Chapter 45 - Sabotase

"Kalau begitu, karena kita sekarang berpacaran, besok kita akan berkencan!" kata Aiden dengan spontan. Ia mengatakannya dengan sangat santai sambil menyesap tehnya.

"Eh? Berkencan?" Anya menatap Aiden dengan terkejut, berpikir bahwa ia salah dengar. Untung saja teh yang ia pegang tidak sampai tumpah.

"Apa yang harus kita lakukan besok?" tanya Aiden, tidak memedulikan Anya yang masih kebingungan. Ia sudah sibuk memikirkan apa yang harus mereka lakukan saat kencan mereka besok.

Wajah Anya langsung terlihat serius seperti sedang berpikir keras. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat berkencan. Ia tidak memiliki pengalaman untuk menyusun rencana kencan sebelumnya. Bukankah ini seharusnya tugas seorang pria? Bukankah biasanya pria yang menentukan ke mana mereka akan pergi saat berkencan?

"Aku tidak punya pengalaman berkencan. Bagaimana kalau kita berjalan-jalan di pinggir danau saja? Aku belum pernah melihat danau di rumahmu secara langsung," tanya Anya.

Ia tidak tahu harus menyarankan apa. Mereka tidak bisa pergi berbelanja dan juga tidak bisa menonton bioskop karena Aiden tidak bisa melihat. Lalu apa yang bisa mereka lakukan?

Aiden mengerutkan keningnya. Jelas sekali ia terlihat tidak puas dengan saran dari Anya. Ia bahkan sama sekali tidak tertarik untuk berjalan-jalan di danau. Apa itu bisa disebut dengan kencan jika mereka tidak keluar dari rumah?

Keheningan menyelimuti mereka saat mereka berdua sedang mencari ide untuk rencana kencan mereka. Angin tiba-tiba bertiup, memasuki ruang kerja Aiden dari jendela yang terbuka. Untung saja tidak ada berkas-berkas di meja kerja Aiden, kalau tidak, semuanya pasti akan berantakan.

Anya merasakan angin itu dipenuhi dengan wewangian bunga yang samar. Karena penciumannya yang peka, ia bisa mengenali bunga-bunga itu. Mata Anya langsung berbinar!

"Apakah kamu mencium aroma bunga osmanthus? Bagaimana kalau kita pergi memetik bunga besok? Setelah itu aku akan membuatkan kue osmanthus untukmu," kata Anya dengan penuh semangat.

Setiap tahun, Anya akan memetik bunga osmanthus dan membuatnya menjadi berbagai macam makanan untuk dijual. Teh osmanthus, jelly, selai, kue, manisan …

Aiden tersenyum saat mendengar rencana Anya. Terserah mereka akan melakukan apa, setidaknya mereka akan keluar dari rumah. Anya juga akan membuatkan kue untuknya, bagaimana mungkin ia menolak?

"Baiklah, besok kita akan memetik bunga," jawab Aiden.

Saat mereka sedang mengobrol, tiba-tiba saja suara ketukan pintu terdengar. Aiden langsung menyuruh orang itu untuk masuk, ia tahu bahwa orang tersebut kemungkinan besar adalah Harris karena ia memintanya untuk langsung menemuinya begitu pualgn.

Harris masuk dengan membawa dua obat salep milik Aiden. Salah satunya merupakan obat salep yang biasa digunakan oleh Aiden dan yang lainnya merupakan obat yang baru saja Harris ambil dari apotek.

"Tuan, saya sudah membawakan obat Anda," kata Harris. Ia merasa sedikit ragu karena ada Anya di sana. Tapi tadi Tuannya memerintahkan agar ia langsung menemuinya.

"Tidak apa-apa, masuk saja," Aiden tidak keberatan jika Anya ikut mendengarkan masalah mereka. Lagipula, ini bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan.

Harris meletakkan dua obat itu di atas meja. Obat tersebut memiliki warna yang sama sehingga sulit untuk membedakannya dengan sekali lihat. Mereka juga tidak bisa melihat bahannya sama sekali.

"Ada apa dengan kedua obat ini?" tanya Anya.

"Tuan Aiden ingin tahu apakah ada perbedaan di antara kedua obat ini. Kita harus berhati-hati karena seseorang baru saja mencelakai dokter Tuan," Harris menjelaskan pada Anya.

Mendengar penjelasan itu, Anya mengangguk. Orang yang berniat mencelakai Aiden itu berani melakukan hal yang ekstrem hingga membunuh seseorang. Jadi, ia pasti juga memiliki cara-cara lain untuk mencelakai Aiden. Oleh karena itu mereka harus berjaga-jaga.

Mereka bertiga memandangi kedua obat tersebut, tetapi mereka tidak merasa ada perbedaan.

Anya tidak bisa membedakan kedua obat itu dengan cara melihat, tetapi mungkin ia bisa membedakannya dengan cara mencium aromanya. Ia mengambil kedua obat itu dan mencium aromanya secara bergantian.

