Hari ini berjalan seperti biasanya, Leon yang masih menjemput dan mengantar Ana pulang, dan Ana yang masih membawakan bekal untuk Leon. Bahkan ritual makan bekal di taman belakang pun masih di lakukan seperti biasa oleh Ana dan Leon. Dan sekarang waktunya jam pulang sekolah masih sama seperti hari-hari kemarin 'menyenangkan'.
"See." Panggil Leon yang masih menggenggam tangan Ana menuju parkiran.
"Hm"
"Kerumah gue."
"Maksudnya?" Tanya Ana masih kurang paham dengan ucapan Leon.
"Lo kerumah gue, mau gue kenalin ke mama." Balas Leon.
"Gak apa-apa emang?"
"Ya gak apa-apa lah, kan gue yang ngajak lo."
"Yaudah."
Setelah mendapat persetujuan dari Ana, Leon langsung melesat membawa Ana ke rumahnya.
-○-
Tibalah mereka di depan rumah yang lebih besar dari rumah Ana tentunya, Ana masuk mengekori Leon yang berjalan lebih dulu didepannya.
"Duduk dulu ya gue mau ganti baju, bentar lagi mama pulang." Ucap Leon yang diangguki oleh Ana.
Melihat kepergian Leon ke kamarnya membuat keheningan di ruang tamu yang besar ini.
"Rumah segede gini, apa gak sepi kalau cuma bertiga" Gumam Ana sambil memperhatikan sekitar.
Tak lama kemudian suara pintu terbuka pun terdengar, bukan itu bukan pintu kamar Leon melainkan pintu depan yang menampakkan sosok wanita paruh baya dan gadis cantik di sampingnya.
"Assalamualaikum." Ucap sang wanita yang Ana tebak adalah mama Leon.
"Waalaikumsalam." Jawab Ana sambil berjalan mendekat ke arah Dinda untuk menyalaminya.
"Eh ada tamu, temennya Leon?"
"Iya tante."
"Leonnya mana?" Tanya Dinda.
"Lagi ganti baju tan."
"Duduk dulu aja ya nak"
"Eh iya siapa nama kamu?" Sambung Dinda bertanya.
"Seanna tante."
"Yaudah tante mau ke kamar dulu ya." Ucap Dinda kemudian diangguki oleh Ana.
"Kamu juga duduk dulu ya sayang." Ucap dinda pada gadis di sebelahnya.
Jadilah dua wanita itu duduk di ruang tamu dengan kecanggungan yang luar biasa dan tentu saja membuat Ana tidak nyaman.
Dan yang makin membuatnya tidak betah lagi adalah gadis itu sesekali memandanginya dari atas sampai bawah seperti sedang menilai kemudian melirik dirinya sendiri dan tersenyum penuh kemenangan seolah mengatakan 'cantikkan gue.'
Leon lama banget kampret, gak tau apa gue lagi di intimidasi gini. Batin Ana kesal.
Tak lama setelah mengumpat Leon turun dengan wajah segar seperti orang habis mandi dan yang menjengkelkan adalah raut wajahnya seperti tanpa dosa sudah menyuruh Ana menunggunya cukup lama.
"See." Panggil Leon berjalan ke arah sofa.
"Leon! Astaga gue kangen banget sama lo!" Pekik gadis itu sambil menghamburkan pelukan kearah Leon, Leon yang terkejut hanya diam saja tak membalas tapi tak juga menolak.
Dan Ana yang melihat itu tepat didepan matanya seperti merasa ada perasaan aneh yang menyambar tubuhnya, ya mungkin kata 'sesak' itu cocok untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Tapi buru-buru ia berpikir positif agar perasaan sesak itu segera hilang namun nyatanya nihil, yang menjadi penyebab sesak justru mengeratkan pelukannya seolah sengaja untuk membuat Ana kesal.
"Loh Feb ngapain di sini?" Tanya Leon.
"Ya gue mau ketemu lo lah!" Seru gadis itu.
"Kapan sampai?"
"Belum lama."
"Oh iya gue lupa ngenalin." Ucap Leon sambil memandang Ana.
