Malam itu, Suro berbaring di atas pembaringan kamar tamu yang disediakan untuknya. Hatinya terasa lega, karena niatnya untuk masuk ke dalam kuil Shao Lin terwujud tanpa banyak kendala.
"Alhamdulillah," ia berucap syukur dalam hati, "Akhirnya, aku bisa masuk ke dalam kuil ini. Tapi, ....entah sampai kapan..."
Satu-persatu, bayangan wajah orang-orang yang selama ini ada dalam kehidupannya bermunculan satu-persatu dengan berbagai cerita yang tertanam dalam fikirannya, membuat kepalanya terasa penuh dengan kenangan.
Tiga bayangan wanita muncul mendominasi. Yang Zhou Lin yakni ibu angkatnya, Yang Li Yun dan Yin Rou Yi.
Yang Zhou Lin adalah wanita yang menjadi ibu angkatnya saat ini. Wanita inilah yang membuat dirinya merasakan kembali indahnya sebuah keluarga yang dulu pernah hilang. Meskipun ia memiliki anak kandung sendiri, tetapi Suro tak pernah merasakan perlakuan yang berbeda dari wanita itu, bahkan terkesan Zhou Lin lebih memberikan perhatian kasih sayang yang melebihi anak kandungnya.
Mengingat Zhou Lin, secara tidak langsung pasti mengikutkan bayangan Yang Li Yun, adik angkatnya. Bagaimana tidak, Li Yun tak pernah jauh dari sisi ibunya kemana pun ia pergi. Tingkahnya yang manja, periang, berani dan suka berbicara terus-terang tapi kekanak-kanakan menjadi ciri khasnya. Justru itulah yang membuat hati Suro menyukai Li Yun, hingga menimbulkan rasa cinta dalam hatinya.
Saat berbincang dengan Li Yun, waktu selama apapun menjadi tidak membosankan, selalu ada saja bahan untuk dibicarakan. Sehingga waktu yang panjang terasa singkat. Suro merasa Li Yun memang dipasangkan untuknya yang pendiam dan tak banyak bicara. Jika bisa diibaratkan dengan angka, dirinya adalah 1 dan Li Yun adalah 9 untuk menggenapkan angka 10.
Ah, masih adakah kesempatan untuk bercanda denganmu, Li Yun? Ia membatin.
Ia berharap Li Yun juga merasakan apa yang ia rasakan malam ini.
Masih ada satu gadis lagi yang ada dalam fikirannya dan membuatnya jadi serba salah, Yin Rou Yi. Meskipun Rou Yi gadis pemalu, tetapi ia sangat cerdas, santun, lembut dan baik hati. Satu sifat yang mirip dengannya adalah, Rou Yi seorang gadis pendiam.
Pada dasarnya ia tidak mencintai Rou Yi, tapi ia menyukai karakternya yang seperti itu. Ia tidak bisa tidak untuk mengabaikan Rou Yi. Ia tak bisa berkata tidak untuk menolak cintanya. Ia tak ingin menyakiti hati Rou Yi sebab gadis itu terlalu lembut dan tak layak hatinya untuk disakiti. Sungguh, cinta Rou Yi padanya membuat kepala sakit.
Di saat-saat kepergiannya, Suro malah memberikan sentuhan kenangan pada Rou Yi melalui usapan tangannya waktu itu untuk menyeka air mata Rou Yi, disaat gadis itu menangis melepaskan kepergiannya. Ia dapat merasakan kesejatian cinta Rou Yi ketika ia rela untuk dilupakan demi kebahagian dan keselamatan hidup Suro.
Ia merasa menjadi orang yang zalim jika sampai melupakan Rou Yi.
Walaupun memiliki karakter yang berbeda, kedua gadis itu sama-sama cantik dalam pandangan Suro. Dan sayangnya karakter dua gadis itu sama-sama ia sukai.
