Beberapa hari kemudian, disuatu malam, Suro sudah berada dalam kamarnya. Ia duduk ditepi pembaringan sedang memikirkan pertarungan yang akan dihadapinya, menanggapi tantangan dari Ye Chuan.
Kondisinya belum pulih 100 %, makanya ia belum berani banyak bergerak, dan ia meyakini kondisi Ye Chuan pastilah sama dengan kondisinya. Hanya saja, melihat kekuatan Ye Chuan yang masih sanggup melakukan serangan akhir untuk melumpuhkannya membuat ia harus merasa khawatir. Proses penyembuhan Ye Chuan pastilah lebih cepat darinya. Ketika itu tiba, maka Ye Chuan pasti sudah memikirkan cara untuk mengatasi serangan-serangan yang dipelajarinya pada saat pertarungan beberapa hari lalu.
Kemudian ia memutuskan merebahkan diri dan berharap untuk bisa terlelap berisitirahat untuk pemulihan yang maksimal.
Tongkat rotan milik gurunya ia singkirkan agar tak menghalangi posisi tubuhnya, tapi sebelum itu dalam kondisi berbaring ia memandangi sejenak senjata itu sekedar mengingat kenangan si pemilik sebelumnya, yaitu Ki Ronggo Bawu.
Tiba-tiba hatinya tertarik melihat salah satu ujung tongkat rotan yang dililit benang melingkar, yang digunakan untuk alas memegang agar tak mudah terlepas ketika digunakan.
Benang itu melingkar dan digulung rapat dan rapi, tetapi ada sedikit benang yang menjuntai dan hendak terlepas. Berniat untuk menggulung ulang, ia kemudian kembali duduk di tepi pembaringan dan melepas gulungan benang dari ujung rotan.
Semakin banyak lilitan benang itu terlepas, ia melihat sesuatu yang membuatnya penasaran. Sebuah tulisan berisi kalimat terukir dalam huruf arab di batang rotan yang semula tertutup oleh lilitan benang tersebut.
"Oh, ternyata berbahasa melayu!" batinnya.
Membaca tulisan yang terukir melingkar mengikuti alur bulatan tongkat itu, Suro seolah-olah sedang mendengarkan Ki Ronggo Bawu tengah berdiri dihadapannya secara pribadi, menjelaskan tentang apa yang tertulis di situ.
Garis kekuatan khayal pelindung, menguasai seluruh jalur-jalur kekuatan pada tubuh, berguna dalam penyaluran energi untuk menutrisi energi panas dan dingin. Karena garis ini disebut juga "Lautan energi Panas" ia mengontrol daerah punggung, dimana daerah ini kaya akan Energi Pelindung atau Lapisan Energi, berarti ia juga bertanggung jawab atas aliran energi diseluruh tubuh.
Energi hanya akan bisa terbentuk dari tingkatan dasar Cempaka satu sampai dengan Cempaka ketujuh yang terakumulasi, nantinya akan mengontrol pemusatan energi pada satu titik. kepasrahan gerakan akan dikontrol oleh energi itu sendiri membentuk gerakan yang kita beri nama Telapak Bunga Mekar.
Kening Suro mengkerut mencoba memahami makna dari tulisan yang ia baca. Berulang-ulang dipandanginya tulisan itu, barangkali ada yang tertinggal. Tetapi tetap saja ia menemui jalan buntu. Yang bisa ia fahami hanyalah satu kalimat yang jelas, bahwa tulisan ini mengajarkan sebuah jurus yang bernama Telapak Bunga Mekar. Energi Telapak Bunga Mekar hanya bisa dipelajari oleh murid Cempaka Putih yang sudah memiliki dasar tenaga dalam tingkat satu sampai tingkat ketujuh, dan akumulasinya akan menghasilkan energi baru, Telapak Bunga Mekar.
Yang menjadi masalah adalah, bagaimana megakumulasikan energi dari tingkat satu sampai dengan tingkat ketujuh.
"Apakah, teknik di tingkat satu, dua, sampai ketujuh mesti dicari terlebih dahulu inti energinya?" ia bertanya-tanya sendiri.
***
Hari-hari berikutnya, ratusan mill dari biara Shao Lin.
