Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 39 - Firasat Buruk

Chapter 39 - Firasat Buruk

"Ibuuuu!"

"Zhou Lin!!"

"Nyonya Yang!!"

Tiga seruan bersamaan keluar dari mulut Yang Li Yun dan Yang Meng yang menangis melihat kondisi wanita kesayangannya diperlakukan demikian dengan kejam.

Sementara Tan Bu langsung menyentak tanah menyesali dirinnya yang tak berdaya.

Perwira Chou tertawa nyaring, sambil memandangi tubuh-tubuh tak berdaya dihadapannya. Matanya masih sama, kejam dan tak punya belas kasihan!

Tiba-tiba ia mendengar suara keributan di luar, bersamaan dengan masuknya seorang wanita paruh baya ke dalam ruangan itu. Dibelakangnya menyusul beberapa prajurit Manchu yang berhasil diterobos olehnya sambil mengayun-ayunkan pedang.

Rupanya, tetua Huang Nan Yu telah melumpuhkan beberapa prajurit Perwira Chao yang berada di luar untuk menerobos masuk. Begitu melihat kondisi dalam ruangan itu, matanya terbelalak dan jantungnya berdetak kencang mengalirkan darah dalam tubuhnya melaju lebih cepat dari biasanya.

Beberapa prajurit masuk mengepung tetua Huang Nan Yu yang marah mendapati keluarga Yang dalam keadaan terluka parah tak berdaya. Pandangannya terhadap Perwira Chou seperti serigala betina yang hendak menerkam mangsa.

"Oh, rupanya ada lagi yang mau mampus!" ejek Perwira Chou pada Huang Nan Yu dengan tatapan menghina.

Wanita itu tak mampu berkata apa-apa, tubuhnya tampak jelas bergetar hebat, tangannya mengepal dengan bunyi menggeretak sama dengan suara giginya yang terkatup rapat.

Tanpa basa-basi lagi, ia langsung menyerbu Perwira Chou yang masih memandang sinis padanya.

Sebuah dorongan telapak tangan bertenaga dalam menghantam Perwira Chou yang nampak kaget dan tidak siap. Ia langsung mundur selangkah lalu memutar tubuhnya hingga serangan tetua Huang Nan Yu lewat. Tetapi tak berhenti disitu, serangan Tetua Huang Nan Yu kembali mengincar dadanya.

Kali ini Perwira Chou tak mampu mengelak, dadanya yang semula aman dari serangan kini harus rela menerima sebuah hantaman punggung telapak tangan, disusul dengan sebuah sikutan keras.

Buk!

Buk!

Lelaki itu terlempar dengan punggung menghantam dinding membuat nafasnya terhenti sesaat. Wajahnya menyiratkan kesakitan dan kemarahan yang menjadi satu menimbulkan makian-makian dalam hatinya.

Tetua Huang Nan Yu tak memberinya kesempatan untuk menghirup nafas lebih lama. Tendangan keras menyusul diarahkan ke perutnya membuat perwira Chou secepatnya berbalik. Tendangan wanita itu lolos dan menghantam dinding ruang tamu yang terbuat dari kayu hingga jebol.

Tak mau terus-terusan menjadi bahan sasaran, lelaki itu memaksakan sebuah serangan balik berupa pukulan dan tetua Huang Nan Yu menepisnya ke bawah lalu membalikannya ke dada Perwira Chou.

Meskipun teknik yang digunakan sama, tetapi kali ini yang dihadapi bukanlah Yang Li Yun, melainkan gurunya, Huang Nan Yu. Ia tak mampu menahan hantaman wanita tua itu seperti ia mampu menahan hantaman Yang Li Yun. Sekali lagi tubuhnya kembali dipaksa menerima hantaman.

Buk!

Hingga satu kesempatan lowong berhasil ia manfaatkan dengan melakukan lompatan sejauh mungkin dari tetua Huang Nan Yu. Lalu ia buru-buru bersiap dengan membentuk kuda-kuda menyerang.

Sebelumnya ia terdesak karena kejutan-kejutan yang dilancarkan wanita itu yang membuatnya kehilangan posisi baik menyerang maupun bertahan. Sehingga ia berada diposisi yang tidak menguntungkan.

"Sialan!" makinya.

