Hari ini hari minggu, rasanya waktu yang pas sekali untuk Ana bermalas-malasan di kamarnya, tapi niat itu terpaksa gagal karena makhluk yang bernama Leon baru saja tiba di rumahnya untuk mengajaknya keluar.
Setelah merapihkan penampilannya Ana keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu, dimana Leon sudah menunggunya di sana.
"Udah kak." Ucap Ana memotong obrolan yang sedang berlangsung antara Lauren dan Leon.
"Yaudah, Leon pinjem Sea nya bentar ya tante." Pamit Leon tak lupa mengecup punggung tangan Lauren di selingi dengan senyuman yang belum pernah di dapatkan oleh Ana, lihatlah betapa beruntungnya mama Ana di perlakukan seperti itu.
"Hati-hati ya Leon, pulangnya jangan kemalaman tante titip Sea ya soalnya tante mau ada urusan dan pulangnya bakal malam." Ujar Lauren.
"Dengan senang hati tante." Balas Leon lembut.
"Cih, kenapa kalau sama gue gak ada lembut-lembutnya gitu." Gumam Ana.
"Sea berangkat ma." Pamit Ana yang di angguki oleh Lauren.
"Nih pakek, jangan ngarep bakal gue pakein." Ketus Leon menyerahkan helm pada Ana.
"Siapa juga yang minta di pakein." Gumam Ana yang masih bisa terdengar oleh Leon.
"Apa lo bilang?" Tanya Leon.
"Gak ada." Balas Ana singkat.
Sebenarnya Ana tidak tau Leon akan membawanya kemana, ia juga malas bertanya pada leon pasti jawabannya 'udah diem aja kenapa sih.' Bahkan Ana sampai hafal apa yang akan di katakan Leon.
3 bulan sudah Ana menjalani peran sebagai babu Leon, dan selama itu pula Ana benar-benar di uji oleh sikap Leon yang ketus, dingin, dan bersikap semaunya, tapi yang membuat Ana heran adalah Leon bersikap seperti itu hanya kepada Ana, kenapa Ana bisa bilang begitu? Karena Ana pernah di ajak Leon untuk ikut ketika ingin kumpul dengan teman-temannya tapi Leon justru banyak bicara tidak seperti saat bersama Ana.
Tapi tetap saja se-jahat apa pun sikap Leon pada Ana itu hanya embel-embel nya untuk menutupi gengsi atas perasaannya pada Ana. Ana pun tak menampik jika ia merasa ada yang aneh jika sehari tak berada di sebelah Leon, oke katakanlah Ana ini lebay tapi itulah yang Ana rasakan mungkin karena terlalu sering mereka bersama hingga ada yang ganjil jika salah satu di antaranya tidak ada.
Ana akui rasa suka itu pasti ada, ia tidak bisa mengelak hal itu tapi Ana tetap pada batasnya tidak mau lebih kecuali jika Leon yang memintanya sendiri. Rasa khawatir dan peduli juga pasti ada contohnya saja saat Leon datang ke rumah Ana dengan keadaan luka dimana-mana ketika di tanya jawabannya hanya 'ck, bukannya di obatin malah nanya-nanya' ya begitulah. Ana tentu saja mengobatinya sambil mengoceh memarahi Leon dan untuk pertama kalinya pula Leon tidak membalas ocehan cerewet Ana.
-○-
"Kita mau kemana kak?" Tanya Ana memberanikan diri.
"Diem aja, bentar lagi juga sampai." Balas Leon.
Harusnya gue gak usah nanya. Batin Ana.
Tak lama motor Leon berhenti di tempat yang tidak begitu ramai hanya ada beberapa orang yang lewat dan itu pun bisa di hitung dengan jari. Sebuah danau ya, mereka berada di danau yang letaknya jauh dari hingar-bingar kota di sini suasananya benar-benar masih sejuk rasanya tidak sia-sia Ana duduk lama di jok motor untuk melihat pemandangan seperti ini.
"Bengong aja lo." Celetuk Leon, menyadarkan Ana dari rasa takjubnya.
"Bagus banget kak! Gue baru tau ada tempat kayak gini." Balas Ana antusias.
"Bagus deh kalau lo suka." Ucap Leon membuat Ana mendongak melihat ke arah Leon dengan wajah bingungnya.
"Suka kok kak. Apapun yang lo kasih ke gue, gue pasti suka, lo dingin aja gue suka." Ucap Ana yang tanpa sadar membuat jantung Leon berdetak seakan ingin keluar dari tempatnya.
"E..eh maksudnya lo dingin aja gue sabar kan." Sambung Ana membenarkan.
"Gak apa-apa juga kalau lo suka sama gue." Balas Leon.
"Hah?"