Yang Meng buru-buru melangkah menuju ruang tamu begitu seorang pelayannya memberitahu bahwa ada beberapa orang berpakaian prajurit mencarinya. Sambil berjalan, ia merasakan perasaan yang tidak karuan. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Di ruang tamu, seorang berpakaian prajurit memang sedang menunggunya, berdiri sambil melipat tangan di depan dada. Matanya memandangi beberapa lukisan pemandangan yang menghiasi ruang itu.
Perwira Chou!
Begitu Yang Meng tiba, prajurit itu yang memang adalah perwira Chou sedang membelakanginya.
"Tuan..." Yang Meng menyapa.
Perwira Chou tidak langsung membalikkan badannya, tetapi sekedar menoleh. Gaya angkuhnya seolah sengaja ia perlihatkan, bahwa ia adalah aparat dari penguasa.
"Anda adalah Yang Meng?" tanyanya dengan nada merendahkan.
Yang Meng mengangguk menangkupkan kepalan tangannya sambil menunduk.
"Benar," jawabnya, "Tuan siapa?"
Kali ini Perwira Chou membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Yang Meng dengan tatapan dingin. Sedikitpun tak ada senyum diwajahnya.
"Aku dengar, anda mempunyai seorang puteri yang bernama Yang Li Yun," Perwira Chou tak menjawab pertanyaan Yang Meng, "Mana dia?"
Wajah Yang Meng memucat, jantungnya terasa berdetak kencang. Ia sudah yakin, bahwa lelaki berpakaian prajurit itu adalah Perwira Chou yang pernah diceritakan oleh Li Yun, puterinya. Firasatnya mengabarkan sesuatu yang buruk.
"Benar, tuan," jawabnya, "Tetapi sudah beberapa bulan ini ia pergi keluar kota mengunjungi sanak familiku."
Suara Yang Meng agak sedikit bergetar ketakutan, ia merasa kebohongan yang ia katakan bakal sia-sia. Tapi ia tak bisa mencari alasan lain.
"Huh!" Perwira Chou mendengus keras, "Kau fikir aku percaya?"
"Benar, tuan. Saya tidak berbohong," Yang Meng berusaha meyakinkan.
"Kau tahu apa akibatnya jika membohongi penguasa?" tanyanya mengetes kejujuran Yang Meng.
Di saat seperti itu, suara Perwira Chou yang cukup keras terdengar oleh Tan Bu, sehingga ia langsung keluar menemui Perwira Chou.
Tan Bu langsung memberi salam pada Perwira Chou sebelum Yang Meng menjawab.
"Maafkan kami tuan," Tan Bu berkata tegas menyela tanpa rasa takut karena rasa geramnya melihat Perwira Chou yang berlagak dan menekan majikannya, "Apa yang dikatakan tuan Yang benar. Nona Li Yun sedang pergi ke luar kota!"
Perwira Chou menyipitkan mata menatap lekat ke arah Tan Bu yang dilihatnya menantang tatapan matanya. Senyumnya menyeringai.
"Kamu siapa?" tanyanya pada Tan Bu, nadanya tak berubah, memandang rendah Tan Bu.
"Saya bekerja disini!" jawabnya tanpa ragu.
Lelaki itu tertawa keras mendengar jawaban Tan Bu, "Katakan saja kalau kamu itu adalah pembantu dirumah ini!"
"Sebenarnya, apa mau tuan?" Tan Bu mulai tak bisa menahan emosi, tangannya mengepal dibalik punggungnya.
Yang Meng buru-buru menenangkan Tan Bu. Ia tak ingin terjadi keributan dan memancing istri dan anaknya keluar.
"Sudahlah," katanya berbisik.
"Mata-mataku mengatakan, puterimu Yang Li Yun adalah orang yang terlibat dalam perkelahian diperbatasan kota, dan yang dilukai adalah orang-orangku!" katanya dengan gaya suara bak seorang penguasa terhadap rakyat rendahan.
Tubuh Yang Meng bergetar ketakutan, berbeda dengan Tan Bu, tubuhnya justru bergetar menahan amarah. Ia tahu dari apa yang diceritakan oleh Suro, bahwa Perwira Chou itu memiliki kungfu yang jauh lebih tinggi darinya. Tetapi saat ini ia tak perduli. Ia sudah siap mati membela keluarga Yang.
"Barangkali tuan salah orang. Mana mungkin puteri berkelahi sedangkan ia tak bisa kungfu," Yang Meng berusaha memberi sanggahan.