***
Biksu Kei Yin membawa Suro menuju sebuah halaman yang cukup luas, dimana halaman itu dipenuhi oleh para biksu remaja yang berbaris rapi dan seragam sedang memainkan jurus-jurus kungfu. Di hadapan para biksu remaja itu, Suro melihat Ching So Yung sedang berdiri mengawasi jalannya latihan.
Begitu melihat Suro datang bersama Biksu Kei Yin, Ching So Yung tersenyum dan menunduk hormat pada mereka berdua.
"Selamat pagi pendekar Luo!" ia menyapa dengan hangat dan senyum senang.
Suro membalas senyuman biksu muda itu dengan menangkupkan tangannya dan sedikit menunduk.
"Apakah bahumu masih terasa sakit?" Suro bertanya.
Ching So Yung memegangi bahunya, lalu memutarkannya ke depan dan ke belakang memperlihatkannya pada Suro. Tampaknya kondisi bahunya sudah pulih.
"Kau dapat melihat sendiri, semua ini berkat bantuanmu," katanya semangat.
Suro mengangguk-anggukkan kepala, "Syukurlah kalau begitu..."
"So Yung, aku membawa Luo berkeliling. Beliau hendak mempelajari kungfu Shao Lin. Hanya saja aku tidak tahu apa yang harus dipelajarinya terlebih dahulu. Kau sudah pernah melihat kemampuan beladiri pendekar Luo, barangkali kau bisa memberikan saran?" Biksu Kei Yin berkata.
Ching So Yung diam sesaat untuk berfikir, dahinya terlihat berkerut, kemudian ia tersenyum.
"Pendekar Luo, aku sebenarnya juga bingung. Melihat kungfumu yang begitu tangguh, aku tak tahu bagaimana harus membantumu. Lain halnya jika anda adalah murid baru. Tetapi, jika anda hendak mengkoleksi jurus-jurus, anda bisa mengamati mereka," So Yung berkata begitu sambil meminta Suro untuk melihat para murid Shao Lin yang sedang melakukan gerakan-gerakan jurus.
Sambil mereka berbincang, sebenarnya Suro sudah dari semula mengamati para biksu-biksu baru itu berlatih. Gerakan-gerakan yang begitu indah, gagah dan keras muncul sebagai pendapatnya dalam hati.
Biksu Pelatih Senior memperhatikan pengamatan Suro, lalu kemudian ia pun memberi informasi.
"Ciri dari kungfu Shao Lin adalah Kungfu pada garis lurus, yaitu mencari jarak terdekat dengan musuh dan melancarkan serangan secara lurus. Kungfu Shao Lin dikatakan juga dengan kungfu di atas tanah seluas punggung kerbau."
Suro mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Kei Yin, biksu pelatih senior.
"Hmmm.... Sangat berbeda dengan kungfu Tai Chi, ya, yang bergerak secara melingkar." Suro berkata.
"Ya," Biksu Pelatih Senior itu mengangguk, "Kungfu Shao Lin, segalanya adalah lurus, baik bertahan mau pun menyerang. Anda bisa melihat lukisan-lukisan di Balai Seratus Kain atau Seribu Budha. Di sana ada banyak gambar yang melukiskan pertarungan yang indah."
Sampai tiba saat permainan jurus tangan kosong selesai, Ching So Yung tiba-tiba berteriak memberi perintah untuk memainkan jurus Toya.
Setelah persiapan para murid selesai, Ching So Yung kembali berseru dengan satu teriakan yang membuat mereka langsung memainkan jurus toya.
"Senjata yang kubisa adalah menggunakan senjata dengan rotan pendek, yang bisa disamakan dengan pedang yang tajam. Untuk jurus toya, sepertinya menarik," Suro berkata pada Ching So Yung.
Biksu muda itu langsung tersenyum, "Baiklah, malam ini aku akan mengajarkanmu secara khusus. Sementara, anda bisa berkeliling dalam biara ini, siapa tahu ada yang membuat hatimu tertarik lagi. Nanti, jika kakak Yung Se Kuan dan Hang Se Yu sudah sehat seperti semula, mereka akan menambahkan apa yang kau butuhkan."
