Chereads / SeaLon / Chapter 13 - Nasi Goreng Cinta

Chapter 13 - Nasi Goreng Cinta

Ana menatap nanar ke arah jendela kamarnya, sedari pulang sekolah tadi ia jadi malas untuk melakukan apa pun, ia hanya duduk diam mungkin mood nya benar-benar rusak karena kejadian pulang sekolah tadi.

"Kenapa gak ngabarin dulu sih? Gue kan gak perlu nungguin kayak orang tolol gini jadinya." Gumam Ana kesal.

Ya kenapa juga Leon tidak mengabari Ana terlebih dulu, apakah sesulit itu? Atau memang Leon senang membuat Ana menunggu?

Ana tersadar dari lamunannya ketika pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang, setahunya mamanya baru saja pergi lalu siapa yang mengetuk pintu? Jadi ia memutuskan untuk melihat siapa yang ada dibalik pintu.

Di ambang pintu menampakkan sosok laki-laki yang baru saja ia pikirkan hingga membuatnya jengkel, bahkan laki-laki itu datang dengan wajah tanpa bersalahnya.

"Ngapain kesini?" Tanya Ana datar.

"Gak boleh?" Leon balik bertanya.

"Lo ngapain kesini?" Ulang Ana.

"Gue mau ketemu lo, tadi gue ketemu mama lo di jalan jadi gue minta izin buat masuk kerumah lo." Jawab Leon.

"Yaudah lo tunggu di bawah, gue mau ganti baju." Ucap Ana kemudian di angguki oleh Leon.

Ah sial, baru aja gue maki-maki dalam hati malah nongol orangnya. Batin Ana.

Setelah mengganti pakaiannya, Ana turun kebawah untuk menghampiri Leon yang sedang duduk santai di ruang tamu sambil memainkan ponselnya.

"Kita keluar yuk." Ajak Leon.

Ana menggeleng.

"Gue males keluar panas, lagian kalau mau lo aja sendiri sana." Balas Ana.

"Yah masa gue sendiri See, tega banget lo." Ucap Leon.

Tunggu-tunggu apa katanya barusan? Tega? Siapa yang meninggalkan Ana di parkiran tanpa memberi kabar terlebih dulu? Tapi kenapa ini? Ana hanya menolak ajakannya dan Leon sudah menyebutnya tega? Apa Leon masih waras?

"Minta temenin Feby." Ujar Ana santai tapi mampu menyindir Leon.

"Dia lagi gak bisa, makannya gue mau ajak lo." Balas Leon santai.

Ana diam meresapi perkataan Leon, apakah Ana hanya pelarian? Begitukah? Pikirnya.

"Oh lo kesini cuma karena Feby lagi gak bisa, jadi lo larinya ke gue gitu?" Tanya Ana spontan.

"Kok lo mikir gitu?" Tanya Leon tak mengerti.

"Emang harusnya gue mikir gimana?" Balas Ana.

"Lo kenapa sih, See?" Tanya Leon bingung dengan sikap Ana padanya.

"Lo tanya gue kenapa? Lo ngerasa gak kalau lo ada salah sama gue?" Ana memutar bola matanya malas.

"Salah? Gue ada salah apa sama lo? Lo masih marah gara-gara gak gue jemput tadi pagi? Gue kan udah minta maaf, See." Ujar Leon.

"Lo masih gak ngerasa juga?" Tanya Ana.

"Bilang dimana salah gue See, gue malah jadi bingung kalau lo gini." Pinta Leon.

"Gue marah gara-gara lo ngajak gue pulang bareng bahkan jatuhnya lo yang maksa gue pulang bareng tapi pas gue udah nunggu, lo malah pulang sama orang lain kan? Dan tanpa bilang dulu kalau lo gak bisa, apa susahnya sih bilang kalau emang lo gak bisa? Gak usah bikin gue nunggu kayak orang bego,"

"Jelas?" Sambung Ana.

Leon diam mengingat-ingat kembali soal janjinya pada Ana dan ya! Ia benar-benar lupa soal pulang bersama Ana, itu bukanlah sebuah kesengajaan.

