Chapter 40 - Meminta Maaf

Harris sudah cukup lama meninggalkan ruang kerja Aiden, namun Aiden masih tetap berada di dalam ruangan itu. Ia tidak beranjak dari tempatnya, masih duduk di kursi yang sama seperti sebelumnya. Matanya terpejam, ia sedang beristirahat, tetapi otaknya terus memikirkan informasi-informasi yang disampaikan oleh Harris. Terutama informasi mengenai kepulangan Raka Mahendra.

Tubuhnya bersandar di kursi sementara kepalanya sedikit menengadah ke arah langit-langit ruangan itu. Matanya tetap terpejam sementara otaknya terus berputar dengan cepat.

Sampai tiba-tiba, ia mendengar suara-suara berisik dari lantai bawah. Suara itu membuat ia terbangun dari pikirannya. Ia membuka matanya dengan kesal dan merasa heran saat mendengar suara-suara yang tidak ia kenal.

Aiden langsung bangkit berdiri dari kursinya, meninggalkan ruang kerjanya dan turun ke lantai bawah untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Anya baru saja selesai membantu Hana untuk mencuci piring dan membersihkan meja setelah sarapan. Hal itu menjadi rutinitasnya dengan Hana setiap kali mereka selesai makan.

Hari ini, ia sangat senggang. Ia tidak perlu pergi ke taman bunga karena Aiden telah menyuruh salah satu pelayan untuk menyiram taman bunganya. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk bersantai di ruang keluarga, sambil menunggu Aiden selesai membicarakan urusan pekerjaannya dengan Harris.

Ia duduk di sofa ruang keluarga dan menyalakan televisi. Namun, pandangannya tidak tertuju pada acara yang ditayangkan oleh televisi tersebut. Perhatiannya terpusat pada buku yang dipegangnya. Ia berencana untuk menyelesaikan buku itu di hari senggangnya ini.

Saat ia sedang asyik membaca buku, sebuah suara berisik terdengar dari depan luar.

"Anya! Ini ayah! Biarkan ayahmasuk!" suara Deny terdengar dari pintu depan rumah. Suara itu terdengar, diiringi dengan gedoran pintu yang cukup keras.

Suara beberapa orang lainnya terdengar, seolah berusaha untuk menghalangi agar Deny tidak masuk ke dalam rumah. Tetapi Deny terus ngotot dan menggedor pintu sambil berteriak, memaksa ingin bertemu dengan Aiden.

Pria itu ingin bertemu dengan Aiden, bukan Anya …

Anya terkejut saat mendengar suara ayahnya. Ia langsung bangkit berdiri dan meninggalkan bukunya begitu saja di sofa. Hana juga bergegas menghampiri pintu depan sambil mengelap tangannya yang masih basah. Ia terburu-buru keluar karena mendengar suara ribut-ribut.

Namun, langkah mereka berdua langsung terhenti ketika melihat Aiden turun dari lantai dua. Saat ia berjalan turun ke lantai bawah, Aiden menyuruh salah satu pengawalnya untuk membukakan pintu dan membiarkan Deny masuk. Ia turun dan menghampiri Anya, sambil menantikan kedatangan pria yang membuat keributan di dalam rumahnya.

Deny masuk sambil menyeret Natali, matanya tertuju pada Aiden. Ia sama sekali tidak memperhatikan Anya yang sedang berdiri di dekat Aiden dan sama sekali tidak menatapnya. Deny hanya memandang ke arah Aiden.

"Berhenti di sana," kata Aiden dengan dingin saat Deny terus melangkah maju untuk mendekatinya. Ia menatap dua orang yang memasuki rumahnya itu dengan tajam. Ia tidak mau dua orang itu berada terlalu dekat dengannya dan Anya.

"Aiden, tolong maafkan putriku yang bodoh ini," kata Deny sambil terus menyeret Natali ke dalam rumah tersebut.

Aiden mendengus saat melihat kedua orang itu. Ia tahu mengapa Deny datang ke rumahnya. Beberapa hari terakhir ini, pria itu datang ke kantornya dan memaksa ingin bertemu dengannya. Itu semua karena Aiden menolak untuk bekerja sama dengan perusahaan Deny dalam proyek yang akan ia jalankan selanjutnya. Namun, Aiden tidak pernah sekali pun bersedia untuk bertemu dengannya dan Deny selalu pulang dengan tangan kosong.