Suro mengangguk senang, tiba-tiba raut wajahnya berubah seperti teringat sesuatu ketika Ching So Yung menyebut kedua nama itu.
"Oh, ya. Bagaimana kondisi saudara Yung Se Kuan dan Hang Se Yun?" tanyanya pada Ching So Yung.
Ching So Yung kembali tersenyum, rasa hormat dan hutang nyawa pada Suro muncul membuatnya menundukkan kepala sesaat.
"Mereka berada di balai pengobatan dalam perawatan Biksu So Lai," katanya, "Anda bisa mengunjunginya kalau mau."
Suro menghadapkan wajahnya pada Biksu Kei Yin.
"Bisakah kita kesana?" pintanya.
"Tentu saja!" Biksu Kei Yin menjawab sambil tersenyum, lalu melambaikan tangannya ke depan mempersilahkan Suro untuk mengikutinya.
***
Sebuah bangunan tersendiri yang cukup besar dan luas menjadi satu dalam halaman biara kuil Shao Lin. Di atas pintu masuknya yang lebar tertulis keterangan Ruang Perawatan. Karena dimanfaatkan untuk ruang perawatan, maka didalamnya pun terdapat beberapa pembaringan dan lemari-lemari tempat menyimpan obat dan alat-alat pengobatan. Di dalam ruang itu pula, terdapat sebuah pintu yang menuju ruang lain dimana herbal-herbal racikan diolah. Bisa dikatakan tempat itu adalah dapur tempat perebusan.
Suro memasuki Ruang Perawatan berjalan di belakang Biksu Kei Yin. Ia melihat Biksu Muda Yung Se Kuan dan Hang Se Syun berada dalam ruangan itu dengan tempat pembaringan yang terpisah, di sisi lainnya yang terpisah arah dengan pembatas dinding tipis terdapat ruangan lainnya bertuliskan ruang obat. Ada satu meja cukup lebar yang duduk dihadapannya seorang biksu lain berusia lebih dari setengah abad membelakangi lemari dengan beberapa puluh rak yang terdapat tanaman-tanaman herbal kering tak jauh dari punggungnya. Ia nampak sedang menulis sesuatu.
Begitu melihat ada yang datang, wajahnya yang semula serius tiba-tiba berubah ceria. Ia berdiri dan keluar dari aktivitasnya menyambut kedatangan Suro dan Biksu Kei Yin.
"Oh, ada Biksu Kei Yin, dan pendekar Luo rupanya," ia menunduk memberi hormat, dan tersenyum pada Suro. "Se Kuan dan Se Yun sudah menceritakan semuanya padaku. Aku sangat berterima kasih pada anda tuan pendekar. Anda sudah memberikan tindakan yang sangat tepat. Tampaknya anda sangat menguasai ilmu pengobatan!"
"Tidak terlalu menguasai, hanya pernah belajar sedikit," Suro berkata merendah.
Biksu Kei Yin tertawa sambil manggut-manggut mendengar tangkisan Suro, kebenarannya ia sudah tahu bahwa disamping ahli beladiri, Suro memang seorang ahli dalam pengobatan.
"Ini Biksu So Lai, yang menangani para biksu yang sakit. Bahkan masyarakat sekitar yang sakit pun bisa ditangani di sini," katanya, lalu menghadap kembali pada Biksu So Lai, "Kurasa anda juga sudah tahu, inilah pendekar yang diceritakan oleh Se kuan dan Se Yun."
Suro menunduk dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada. "Nama saya Luo Bai Wu, anda cukup memanggil saya Luo saja tanpa perlu menambahkan embel-embel lain mengingat usia Luo juga masih sangat muda."
Biksu Kei Yin dan So Lai tertawa mendengarnya, lalu Biksu Ke Yin menambahkan sesuatu yang diingatnya, "Oh, ya, So Lai. Luo ini adalah anak angkat dari tuan Yang Meng!"