"Gak, lupain."
Tidak ada percakapan setelahnya, keduanya sibuk mengagumi keadaan sekitar karena di kota tidak ada tempat yang se-asri ini.
"Balik yuk nanti kesorean." Leon buka suara.
"Yah padahal masih pengen di sini." Balas Ana dengan raut wajah cemberutnya.
"Jelek lo, sok-sokan cemberut."
"Kapan-kapan lo ke sini lagi aja." Sambung Leon.
"Sama siapa?" Tanya Ana polos.
"Gue lah, gak ada ceritanya ya lo ngajak orang lain ke tempat ini kecuali gue." Balas Leon
"Kenapa gak boleh?"
"Karena ini tempat kita, biar lo gak lupa sama gue." Ucap Leon dengan nada lembut untuk pertama kalinya Leon berbicara dengan nada selembut itu.
Dan sialnya sekarang Ana sedang salah tingkah bingung harus menjawab apa.
"Dengar gak lo?" Ucap Leon kembali ketus.
"Lembutnya sebentar doang, belum ada 5 menit." Balas Ana.
"Nanti juga lo bakal sering gue lembutin."
"Hah? Maksudnya?"
"Gak apa-apa, lo bolot." Balas Leon kemudian pergi kearah motornya yang kemudian di susul Ana.
-○-
"Mama lo pulangnya malem, gue di sini dulu sampai mama lo pulang." Ucap Leon ketika sampai di depan rumah Ana.
"Yaudah, masuk kak." Balas Ana.
Setelah masuk Leon langsung berjalan ke arah ruang tamu untuk duduk.
"Gue ganti baju dulu, kalau lo mau minum atau makan ambil sendiri aja ya kak."
"Oh iya TVnya nyalain aja kalau bosen." Sambung ana.
"Iya bawel ah." Balas Leon.
Tak lama Ana keluar dari kamarnya hanya mengenakan baju rumahan biasa, kemudian menghampiri Leon yang masih menonton tv sambil membawa makanan dan minuman.
"Nih" ucap Ana menyerahkan minuman pada Leon yang langsung di sambut oleh Leon.
"Kok di matiin kak?" Tanya Ana pada Leon yang baru saja mematikan televisi nya.
"Gue ngantuk, mau tidur." Balas Leon.
"Oh yaudah lo tidur di kamar gue aja kak nanti gue tunggu sini, kalau mama pulang gue bangunin lo." Ujar Ana.
"Gak usah di sini aja. Lo bisa deketan dikit gak sih duduknya." Balas Leon sambil menarik tangan Ana untuk duduk persis di sebelahnya kemudian menyandarkan kepalanya di paha Ana.
"Jangan banyak omong, biarin gini dulu pegel badan gue habis bawa motor." Ucap Leon yang sudah menutup matanya itu.
Leon tidak tau saja akibat ulahnya itu rasanya jantung Ana sedang berpesta sekarang. Ana diam saja sambil memainkan ponselnya dan sesekali melirik ke arah Leon yang sudah pulas itu.
"Kak, bisa gak ya gue deket sama lo tapi bukan karena gue itu babu lo. Gue mau deket sebagai perempuan normal." Ucap Ana sambil mengelus pipi Leon lembut.
Leon tidak benar - benar tidur ia hanya memejamkan matanya dan ketika mendapati ucapan dan perlakuan Ana barusan hatinya terenyuh seperti merasa bersalah selama ini mengembel-embel kata babu di antara kedekatannya dengan Ana.
"Bisa kok." Balas Leon yang masih terpejam itu sontak membuat Ana kaget bukan main sekaligus malu.
"Sialan kok lo ga tidur sih!" Pekik Ana kesal
"Suka-suka gue lah." Balas Leon yang justru sekarang memeluk pinggang Ana, jantungnya Ana berdebar benar-benar sulit dikendalikan degupnya.
"Mulai besok lo gak usah jadi babu gue." Ucap leon.
"Kenapa?" Tanya Ana.
"Gue mau deket sama lo sebagai laki-laki biasa bukan sebagai majikan." Balas Leon sukses membuat Ana tidak bisa menahan rona merah yang sedari tadi ia coba tahan.
"Gak usah blushing." Sambung Leon.
"Sialan!" Balas Ana.
"Hah? Sayang?" Ledek Leon.
"Ganteng-ganteng bolot."
"Gue tau gue ganteng."
"Bodo amat."
Tak ada percakapan setelahnya mereka justru jadi canggung karena ulah perkataan mereka sendiri, untunglah tak lama kemudian Lauren pulang dan tentu saja setelah itu pun Leon langsung pamit untuk pulang.
"Lega gue, akhirnya bisa ngomong yang sebenernya." Gumam Leon.