Sekarang, sepertinya pria itu mencari cara lain untuk bertemu dengannya. Pria itu datang ke rumahnya karena Aiden tidak mau menemuinya di kantor. Ia bahkan membawa putrinya yang licik itu untuk meminta maaf.

Deny mendorong tubuh Natali, menyuruhnya untuk berlutut di tanah dan meminta maaf pada Aiden. Sementara itu, satu-satunya orang yang Natali lihat adalah Anya. Natali melihat Anya yang berdiri tidak jauh dari Aiden dan menatapnya dengan tajam. Tatapannya penuh dengan kebencian seolah Anya yang bersalah atas apa yang ia alami saat ini. Seolah Anya lah penyebab ia menderita seperti ini …

Anya melihat tatapan di wajah Natali dengan tatapan tidak peduli. Ia juga bisa melihat tangan Natali masih sedikit merah karena air panas yang Aiden siramkan padanya. Tetapi ia sama sekali tidak berniat untuk membantu Natali. Ia bukan orang bodoh yang bersedia untuk membantu orang yang telah menjahatinya.

Semua ini adalah kesalahan Natali sendiri. Natali lah yang berencana untuk membohongi Aiden dan menjebaknya untuk keluar dari perjodohan mereka. Ia yang telah membuat Aiden sangat marah.

Natali adalah seorang wanita dewasa dan ia harus bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Sekarang, ia harus menanggung apa yang telah ia lakukan!

"Aiden, aku baru saja mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku membawa putriku yang bodoh ini untuk meminta maaf padamu. Terserah kamu mau menghukumnya seperti apa, tapi tolong maafkan dia," kata Deny sambil sedikit memohon dengan putus asa. Ia putus asa, bukan karena ia merasa bersalah atas perbuatan putrinya, tetapi karena Aiden telah memutuskan semua hubungan pekerjaan dengan perusahaannya.

Sama seperti ia tidak memedulikan Anya, ia juga tidak peduli pada Natali. Sebelumnya, Natali masih berguna baginya karena putrinya itu bisa bertunangan dengan salah satu anggota keluarga Atmajaya. Pertunangan Natali dan Aiden bisa membawa keluarga Tedjasukmana ke kemakmuran.

Namun, sekarang lihat apa yang terjadi. Natali tidak hanya mengacaukan pertunangan yang bisa membawa Keluarga Tedjasukmana menjadi salah satu keluarga yang berkuasa. Gadis itu telah membuat Aiden murka hingga Atmajaya Group tidak mau lagi bekerja sama dengan perusahaannya.

Putrinya itu benar-benar bodoh …

Aiden hanya mengangkat alisnya sambil menatap dua orang di hadapannya. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia ingin melihat apa yang Deny dan Natali ingin lakukan.

"Aiden, maafkan aku …" kata Natali dengan lirih. Ia berusaha membuat suaranya terdengar memelas supaya Aiden luluh. Namun, matanya yang penuh dengan kebencian tetap tertuju pada Anya. Ia tidak tahu bahwa Aiden bisa melihat semua itu.

Selama ia bisa berpura-pura sebagai seorang wanita yang lemah, pria mana pun tidak akan tega untuk melakukan apa pun padanya. Ia yakin cara ini juga berhasil di hadapan Aiden.

Namun, ia salah besar. Aiden sama sekali tidak memedulikannya. "Maaf untuk apa? Coba katakan apa kesalahanmu," tanya Aiden dengan suara dingin. Ia menatap lurus ke arah Natali, sama sekali tidak terpengaruh dengan suara memelas Natali yang bisa meluluhkan hati semua pria.

Anya yang menyaksikan semua itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sekarang, ia bisa melihat akting Natali dengan jelas. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri karena begitu bodoh dan mempercayai Natali sebelumnya. Mengapa ia begitu bodoh hingga tidak bisa melihat betapa palsunya wanita ini?

Tatapan Aiden membuat Natali merasa keringat mengalir di dahinya. Ia merasa jika ia salah menjawab kali ini, mungkin Aiden benar-benar akan membunuhnya.

Aiden adalah orang yang paling tampan dan kaya di kota ini. Meskipun matanya buta, masih banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihnya. Natali sungguh beruntung bisa bertunangan dengan pria seperti itu.

Namun, Natali malah tidak menghargai keberuntungannya itu dan mengkhianati Aiden.

Ia merasa bulu kuduknya berdiri. Mulutnya terbuka dan tertutup lagi, tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pria di hadapannya …