Mendengar kalimat Biksu Kei Yin, Biksu So Lai terkejut dan tersenyum senang, lalu ia kembali memberi hormat dengan cara menunduk sebentar.
"Sungguh suatu kehormatan buat saya bisa bertemu dengan anak angkat dari tuan Yang. Beliau sungguh orang yang dermawan. Dan saya bisa melihat, prilaku anda tak jauh beda dengan beliau."
"Biksu So Lai terlalu memuji. Saya merasa tak pantas." Jawab Suro kemudian.
Biksu So Lai tertawa, "Jangan sungkan. Oh, ya. Bagaimana kabar beliau sekeluarga?"
"Alhamdulillah, beliau sekeluarga dalam keadaan baik. Terima kasih atas perhatiannya."
"Syukurlah, semoga beliau selalu dalam keadaan aman dan damai."
"Oh, ya." Biksu Kei Yin memotong, "Kedatangan kami hendak melihat keadaan Yung Se Kuan dan Hang Se Yun.
"Silahkan!" Biksu So Lai mengangkat tangannya mempersilahkan mereka berdua, lalu bersama-sama menuju ruang dimana kedua biksu dimaksud terbaring.
Tak butuh waktu lama, mereka sudah berada disisi pembaringan Yung Se Kuan dan Hang Se Yun.
Kedatangan mereka berdua membuat keduanya cukup kaget dan hendak menegakkan punggungnya.
Buru-buru, Suro menahan mereka agar tetap dalam kondisi berbaring.
"Organ dalam anda berdua dalam keadaan terluka, tak boleh ada yang menekuk. Tetaplah berbaring!" Suro berkata.
Ucapan Suro yang demikian semakin meyakinkan Biksu So Lai bahwa Suro memang seorang ahli pengobatan. Ia tersenyum riang sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Pendekar Luo," Se Kuan dan Se Yun berkata nyaris bersamaan, dan mereka tersenyum menyambut Suro.
"Izin dari Biksu Kepala Kei An sudah keluar, dia sudah menjadi saudara seperguruan kalian!" Biksu Kei Yin berkata pada keduanya.
Raut wajah mereka langsung berubah gembira begitu mendengar informasi yang disampaikan oleh Biksu Kei Yin. Masalahnya, tidak sembarang orang bisa masuk biara Shao Lin, dan ini membuat mereka tak percaya kalau berita ini tidak disampaikan langsung oleh Biksu Kei Yin.
"Benarkah?" lagi-lagi mereka bertanya bersamaan.
Biksu Kei Yin cuma tersenyum sambil mengangguk sekali.
"Tadi aku meminta pendapat pada So Yung. Pelatihan apa yang harus diberikan kepada Luo, mengingat ia ini sudah ahli. Menurut Suro sendiri, ia ingin belajar menggunakan Toya, karena senjata itu yang belum dikuasainya."
Yung Se Kuan mengangguk dalam kondisinya.
"Di sini, semua permainan senjata dipelajari, baik itu pedang, golok, toya, cakar naga, sampai bandul bintang jatuh, mengapa saudara Luo hanya memilih Toya?" Se Kuan bertanya pada Suro.
Yang ditanya tersenyum dan berfikir sejenak sebelum memberikan jawaban.
"Sebenarnya, aku itu takut melukai orang, makanya aku memilih senjata tumpul hanya untuk melumpuhkan." Jawabnya.
Dari jawaban Suro, mereka yang ada diruangan itu sudah bisa menebak karakter dari Suro. Pemuda itu berhati lembut, sangat penuh kasih dan sayang.
"Menurutku, kakak Se Kuan," Hang Se Yun berpendapat, "Kenapa tidak memilih berlatih salah satu dari 72 seni beladiri Shao Lin selain daripada belajar jurus?"
Yung Se Kuan terdiam sejenak.
"Hm.." ia mengangguk, "Kurasa itu sangat bagus!"