Perwira Chou juga melihat, Huang Nan Yu kembali mempersiapkan serangan lanjutan dengan membuat kuda-kuda baru. Tangannya menghalau ke depan.

"Aku tak perduli siapa dirimu! Yang jelas kamu secara sadis sudah menyakiti keluarga ini. Maka aku tak akan sungkan untuk membunuhmu!" tetua Huang Nan Yu mengancam dengan suara bergetar.

Perwira Chou menatapnya dengan tatapan dingin dan senyuman menyeringai seperti hantu yang menakutkan. Kali ini, ia tak mau lagi menjadi sasaran serangan dari Huang Nan Yu. Posisinya kali ini sudah lebih siap.

"Aku yang akan membunuhmu lebih dulu!" suaranya keras membalas ucapaan wanita dihadapannya dengan kesan meremehkan.

Selesai berkata, lelaki itu menerjang Tetua Huang Nan Yu dengan tendangan, wanita itu menerimanya dengan jurus-jurus Tai Chi.

Pertarungan cukup seru menampilkan adu pukulan dan tendangan dari masing-masing pendekar.

Hingga beberapa saat pertarungan nampak imbang. Tetapi lama-kelamaan tampak Perwira Chou lebih banyak mendominasi serangan. Pertahanan dari Tetua Huang Nan Yu beberapa kali jebol mengakibatkan suara-suara benturan tubuh terdengar. Perwira Chou terlalu tangguh untuk dikalahkan olehnya yang sudah berusia lanjut.

Buk!

Sebuah tendangan menghantam dada tetua Huang Nan Yu, membuat tubuhnya terlempar dan menghantam dinding ruang tamu cukup keras, begitu jatuh ketanah, tak lama darah segar langsung keluar dari mulutnya. Wajahnya menjadi pucat. Tidak disangka ternyata Perwira Chao mampu membalik serangan-serangannya.

Perwira Chou tak memberinya kesempatan bernafas sebagaimana ia diperlakukan sebelumnya. Ia membuat sebuah lompatan yang tinggi, lutut kanannya menekuk diudara dan meluncur deras siap dibenamkan ke tubuh wanita itu.

Li Yun yang melihat gurunya berada dalam bahaya tanpa fikir panjang langsung menerjang dan menutupi tubuh tetua Huang Nan Yu melindunginya dengan punggungnya.

Buk!

Krak!

"Tidaaaak!!!!" tetua Huang Nan Yu berteriak keras.

Ia tak menyangka Li Yun akan berbuat seperti itu untuk melindunginya. Ia melihat wajah Li Yun begitu kesakitan dan segaris aliran darah juga mengalir dari sudut bibirnya.

Tubuh Yang Li Yun yang berada di atasnya telak terkena hantaman lutut Perwira Chou. Suara tulang berderak juga sangat jelas terdengar ditelinganya, yang ia duga serangan lutut perwira Chou sudah mematahkan tulang punggung muridnya.

Li Yun masih menjerit kesakitan, sementara Tetua Huang Nan Yu menjerit menangis tak karuan memanggil-manggil nama Li Yun.

Tak tahan dengan rasa sakit yang luar biasa membuat tubuh Li Yun tak lama terkulai, pandangannya menjadi gelap dan akhirnya ia pun pingsan di atas tubuh gurunya.

Melihat Li Yun, puterinya, Yang Meng tak berdaya dan tak mampu menoleh. Air matanya mengalir deras, sambil memanggil-manggil nama Yang Li Yun beberapa kali.

Perwira Chou berkacak pinggang sambil tertawa terbahak-bahak. Wajahnya menyiratkan kepuasan melihat situasi dan kondisi keluarga itu. Ia memandang satu-persatu mereka yang tergeletak tak berdaya akibat perbuatannya dengan senyuman aneh menyeringai.

Tak lama kemudian Ia menoleh pada beberapa pasukan yang sedari tadi berada tepat dibelakangnya.

"Bakar rumah ini!" perintahnya.

Tanpa rasa belas kasihan dan tanpa rasa berdosa ia membalikkan tubuh lalu melangkah pergi melenggang meninggalkan rumah itu.

Mendengar perintah dari Perwira Chou, para prajurit itu menganggukkan kepala. Dengan sigap mereka keluar sebentar dan kembali lagi dengan membawa beberapa buah obor, mulai membakar kain tirai, lalu meletakkan beberapa buah obor di beberapa sudut ruangan yang mereka anggap bisa terbakar dengan cepat.