Sekali lagi, Perwira Chou tertawa, ia menganggap Yang Meng sedang membuat lelucon. Ia tetap tak mempercayai alasan dari Yang Meng. Tak mungkin mata-mata yang ia sebar salah mencari orang, lagi pula ia sendiri sebelum menindak sudah melakukan pengamatan terlebih dahulu tanpa diketahui oleh Yang Meng.
"Ah!" katanya lalu merenggut baju Yang Meng dan menariknya hingga mendekati wajahnya, "Aku tak suka buang waktu. Cepat serahkan puterimu!"
Tan Bu langsung bereaksi. Ia langsung memegang lengan Perwira Chou dan mencengkeramnya dengan kuat agar lelaki itu melepaskan tangannya pada Yang Meng.
Perwira Chou langsung melemparkan tubuh Yang Meng dengan keras, hingga lelaki paruh baya itu terlempar dan menghantam perabotan di ruang itu hingga pecah berhamburan.
"Hei, kacung!" ia menatap Tan Bu dengan pandangan melotot, giginya merapat keras, "Berani kamu menantang aparat!"
Tan Bu melepaskan cengkeramannya, kali ini ia membantu Yang Meng berdiri diikuti pandangan Perwira Chou yang merasa direndahkan sebab ancamannya pada Tan Bu seperti dianggap angin lalu.
Setelah membantu Yang Meng berdiri, Tan Bu balas menatap marah pada Perwira Chou, lalu mengacungkan jarinya menunjuk hidung lelaki itu.
"Jangan mentang-mentang anda sebagai aparat bisa seenaknya menindas rakyat!" katanya keras.
Merasa Tan Bu tidak gentar kepadanya, lelaki itu buru-buru maju melangkah mendekat lalu melakukan tamparan keras ke wajah Tan Bu.
Tentu saja Tan Bu tak mau wajahnya jadi sasaran, maka ia mengangkat tangannya untuk menangkis, lalu balas melakukan pukulan tinjunya ke wajah Perwira Chou. Dengan pandangan remeh, yang diserang balik cuma memiringkan kepalanya lalu meninju perut Tan Bu dengan telak.
Tan Bu terdengar melenguh dengan kepala tertunduk, Perwira Chou langsung menjambak rambut Tan Bu dengan keras membantingnya ke lantai. Karena menghantam benda keras, hidung Tan Bu langsung mengeluarkan darah. Ia langsung berguling menjauh sambil kesakitan. Ia tak mau menjadi sasaran kaki Perwira Chou yang akan menginjak tubuhnya.
Setelah berdiri sambil menyeka hidungnya, tak lama ia maju menyerang Perwira Chou dengan pukulan. Yang diserang malah menyongsong pukulan itu dengan telapak tangannya yang terbuka, menangkap telapak tangan Tan Bu.
Tan Bu jelas terkejut, secepatnya ia menarik tangannya dari tangkapan Perwira Chou tetapi lelaki itu keburu memutar cengkeramannya membuat pelintiran yang memaksa Tan Bu mengikuti arah pelintiran agar tangannya tidak patah.
Buk!
Sekali lagi tubuhnya terbanting dengan punggung menghantam tanah.
Melihat itu, Yang Meng buru-buru menyeret tubuh Tan Bu untuk menjauh dari posisi Perwira Chou. Rasa takutnya berganti dengan amarah, sehingga pandangannya terhadap aparat itu menjadi pandangan kebencian.
"Jika tuan mau bunuh, bunuh saja aku!" tantang Yang Meng.
Perwira Chou tampak menyeringai, lalu mendatangi Yang Meng dengan cepat sambil melakukan tendangan keras ke perut ayah angkat Suro itu.
Buk!
Tendangan itu membuat tubuh Yang Meng terkulai. Ia tak memiliki keahlian beladiri sama sekali untuk melawan sehingga serangan itu menghujam mulus tanpa halangan keperutnya. Tubuhnya langsung tersungkur, wajahnya memerah menahan rasa sakit yang tak biasa ia rasakan.
"Lebih baik kubunuh saja sekalian!" katanya dengan kejam.
Perwira Chou tanpa ampun menyepak kepala Yang Meng dengan keras membuat tubuh lelaki itu terputar dan terbanting kembali.
Erangan kesakitan tak membuat Perwira Chou merasa kasihan, sementara ia melihat dari mulut dan hidung Yang Meng sudah mengucur darah segar.
Melihat tuannya diperlakukan demikian, dengan sisa-sisa tenaganya Tan Bu langsung menyergap Perwira Chou hingga keduanya berguling, dan kepala Periwira Chou membentur tanah.