Inget juga kalau ada orang lain disini. Batin Ana.
"See, ini Feby temen kecil gue."
"Feb, ini Seanna temen gue."
"Seanna." Ucap Ana sambil mengulurkan tangannya.
"Feby." Balas gadis itu yang masih mengalungkan tangannya di lengan Leon hingga Ana menarik tangannya kembali karena merasa tidak akan di jabat.
"Leon anterin gue ke mall yuk! Kita nonton udah lama loh kita ga main bareng." Ucap Feby girang pada leon tanpa mempedulikan kehadiran Ana.
"Lo gak liat lagi ada temen gue, lagian kan bisa besok." Balas Leon datar.
"Kok lo gitu sih, gue kan pulang ke indonesia demi lo." Balas Feby dengan raut wajah kecewa.
"Gue gak apa-apa kok, lagian tadi udah ketemu sama nyokap lo." Celetuk Ana karena sudah tak tahan dengan adegan di depannya ini membuat hatinya panas.
"Gue anter." Balas Leon.
"Ih gak usah dia bisa pulang sendiri kan udah gede, lo temenin gue aja kita langsung ke mall." Sela Feby dengan nada manjanya.
"Tap.."
"Feby bener kok Le, gue bisa pulang sendiri." Potong Ana.
"Bener gpp?" Tanya Leon yang hanya mendapat senyuman hambar dari Ana.
Dinda keluar dari kamarnya hendak ikut ngobrol dengan anak-anak muda di ruang tamunya ini tapi batal karena melihat Ana yang sudah berdiri dan memakai tasnya kembali.
"Ah kebetulan, Ana pamit pulang ya tante takut di cariin mama soalnya lupa ijin tadi." Ucap Ana berbohong pada Dinda agar tak menyalahkan Leon.
"Oh yaudah hati-hati ya nak, nanti main lagi loh tante belum ngobrol banyak sama kamu." Balas Dinda.
"Leon anterin Ana pulang ya." Ucap Dinda pada Leon yang langsung di potong oleh Ana.
"Gak perlu tante, Ana pulang sendiri aja gak enak juga lagian lagi ada tamu masa di tinggal." Ucap Ana.
"Ah iya ya, yaudah tante pesenin taksi ya?" Tawar Dinda.
"Gak perlu tante, Ana pulang sendiri aja." Ucapnya kemudian menyalami tangan Dinda.
Sebenarnya Ana berharap bahwa Leon akan menahannya untuk sekedar mengantarkannya pulang tapi sepertinya mustahil Feby terus-terusan menggandeng tangan Leon.
"Ngarep apa sih gue." Gumam Ana sambil berjalan keluar rumah Leon.
-○-
Ana memutuskan untuk berjalan dari rumah Leon sampai halte depan perumahan, Ana juga tidak menyadari kalau hari mulai gelap bukan karena ingin malam melainkan akan turun hujan. Dan benar saja tak lama kemudian hujan benar-benar membasahi ibu kota, beruntunglah Ana sudah sampai di halte bus sekalian berteduh di sana.
Ana memandang nanar ke arah jalanan yang masih di guyur hujan itu, sesak yang sedari tadi ia tahan tak kunjung hilang bahkan dinginnya hujan tak memandamkan rasa panas di hatinya.
"Anjir ngapain juga gue jadi melow begini." Gumam Ana.
Ketika bis kota datang Ana langsung buru-buru menaikinya karena takut jika terlewat bis berikutnya akan lama datang. Saat masih di bis tadi mamanya mengabari Ana bahwa ia akan pergi ke Bandung selama 3 hari yang artinya sekarang tidak ada orang dirumah.
Dan sesampainya di rumah, ia berjalan gontai menuju kamarnya memilih untuk membersihkan badannya yang basah kuyup akibat guyuran hujan, saking malasnya Ana sampai tak sadar ada yang memperhatikannya dengan tatapan tidak suka.
Setelah selesai Ana memilih untuk duduk di ruang tamu namun, ia tak menyangka bahwa akan bertemu dengan orang yang sangat ia rindukan kehadirannya tapi juga sangat ingin ia hindari keberadaannya.