"Ya ampun See, gue minta maaf gue bener-bener lupa, sumpah gue gak maksud bikin lo nunggu." Ucap Leon sambil memegang tangan Ana lembut.

"Gue udah terlanjur nunggu selama ini Le, dan gue bisa capek juga." Balas Ana.

Leon diam tak mengerti maksud ucapan Ana.

"Selama ini?" Tanya Leon.

Ana sadar ia baru saja mengucapkan kata-kata yang melenceng dari obrolannya, ia seperti baru mengungkapkan perasaannya.

"Gak, lupain." Balas Ana.

"Gue minta maaf See, sebagai permintaan maaf besok gue bakal antar jemput lo deh janji kali ini." Ujar Leon dengan memasang tampang memelasnya.

"Gak usah janji-janji deh Le, males gue."

"Yaudah pokoknya besok yaa!" Tegas Leon.

"Hm" balas Ana datar kemudian beralih memainkan ponselnya.

Hening untuk beberapa saat, Ana sibuk dengan ponselnya sedangkan Leon sibuk ingin membuka pembicaraan namun takut jika Ana masih marah padanya.

"See," panggil Leon lembut.

Ana membalasnya hanya dengan deheman.

"Gue lapar, kita masak yuk!" Ajak Leon mencoba memecahkan kecanggungan yang terjadi.

Ana nampak berpikir sebentar kemudian mengangguk, Leon yang senang melihat respon Ana pun langsung menarik tangan Ana menuju dapur.

"Mau makan apa?" Tanya Ana.

"Apa aja asal lo yang masak." Balas Leon sambil tersenyum hangat.

"Nasi goreng aja ya?"

Leon mengangguk.

"Gue mau bantuin dong." Ujar Leon yang berjalan mendekati Ana.

"Gak usah, nanti jadi gak enak kalau lo ikut-ikutan." Balas Ana.

"Wah lo ngeremehin gue nih?" Tanya Leon dengan nada sok nya.

"Minggir-minggir gue mau ikutan masak!" Ucap Leon dengan percaya dirinya padahal ia tidak pernah menyentuh peralatan masak di rumahnya.

"Yaudah nih lo potong sayurannya aja, bisa kan?" Tanya Ana memastikan.

Leon mengangguk mantap, jika hanya memotong sayur pasti mudah pikirnya.

Ana memperhatikan cara Leon memotong yang benar - benar absurd menurutnya.

"Ya ampun Le, lo kira gue kambing lo motong sayur segede-gede gini." Ujar Ana sambil menunjukan hasil potongan Leon padanya.

Leon hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya lehernya yang tidak gatal.

"Terus yang bener gimana?" Tanya Leon.

Ana berdecih kemudian mencontohkan cara memotong sayur yang benar pada Leon, Leon memperhatikan dengan serius bagaimana lihainya Ana dalam memotong sayuran tersebut.

"Nih coba." Ucap Ana sambil memberikan pisau pada Leon.

Leon menerima pisau tersebut dan mempraktekan apa yang tadi ia lihat.

"Lebih kecil lagi Le, itu masih kegedean." Ujar Ana yang tanpa sadar memegang tangan Leon untuk memindahkan jarak potongan sayurnya.

"Cie pegang-pegang." Ledek Leon.

Ana kaget kemudian melihat ke arah tangannya yang benar saja sedang memegang tangan Leon, ia langsung melepaskan genggamannya.

"Lagian lo udah di kasih tau masih aja salah." Sewot Ana.

"Sengaja, biar lo gak jutek terus ke gue."

"Udah dong See marahnya gue gak tahan lo kayak gini ke gue." Sambung Leon memelas pada Ana.

"Iya iya ah bawel lo." Balas Ana

"Senyum dulu dong." Pinta Leon.

"Nih." Balas Ana sambil menyunggingkan senyumnya walau agak terpaksa.

"Nah gitu dong kan cantik." Ujar Leon sambil mengusap kepala Ana.

"Yaudah lanjutin, mau sampai kapan lo usap - usap kepala gue." Ucap Ana yang sebenarnya sedang menahan diri agar tidak tersipu oleh perlakuan Leon.

