi disaksikan oleh Lauren yang hanya geleng - geleng kepala melihat putrinya sudah tumbuh besar, Lauren berharap Leon bisa menggantikan posisi laki - laki yang bisa melindungi putrinya setelah kepergian sang suami.
"Pa, kamu lihat? Anak kita sudah besar. Sea sudah mengerti apa itu jatuh cinta, jaga Sea dari sana ya." Gumam Lauren sambil memejamkan matanya.
Seandainya Fernan ada di sini pasti kebahagiaanya akan lebih terasa sempurna walaupun melihat anak - anaknya tumbuh dengan baik sudah menjadi kebahagiaan untuknya, tapi tetap saja rasanya ada yang kurang.