"Dari mana lo hah?! Lo kira ini rumah punya lo bisa balik seenak jidat?!" Bentak pria tersebut.
"Ma..maaf bang." Balas Ana lirih pada Alen, ya orang itu Alen yang di tugaskan mamanya untuk menjaga Ana selama ia ke Bandung, sebenarnya Alen sangat tidak mau mengawasi Ana tapi karena mamanya yang meminta jadi ya apa boleh buat.
"Maaf maaf! Dasar anak gak tau diri lo, masih untung sekolah di biayain mama tapi pulang jam segini, sekolah atau main si lo!" Bentaknya lagi.
Ana hanya diam memilih masuk ke kamarnya dan memasukan ponselnya ke dalam tas untuk pergi ke rumah Leta. Beginilah Ana jika sedang ada Alen di rumah ia akan menginap sampai Alen kembali ke Bandung persis sama seperti hari ini.
Ana kembali keluar kamarnya berjalan pelan tanpa menghiraukan keberadaan alen.
"Woi! Mau kemana lagi lo keluar jam segini, mau jadi jalang?!" Lagi - lagi Alen berbicara sambil membentak dan berkata kasar, tapi apa ini? Baru kali ini lah Alen sampai tega menyebut Ana seorang 'jalang' Katanya?
Ana berbalik lalu menatap mata Alen lekat tangisnya sudah tidak bisa ia bendung mata Ana kini benar-benar menyiratkan sebuah kekecewaan pada Alen, Alen yang ditatap hanya diam menatapnya datar, dan kemudian Ana meimilih pergi.
"Mau jadi jalang?!"
Ah kata - kata itu benar-benar membuat hatinya sakit dan sialnya itu terus terngiang-ngiang di kepala Ana.
-○-
Tokk tokk tokk
Leta yang mendengar pintunya di ketuk segera berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang bertamu malam-malam begini, dan betapa terkejutnya Leta melihat Ana datang dengan keadaan yang cukup memprihatinkan. Baju basah kuyup, mata sembab, dan lutut yang berdarah.
Tadi Ana memilih untuk berjalan dari rumahnya ke rumah Leta yang sebenarnya cukup jauh dengan alasan ia ingin menangis tapi tak ingin dilihat orang karena keadaannya masih hujan deras dan sialnya lagi Ana jatuh di saat sedang menangis sesegukan.
"See, ya ampun." Ucap Leta khawatir.
"Masuk dulu masuk." Sambungnya sambil menarik tangan Ana.
Beruntungnya orang tua Leta sedang dinas keluar kota jadi Leta di rumah hanya bersama asisten rumah tangganya.
"Gue tau alesan lo kesini tapi kenapa penampilan lo kayak gembel gini?" Tanya Leta.
"Tadi gue jatoh." Balas Ana.
"Yaudah lo mandi dulu terus nanti gue siapin baju buat lo." Titah Leta yang diangguki oleh Ana.
Setelah selsai mandi dan ganti baju Leta mengajak Ana untuk makan tapi Ana menolak, Leta yang tau Ana itu keras kepala hanya bisa pasrah.
"Eh iya tadi lo di ajak Leon kerumahnya kan, wah gimana tu ketemu ga sama camer?" Tanya Leta berniat menghibur Ana.
*calon mertua
Raut wajah Ana berubah menandakan ada sesuatu.
"E..eh kenapa See?" Tanya Leta tidak enak melihat perubahan raut wajah Ana.
"Ketemu kok sama mamanya, baik udah gitu cantik." Ucap Ana mencoba terlihat baik-baik saja.
"Terus yang bikin muka lo gitu kenapa?" Tanya Leta memastikan.
"Emang muka gue kenapa? Jelek? Udah tau." Balas Ana mengalihkan.
"Ck, bukan itu muka lo jadi kayak sedih gitu." Jelas Leta.
"Gue juga gak ngerti, tadi tuh..." ucap Ana menjelaskan kejadian di ruman Leon tadi.
Leta diam sejenak mencerna penjelasan sahabanya ini dan mengerti apa yang di maksud rasa panas di hatinya tersebut kemudian tertawa.