Dalam kesempatan itu, Tan Bu langsung melayangkan pukulan-pukulan beruntun ke kepala Perwira Chou yang nampak kaget, hingga ia beberapa kali terpaksa menerimanya.
Namun, pukulan dari Tan Bu sepertinya tak berarti apa-apa buat Perwira Chou yang langsung meraih kembali lengan Tan Bu dan memutarnya kesamping. Keadaan berbalik!
Dengan cepat, periwa Chou bangkit berdiri lalu balas menginjak-injak tubuh Tan Bu yang sudah lemah. Tan Bu tak mampu melawan, hanya bisa menerima tubuhnya dijadikan sasaran kaki dari lelaki itu.
Disaat demikian, satu tendangan tak terduga memuat tubuh Perwira Chou menghantam dinding, bersamaan dengan sebuah jeritan nyaring memanggil nama Yang Meng.
"Suamiku!!!" Zhou Lin langsung menubruk tubuh Yang Meng yang tak berdaya dengan wajah sudah babak belur dan penuh luka. Ia menangis!
Li Yun yang tadi menendang Perwira Chou berdiri memasang kuda-kuda Tai Chinya, ia sempat melirik ke arah ayahnya yang terluka parah. Amarahnya langung tersulut, matanya memandang dengan ganas ke arah Perwira Chou.
Melihat Li Yun, Perwira Chou tersenyum meremehkan.
"Akhirnya, aku bisa menemukanmu, kan?" katanya sambil menyeringai mendekatai Li Yun yang waspada.
Walau pun Li Yun sadar kekuatannya tidak sebanding dengan Perwira Chou, ia sudah bertekad melawan. Wajah ayahnya yang terluka seolah menghilangkan sisi kewanitaannya.
"Maju sini!" tantang Li Yun.
"Cih!" Perwira Chou meludah, "Sudah tahu kamu tidak bisa menang, masih saja buang tenaga untuk melawan!"
"Jangan banyak omong, maju sini!" Li Yun bertambah emosi.
Perwira Chou mendengus sebentar, lalu ia melangkah maju mendekati Li Yun dengan cepat. Sampai jarak serang, tangan kanannya yang mengepal langsung meninju kepala Li Yun.
Gadis itu memutar tubuhnya sambil mengayun tangan meraih tangan Perwira Chou, memutarnya dan membalikkan arah serangan ke tubuh Perwira Chou. Perwira Chou rupanya sudah membaca arah gerakan Li Yun. Ia tak mau mengikuti pergerakan tangan lawan, lalu membuaut putaran balik menghantam dada Li Yun, belum selesai satu hantaman, ia kembali sorongkan tendangan keras ke tubuh Li Yun.
Buk!
Buk!
Dua serangan sekaligus membuat tubuh Li Yun terbanting ke lantai. Gadis itu memegangi dadanya, lalu berusaha bangkit. Namun, tubuhnya seperti berat, hanya mampu terbaring di lantai bersangga sikutnya. Tak lama, darah segar ia muntahkan.
"Li Yun!!!" Zhao Lin berteriak dan berlari ke arah puterinya.
Gadis itu tak memperdulikan ibunya, ia hanya menatap penuh kebencian pada Perwira Chou.
"Ibu," katanya, "Menjauhlah!"
Ia meminta ibunya dengan suara yang terdengar susah payah. Tapi Zhou Lin menggeleng sambil terus menjerit menangis.
Ia kemudian berdiri di hadapan puterinya sambil merentangkan kedua tangannya, mencoba menghalangi Perwira Chou yang berjalan mendekat.
"Jangan mendekat! Pergilah!" serunya pada Perwira Chou yang tampak menyeringai memandanginnya.
"Ibu! Menjauhlah!" Li Yun berteriak. Ia ingin meraih tubuh ibunya agar ia beralih dari hadapannya, tetapi ia tak mampu. Zhao Lin tak mau mendengarkannya.
Perwira Chao semakin mendekat dengan suara tertawa penuh kemenangan. Wajahnya nampak buruk dan menakutkan dihadapan Zhao Lin.
Buk!
Tendangan Perwira Chou menghujam ulu hati Zhou Lin. Wanita itu langsung melenguh panjang kesakitan disusul tubuhnya yang lemah tersungkur ditanah, darah mengalir dari sudut bibirnya. Ia pingsan.