"Iya gue berhenti nih, tapi kalau buat sayang sama lo gue gak bisa berhenti See udah jadi kebiasaan gue." Balas Leon menggoda Ana yang sedang salah tingkah itu.

"Bacot!" Balas Ana kemudian membelakangi leon untuk melanjutkan masak, ya cuma pengalihan si sebenarnya agar Leon tidak melihat Ana salah tingkah lebih jauh lagi.

Setelah acara perang di dapur itu selesai mereka memakan masakan tersebut dengan tersenyum puas atas hasil mereka.

"Nasi goreng cinta." Ujar Leon sambil mengangkat sepiring nasi goreng itu cukup tinggi.

Ana tidak menanggapinya, ia langsung beralih untuk mencicipi hasil karya Leon ya meski sebagian besar Ana yang masak.

"Enak juga." Gumam Ana.

"Hah apa? Gak salah denger ni gue?" Ujar Leon dengan nada meledek, Ana hanya berdecih melihat Leon yang tidak bisa di puji sedikit langsung tingkat kepercayaan dirinya meningkat drastis.

Tidak ada percakapan setelahnya mereka melanjutkan makan hingga suapan terakhir.

"Beres." Ucap Ana setelah selesai mencuci piring.

"See sini duduk, kita nonton film!" TerIak Leon dari ruang tamu.

Leon yang sudah selesai makan tadi langsung kabur ke ruang tamu untuk menonton tv tanpa membantu Ana membereskan piring dan dapur, menyebalkan bukan?

Ana menghampiri Leon dengan langkah malas, ia melihat Leon tersenyum tanpa dosa ke arahnya dan sialnya senyum itu benar - benar sudah menjadi candu untuk Ana.

"Nonton apa?" Tanya Ana yang sudah duduk di samping Leon.

"Horor!" Seru Leon.

"Gak." Balas Ana cepat.

"Yah kok gitu padahal lo ada DVD horor ni, gue belum nonton yang ini See pliss nonton yang ini ya ya? Kan ada Leon yang ganteng ini jadi lo gak usah takut oke? Oke kita nonton ini." Ujar Leon memohon sekaligus memaksa.

Ana hanya berdecih, toh di bantah pun Leon akan tetap menontonnya.

"Ssst ada gue." Ucap Leon sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri.

"Suaranya kecilin." Pinta Ana yang cemas karena film sudah di mulai.

"Gak seru See kalo suaranya kecil." Balas Leon yang masih fokus pada film.

"Tapi kan Le gu-" ucapan Ana terhenti karena Leon tiba - tiba menggenggam tangannya hangat.

"Gak apa-apa, kalau takut lo tidur aja sini." Ucap Leon lembut sambil menepuk bahunya.

Ana diam kemudian memilih menyandarkan kepalanya di bahu Leon, satu kata yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini 'nyaman' ia bisa mencium aroma parfum Leon dengan leluasa karena Leon sedang fokus pada filmnya. Aroma parfum Leon yang terkesan cool tapi lembut membuat Ana tertidur.

Leon yang mulai merasakan bahunya berat pun menengok dan benar saja, Ana sudah tertidur pulas dengan wajah polosnya.

"Lo enakan di liat pas lagi tidur See, muka lo jadi gak keliatan tengil." Ujar Leon di sertai kekehannya.

Leon berulang - ulang kali mengusapkan ibu jarinya pada punggung tangan Ana sesekali pula ia melirik wajah Ana yang masih tertidur.

"Maafin gue See, gue masih belum bisa mastiin perasaan gue buat lo. Gue sendiri bingung sebenernya ini itu apa, kenapa setiap di deket lo gue bisa senyaman ini See?" Ujar Leon sambil menatap lurus ke depan.

"Apa bener ya kata Ken, kalau gue beneran jatuh cinta sama lo padahal gue kira ini cuma sekedar rasa suka, tapi gue bener-bener gak rela kalau harus liat lo di bahagiain sama orang selain gue."

"Maaf See gue egois, lo berhak dapat kepastian." Sambung Leon yang masih menatap lurus ke depan.