Chapter 46 - Asisten

Makan malam mereka dihiasi dengan suasana yang tidak menyenangkan. Setelah kejadian sebelumnya, tentu saja mereka semua sudah merasa tidak nafsu makan. Anya hanya memain-mainkan sendoknya tanpa menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya.

Harris juga tidak ikut malam malam dengan mereka karena ia ingin segera menyelidiki apa yang terjadi. Meski Hana menyuruhnya untuk makan terlebih dahulu, ia memutuskan untuk langsung berangkat.

Setelah makan malam, Anya dan Aiden duduk di ruang keluarga sambil bersantai. Anya melanjutkan membaca buku. Televisi di ruangan itu tetap menyala, menyiarkan berita-berita terkini. Suaranya seolah membantu menyelimuti keheningan di rumah tersebut. Sementara itu, Aiden memejamkan mata tetapi sambil mendengarkan berita dari televisi.

Tiba-tiba saja, telepon Anya berbunyi.

Anya terkejut saat mendengar suara telepon. Siapa yang tiba-tiba saja meneleponnya? Apakah itu ayahnya?

"Mengapa tidak diangkat?" tanya Aiden. Ia merasa sedikit terganggu dengan suara telepon tersebut. Entah terganggu karena suara telepon itu atau karena ada seseorang yang menelepon Anya.

"Aku akan menerima teleponnya dulu," jawab Anya. Ia hendak bangkit berdiri dan menerima telepon itu di tempat lain agar tidak mengganggu Aiden. Namun, sebelum Anya bisa berdiri, Aiden berkata sambil tetap memejamkan matanya, "Angkat saja di sini."

Mendengar hal itu, Anya kembali duduk dan mengangkat telepon tersebut.

"Halo," jawabnya.

"Selamat malam, apa benar ini Anya Tedjasukmana?" suara orang yang tak dikenalnya terdengar dari ujung telepon.

"Iya benar. Dengan siapa saya berbicara?" tanya Anya.

Kami dari Rose Scent. Kami sudah melihat resume yang Anda kirimkan. Apa betul Anda ingin melamar pekerjaan sebagai asisten parfumeur di toko kami? Tolong datang toko kami besok pagi pukul 10 untuk wawancara kerja," kata pria di ujung telepon tersebut.

Anya merasa sangat gembira saat menerima telepon itu. Tentu saja! Bagaimana mungkin ia tidak gembira ketika ia mendapatkan kesempatan untuk menjadi seorang asisten parfumeur di tempat yang ia inginkan.

Namun kegembiraan itu hanya berlangsung sesaat. Anya langsung teringat akan janjinya dengan Aiden. Besok mereka akan berkencan. Apakah Aiden akan marah jika ia tiba-tiba membatalkannya?

Tetapi ia sangat menginginkan pekerjaan ini! Apa yang harus ia lakukan?

"Halo? Anya? Apakah besok Anda bisa datang?" tanya pria tersebut sekali lagi ketika ia tidak mendapatkan jawaban.

Anya melirik ke arah Aiden yang duduk di sampingnya. Pria itu sudah membuka matanya. Ia sedang memegang cangkir tehnya dan tatapannya tidak tertuju pada Anya. Pria itu sedang menatap ke luar jendela dan tatapan di matanya sama sekali tidak bisa terbaca. Meski demikian, Anya tahu bahwa Aiden sedang mendengarkan percakapannya.

Pada akhirnya, Anya memutuskan untuk menjawab. Ia tidak bisa melewatkan kesempatan ini. "Ya! Saya akan datang besok. Terima kasih!" Ia tidak boleh menolak kesempatan wawancara pekerjaan yang sangat langka ini.

Aiden mengerutkan keningnya saat mendengar Anya menjawab telepon. Sepertinya, istrinya itu akan membatalkan kencan dengannya.

Anya melirik lagi ke arah Aiden dan memegang tangan pria itu. "Aiden … Apakah kita bisa pergi memetik bunga di siang hari? Malamnya aku akan membuatkan kue osmanthus dan jus untukmu."

Kerutan di wajah Aiden terlihat semakin dalam. Ia tidak suka melihat Anya membatalkan janjinya, terutama janji berkencan dengannya. "Siang hari terlalu panas untuk memetik bunga," jawabnya dengan masam. Besok adalah kencan pertama mereka!

Anya terlihat sedikit kecewa mendengar jawaban Aiden. Wajahnya tampak sedikit memelas. "Aku benar-benar menginginkan pekerjaan ini. Aku sudah melamar pekerjaan menjadi asisten parfumeur di Rose sejak awal libur semester. Mereka menyuruh aku datang untuk wawancara kerja pukul 10 besok. Aku tidak ingin melewatkan ini," kata Anya dengan nada sedih.