"Lah lo ngapain ketawa, temen terdzolimi lo malah ketawa." Ucap Ana malas.
"Lucu aja liat lo pertama kali ngerasain cemburu." Balas Leta masih sedikit tertawa.
"Cemburu?" Beo Ana.
"Iya, itu tandanya lo cemburu See." Ucap Leta sabar.
Entahlah, Ana tidak begitu mengerti yang jelas ia sekarang sudah tau apa itu namanya cemburu yang di maksud oleh Leta tapi ya apa peran Ana hingga berhak bicara soal perasaannya pada Leon, pacar saja bukan.
"Yaudah yuk ah tidur aja, udah malem." Ajak Leta.
-○-
Ke esokkan paginya Leta mendapati badan Ana menggigil hebat sambil berbalut dengan selimut tebal.
"See lo kenapa?! Jangan bikin gue panik dong." Ucap Leta yang sudah panik.
"Gu..gue gak apa-apa." Ucap Ana pelan.
"Gak apa-apa gimana?! Aduh pokoknya lo gak usah sekolah dan gue bakal jagain lo pasti lo sakit gara-gara ujan ujanan semalem." Titah Leta.
"Gak usah,Ta lo sekolah aja. Kan ada bi Nur." Ucap Ana.
"Tap.."
"Lo sekolah." Potong Ana yang hanya diangguki oleh Leta walau sebenarnya Leta ingin merawat Ana karena tidak tega melihatnya.
"Gue berangkat, pokoknya pas gue pulang lo harus udah mendingan!" Tegas Leta.
"Iya Ta, lo jangan kasih tau Leon!" Balas Ana sambil menatap Leta tajam.
"Gak janji." Ucapeta sambil pergi meninggalkan Ana.
-○-
Leon yang sedari tadi celingak celinguk sama sekali tidak mendapati Ana di manapun termasuk dikelasnya, sampai akhirnya Leta datang.
"Eh kak Leon, cari siapa?" Tanya Leta basa-basi.
"Sea mana?" Tanya Leon to the point.
"Em anu kak itu Sea em.." ucapan Leta terpotong oleh bel sekolah yang berbunyi dan Leta bisa bernafas lega.
"Eh udah bel kak, gue masuk dulu ya." Ucap Leta langsung meninggalkan Leon.
"Eh woi!" Panggil Leon yang tak di gubris oleh Leta.
SebenarnyaLeon mencari Ana untuk meminta maaf atas kejadian kemarin dan juga menagih bekalnya yang biasa Ana berikan tapi saat pagi tadi ia menjemput Ana tak ada tanda-tanda kemunculan Ana dan saat Leon coba menghubungi Ana ponselnya tidak aktif, pikirannya hanya bertanya kemana Ana.
Leon tak fokus pada pelajaran, pikirannya tertuju pada Ana yang tidak jelas keberadaanya, sampai pada jam pulang sekolah ia memilih menunggu dan memaksa Leta untuk menjawab di mana Ana.
Ketika Leta berada tidak jauh dari Leon, Leta yang menyadari kehadiran Leon segera memutar balik dan Leon yang melihat itu pun langsung berlari ke arah Leta untuk menghentikan langkahnya.
"E..eh kak Leon ketemu lagi." Ucap Leta gugup.
"Di mana Sea." Tanya Leon penuh penekanan.
"Buat apa lo nyariin Sea, sedangkan kemaren sama sekali gak ada inisiatif buat nganterin dia." Balas Leta berusaha tegas pada Leon.
"Lo gak tau apa-apa." Balas Leon ketus.
"Oh ya? Gue tau tuh, gue bahkan tau apa yang gak lo tau!" Balas Leta tak kalah ketus.
"Maksud lo?" Tanya Leon.
"Lo gak tau kan kalo kemarin Sea pulang kerumahnya nahan sesak karena kelakuan lo? Lo juga gak tau kan setelah dia pulang apa yang dua dapetin? Cacian dari abangnya! Dan satu lagi yang gak lo tau dia kerumah gue dengan keadaan yang memprihatinkan." Ucap Leta panjang lebar
"Kita ke rumah lo." Ucap Leon dan leta hanya bisa pasrah.