Mereka tidak langsung pergi, tetapi berdiam diri sejenak untuk memastikan api yang mereka nyalakan tetap berkobar.

Setelah memastikan ruangan itu akan terbakar habis dan bersambung pada ruangan-ruangan lainnya, mereka pun langsung buru-buru pergi menyusul pimpinan mereka.

Yang Meng, Tan Bu, Tetua Huang Nan Yu nampak menangis pasrah. Saat kematian sebentar lagi akan mereka temui.

"Maafkan aku, tuan Yang," Tan Bu berkata lirih disela-sela asap yang semakin berkobar, "aku tak berguna bagi kalian. Kelak dikehidupan mendatang aku berharap bisa menjadi orang yang lebih berguna lagi bagi kalian."

Yang Meng tak menjawab, ia hanya bisa menangis sesenggukan mendapati nasibnya dan keluarganya dijemput kematian dengan cara yang tragis.

Brak!

Dari arah halaman belakang, beberapa orang terlihat turun dari atap lalu masuk ruang tamu dengan menerobos kobaran api yang kian membesar.

"Wang Yun dan yang lainnya!" satu suara berseru pada yang lain, "Cepat seret mereka keluar terlebih dahulu ketempat yang aman!"

"Baik tuan Zhu Xuan!" suara lainnya terdengar serempak.

***

Malam hari di dalam kamar, Suro sedang duduk bersila di atas lantai beralaskan kain hitam yang biasa ia kenakan. Mulutnya nampak sedang melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an yang ia hafal.

Entah kenapa, hatinya merasa gelisah, fikirannya terbang menjenguk keluarganya yang jauh. Entah mengapa ayat-ayat yang ia baca malam itu membuatnya meneteskan air matanya. Entah karena kandungannya yang meresap terbaca oleh jiwanya, ataukah ada sesuatu peristiwa buruk telah terjadi menimpa keluarganya.

Yang jelas, malam itu ia merasa sangat gelisah dan terlihat kacau.

Semula ia ingin melatih beladirinya, tetapi mengingat kondisinya yang belum pulih 100 % kembali mengurungkan niatnya untuk berlatih. Makanya ia memutuskan untuk berdiam diri di atas alas kainnya untuk mengaji membaca Qur'an.

Banyak sebenarnya yang mesti ia lakukan demi menghadapi tantangan dari Ye Chuan, mengingat waktu terus berjalan, sementara ia belum bisa melatih kemampuannya. Hatinya yang tidak karuan tiba-tiba datang seperti membawa firasat buruk malah semakin memperburuk suasana hatinya.

Di sela-sela bacaannya, bayangan wajah Zhou Lin yang tersenyum tiba-tiba terbersit sangat jelas dan nyaris membuat tubuhnya sedikit tersentak.

Ia mengusap-usap dadanya. Ia merasa tertekan dan merasa seperti orang yang gila.

"Ah, ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?" ia bertanya-tanya sendiri.

Ini seperti sebuah firasat buruk. Keinginannnya untuk pulang tiba-tiba mendesaknya sangat kuat.

Jika saja ia bisa melipat bumi, atau ia bisa berpindah tempat dalam sekejap, atau terbang dengan cepat, dalam sekejap ia pasti sudah berada dilingkungan keluarganya, tetapi ia buru-buru menepis khayalan yang tak masuk akal itu.

"Jangan-jangan, Perwira Chou...." tiba-tiba fikirannya membayangkan sebuah kejadian buruk yang didalangi oleh Perwira Chou.

Air matanya makin deras membayangkan jika memang hal itu terjadi.

"Ya Allah, lindungilah keluargaku!" pintanya dalam do'a.

Lalu ia mengangkat tangannya, menarik nafasnya dalam-dalam sebelum mengutarakan permohonan pada tuhannya. Hatinya betul-betul dipasrahkan pada kehendak yang maha kuasa.

"Ya Allah, Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku, Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku. Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku, Maka izinkahlah aku memberi syafa'at untuk mereka, sehingga kami semua berkumpul

Bersama dengan santunan-Mu di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung, serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah yang Maha Pengasih Diantara semua pengasih"