Harris bertanya saat melihat Anya melakukan hal itu, "Nyonya, apakah Anda bisa membedakannya?"

Anya menggigit bibir bawahnya dan ragu sejenak. "Aku tidak tahu apakah aku bisa membedakannya. Tetapi mungkin aku bisa mencobanya dengan penciumanku!" Ia kembali mencium kedua obat itu bergantian selama beberapa saat.

Ia merasa kedua obat itu sama. Tidak ada perbedaan yang mencolok …

Melihat wajah Anya yang kebingungan, Harris bertanya dengan cemas, "Bagaimana, Nyonya?"

"Aku mencium bau yang sama, tetapi obat salep yang baru memiliki aroma yang lebih kuat. Atau mungkin karena obat yang satunya sudah lama sehingga aromanya sedikit hilang?" wajahnya terlihat curiga saat ia terus mencium obat tersebut bergantian.

Saat Harris mau bertanya lagi, Aiden memberinya isyarat untuk tidak mengganggu Anya. Biarkan Anya melakukan tugasnya terlebih dahulu.

Setelah beberapa saat, Anya memiringkan kepalanya. "Ada sesuatu yang salah. Obat salep yang baru memiliki suatu aroma yang berbeda, aroma yang sedikit lebih kuat. Aroma itu sangat samar, tetapi aku bisa merasakannya," kata Anya.

Ia mengatakannya sambil berpikir dengan keras. Ia mungkin tahu ada perbedaan dari keduanya, tetapi ia tidak bisa mengingat aroma apa itu.

"Apakah kamu yakin?" tanya Aiden sambil menatapnya.

"Aku benar-benar menciumnya. Ada aroma yang berbeda," kata Anya dengan yakin. Rasa frustasi mulai bertumbuh di hatinya saat ia berusaha untuk mengingat aroma tersebut.

Aroma apa ini?

Melihat wajah Anya yang frustasi, Aiden menghela napas. "Sudah lupakan saja. Lebih baik kita makan malam terlebih dahulu," katanya sambil bangkit berdiri.

Anya mengikuti Aiden untuk keluar dari ruang kerja itu sambil memandangi dua obat salep yang tertinggal di meja. Hingga ia menutup pintu pun, pandangannya tidak bisa lepas dari dua obat tersebut ...

Di meja makan, Hana sudah menyiapkan berbagai hidangan untuk mereka. Hari ini, Anya tidak sempat membantunya karena ia menghabiskan waktunya untuk mengobrol bersama Aiden, merencanakan kencan mereka.

Begitu ia duduk di meja makan, ia melihat salah satu pelayan langsung menghampiri Aiden dan memberikan handuk basah untuk membersihkan tangannya. Anya mengerutkan keningnya saat melihat hal itu. Setiap hari para pelayan selalu membersihkan rumah ini hingga benar-benar bersih.

Apakah rumah ini berdebu?

Anya memegang tangannya dan bisa merasakan debu di ujung jarinya. Ia mengendus jarinya dan tampak sangat terkejut. Bau yang sama!

Ia langsung bangkit berdiri dari kursinya secara tiba-tiba, membuat semua orang di sekitarnya terkejut. Namun, Anya tidak peduli. Ia langsung meninggalkan meja dan berlari ke lantai atas.

Ia bergegas menuju salah satu dinding yang selalu ia pegang saat menuruni tangga. Ia terbiasa memegang dinding itu ketika berbelok untuk menuruni tangga sehingga tanpa sadar pun ia pasti melakukannya hari ini. Bahkan ia bisa melihat bekas-bekas jari pada dinding tersebut.

Ia memegang dinding tersebut dan bubuk berwarna putih menempel di tangannya.

Ia mendekatkan bubuk putih itu ke arah hidungnya, mencium bau yang sama dengan bau pada obat salep milik Aiden.

Aiden, Harris, Hana dan beberapa pelayan bergegas mengikuti Anya ke lantai dua. Mereka melihat Anya termenung dan memperhatikan serbuk putih di tangannya.

"Ini … bau yang sama," kata Anya dengan pelan.

Anya adalah mahasiswa jurusan kimia, tentu saja ia memahami bahan-bahan kimia. Serbuk putih di tangannya itu adalah bahan kimia. Kalau bahan tersebut sampai masuk ke mata Aiden, matanya akan benar-benar hancur!

"Harris, periksa obat itu. Cari tahu apakah benar-benar ada bahan kimia lain di dalamnya!" perintah Aiden. Suasananya langsung terasa dingin.

Ternyata benar-benar ada seseorang yang ingin mencelakainya …

Hana merasa sangat marah hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Ia sudah mendengar semua ceritanya dari Harris. "Orang itu tidak hanya membunuh dokter Tuan, tetapi juga sengaja menambahkan bahan yang berbahaya pada obat Tuan. Sungguh keterlaluan!"

Untung saja, Aiden belum sempat menggunakan obat itu. Untung saja kali ini Anya bisa menemukan perbedaan dari kedua obat tersebut.

Kalau tidak, siapa yang tahu apa yang akan terjadi …