"Cih, gak Sea gak Leon sama aja batunya." Gumam Leta kesal.
-○-
Sesampainya di rumah Leta, Leon langsung masuk mengikuti Leta. Leta yang bingung harus bicara apa pada Ana akhirnya menyuruh Leon untuk menemuinya sendiri di kamar Leta.
Ceklek
Suara pintu kamar terbuka, Ana tidak tidur jadi bisa mendengarnya tapi memilih untuk tidak menghiraukannya.
Leon berjalan mendekati Ana, dan duduk di pinggir ranjang.
"See." Panggil Leon lembut.
Ana diam, ia mengenal suara ini bahkan sangat mengenalnya.
"Gue minta maaf soal kemarin." Ucap Leon yang masih belum mendapat balasan dari Ana.
Leon yang tak kunjung mendapatkan jawaban hanya memperhatikan Ana kemudian beralih untuk mengelus kepalanya tapi kenapa terasa panas sekali pikiranya ia kembali mengecek kening dan leher Ana dan benar saja, panas.
"See lo sakit." Ucap Leon yang mendapat gelengan lemah dari Ana.
"Engga gimana?! Badan lo panas gini." Tegas Leon.
"Gue gak apa-apa, gak usah ngegas." Balas Ana pelan.
"Udah makan?" Tanya Leon berusaha selembut mungkin.
Ana menggeleng.
"Makan ya." Pinta Leon.
"Bentar." Sambungnya lalu bergegas turun kebawah untuk meminta makanan pada Leta, setelah mendapatkan semangkuk bubur Leon langsung kembali ke kamar Leta.
"Nih makan, mau duduk atau tiduran aja?" Tanya Leon.
Kemudian Ana berusaha menahan pusingnya untuk duduk. Saat hendak mengambil sendok dari tangan Leon, Leon malah menjauhkannya.
"Gue suapin." Ucapnya sambil tersenyum hangat.
"Abis ini gue anterin lo pulang ya?" Tanya Leon yang langsung mendapat gelengan dari Ana.
"Kenapa?" Tanya Leon heran.
"Ada bang Alen." Jawabnya pelan.
"Yaudah, sekarang lo istirahat aja besok gak usah sekolah dulu!" Tegas Leon.
"Gak janji." Jawab Ana.
"Kalau mau sekolah kabarin gue."
"Sekarang tidur." Sambung Leon setelah suapan terakhir dari bubur yang ia bawa.
Tak butuh waktu lama Ana sudah terbawa ke dunia mimpinya, lebih tepatnya mimpi buruk dimana Ana bermimpi Alen menghinanya di depan semua teman-temannya, tanpa sadar ia mengigau membuat Leon sedikit panik melihatnya.
"Pa! Bang Alen jahat." Ucap Ana yg masih tertidur sambil menangis.
"Pa!" Teriaknya kemudian terbangun dari mimpi buruknya.
"Ssstt hei, kenapa?" Tanya Leon lembut sambil memeluk Ana yang sedang menangis.
"Bang Alen jahat Le." Ucapnya sambil sesegukan.
"Engga See, abang lo gak jahat dia cuma belum bisa nerima kenyataan." Ucap Leon berusaha menenangkan.
"Tapi kenapa selama ini Le? Gue gak salah, papa yang nyuruh gue lompat." Jelas Ana masih dalam keadaan sesegukan.
"Iya lo gak salah kok, sabar ya sayang." Ucap Leon membuat Ana melongo begitu pun dengan Leon sendiri, ia juga tidak tau kenapa kata itu bisa lancar keluar dari mulutnya.
"Anu See, gu..ue pamit pulang ya udah malam, besok kalau mau sekolah kabarin gue biar gue jemput." Ucap Leon sambil tersenyum kikuk.
"Makasih Le." Balas Ana membalas dengan senyuman manisnya.
"Cepet sembuh." Ucap Leon kemudian mengecup kening Ana.
Blush.
Sialan nambah bikin gue panas aja ni anak. Batin Ana