Tangannya masih memegang tangan Aiden dengan lembut. Ia akan mencoba untuk terus membujuk Aiden sampai ia berhasil!

Aiden melirik ke arah wanita di sampingnya dan berkata dengan dingin, "Mengapa kamu tidak melamar di Amore? Mengapa kamu lebih memilih Rose daripada Amore?"

Amore adalah anak perusahaan dari Atmajaya Group yang menguasai bidang kecantikan. Namun, saat mendengar nama Amore, wajah Anya menjadi murung.

Ia berusaha untuk tersenyum, tetapi senyumnya terlihat pahit. "Aku tidak ingin bekerja di sana," jawab Anya pelan. Ia tidak ingin menyinggung Aiden, tetapi ia memang benar-benar tidak ingin bekerja di sana.

Aiden terlihat curiga dengan jawaban Anya yang tidak jelas seolah ingin menyembunyikan sesuatu. Ia tidak tahu mengapa Anya tidak mau menjawab pertanyaannya, tetapi intuisinya mengatakan bahwa Anya memiliki hubungan dengan Amore. Atau mungkin Anya sudah pernah melamar pekerjaan di sana tetapi ditolak.

"Kalau kamu mau bekerja di Amore, aku bisa mengaturnya untukmu," kata Aiden. Mencarikan pekerjaan bagi Anya di Amore adalah hal yang sangat mudah. Bagaimanapun juga, Aiden lah yang menguasai seluruh perusahaan Atmajaya Group.

Anya menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku memang ingin bekerja di Rose. Aku akan sangat senang jika berhasil melewati wawancara kerja besok," kata Anya dengan penuh harap.

Mata Aiden menatap Anya dengan lembut. "Jika memang itu mimpimu, kejarlah. Berusaha lah sebaik mungkin. Sekarang sudah malam, ayo kita beristirahat! Besok kamu akan pergi wawancara kerja pagi-pagi," kata Aiden.

Anya menoleh dan menatap wajah Aiden dengan terkejut. "Kamu setuju?" Tangannya menggenggam tangan Aiden dengan semakin erat.

"Hmm …" Aiden hanya mengangguk.

"Kalau begitu, bagaimana dengan kencan besok?" tanya Anya dengan takut-takut.

"Aku akan pergi ke kantor sebentar pagi-pagi. Siangnya kita bisa pergi ke untuk memetik bunga," jawab Aiden dengan tenang.

Karena terlalu gembira, Anya langsung melompat dan spontan memeluk Aiden. Tangannya melingkari leher Aiden dan senyum lebar terpampang di wajahnya.

"Terima kasih!" katanya dengan suara yang sedikit keras karena terlalu bersemangat.

Aiden terkejut untuk sejenak, namun ia langsung membalas pelukan itu dengan erat. Ia menguburkan wajahnya di bahu Anya, menghirup aroma tubuh wanita itu yang harum. Kalau Anya senang, ia juga akan merasa senang …

Setelah merasakan tangan Aiden memeluk tubuhnya dengan erat, Anya baru sadar apa yang telah ia lakukan. Ia mundur dan menarik dirinya dari Aiden, membuat Aiden kehilangan kehangatan yang baru saja ia rasakan. Namun Aiden tidak merasa kesal. Malah senyum tipis muncul di wajahnya ketika ia melihat wajah Anya.

Wanita itu terlihat malu-malu sehingga wajahnya sedikit memerah. Sepertinya, perlahan-lahan wanita itu mulai menyadari keberadaannya, sebagai seorang pria bukan sebagai teman. Ia sangat menyukai wajah yang malu-malu itu …

Mungkin status mereka sebagai pacar juga membantu Anya menyadari bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih, bukan hanya sekedar teman.

Anya langsung bangkit berdiri dengan salah tingkah, berusaha untuk menutupi rasa malu yang ia rasakan saat ini.

"Aku … Aku akan mandi dan tidur," katanya. Setelah itu, ia langsung berlari ke lantai dua sambil memegang wajahnya yang terasa panas.

Aiden hanya bisa tertawa melihat tingkah istrinya itu …

Malam itu, Anya tidur dengan nyenyak meskipun terjadi banyak hal hari ini. Kabar gembira yang telah ia terima dari Rose Scent membuat ia bisa melupakan keributan dengan Deny dan Natali yang terjadi di rumah ini.

Ia merasa tenang dan aman, apalagi ia tahu bahwa Aiden akan melindunginya. Tidurnya sangat nyenyak malam itu …

Pukul satu pagi, ponsel Aiden bergetar. Aiden terbangun dan langsung mengambil ponselnya itu dari atas nakas. Ia tidak ingin Anya terbangun karena mendengar suara getaran ponselnya. Kemudian, ia berjalan ke arah balkon dan menerima panggilan tersebut dari balkon kamarnya…