Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 17 - Yang Li Yun

Chapter 17 - Yang Li Yun

Melihat yang datang itu ternyata adalah orang yang mereka kenal, Suro bersama Wei Li Yang dan Wei Fu Han bangkit berdiri. Berbeda dengan kedua kakak beradik Wei yang tertawa melihat kelakuan Li Yun, Suro justru menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap gadis itu dengan raut wajah tak habis fikir.

Li Yun yang mengenakan pakaian ringkas berwarna biru muda turun dari kudanya, lalu berdiri dengan menyatukan tangan dan badan berputar bolak-balik, matanya yang bening diiringi senyum cantik dan manja memandang Suro yang menampakkan ketidaksenangannya. Ia nampak cuek melihat Suro atas kehadirannya di situ.

"Kakak, aku ikut, ya?" bujuknya manja dan kekanak-kanakan, lalu mendatangi Suro dan langsung memeluk lengannya.

Sekali lagi, pemuda itu mengeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak. Lidahnya tak mampu bergerak mengucapkan apa-apa.

"Ayolah, kakak.... Jangan khawatir, aku sudah meninggalkan surat untuk ibu, kok." katanya seolah ia bisa membaca hati Suro yang mempertanyakan kekhawatiran ibu atas kepergiannya mengikuti Suro.

Suro mencoba melepaskan pegangan tangan Li Yun yang memegang lengannya. Tapi sepertinya Li Yun tak ingin melepaskannya, malah bertambah kencang dan menggoyang-goyangkan lengannya sambil terus membujuk kakak angkatnya itu.

"Kakak.... Aku sudah sampai disini, apa engkau tega menyuruhku kembali?" bujuknya lagi.

Setelah menghela nafas panjang, ia tampak tak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin ia menyuruhnya untuk kembali pulang. Ini anak memang modus! Fikirnya.

"Tampaknya, kita harus membawa serta Nona muda Yang," kata Wei Li Yang sambil tertawa.

"Hmmm..." angguk Suro dengan malas, "Apa boleh buat. Terpaksa anak manja ini kita bawa. Jika nakal dan menyusahkan, kita buang saja ke sungai!"

Suro berkata dengan perasaan jengkel yang disambut dengan suara tawa dua bersaudara itu.

Mendengar ucapan Suro, Li Yun seolah tak perduli, malahan langsung melompat dan berseru kegirangan, lalu memeluk erat kakaknya itu.

"Terima kasih, kakaaak!" serunya.

Suro kaget setengah mati mendapat pelukan dari Li Yun. Bagian tubuh Li Yun yang menempel di tubuh Suro membuat darahnya seketika berdesir, dan jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Namun, ia tetap sadar diri dan tidak balas memeluk adik angkatnya itu.

Sepertinya berbeda dengan Li Yun, yang tak menyadari dampak pelukannya itu saking gembira.

"Li Yun..." ia berbisik, karena sangat dekat gadis itu mendengarnya lalu memandang wajah Suro yang nampak kemerahan, "jangan buat malu!"

Seketika, Li Yun tersadar lalu melepaskan pelukannya. Wajahnya pun berubah memerah dan tersenyum malu.

Wei bersaudara yang dari tadi memperhatikan kelakuan Li Yun langsung berbalik berpura-pura tidak melihat dan pura-pura merapikan perbekalan yang mereka bawa.

Nah, lho... Keterusan, kan gadis bodoh? Li Yun membatin sendiri, perasaannya campur aduk.

"M-maaf, kakak...." Ia berkata lirih dengan kepala menunduk.

Suro tak menjawab hanya melemparkan pandangannya ke arah lain, takut wajahnya yang juga bersemu merah terlihat oleh Li Yun. Perasaannya menjadi tidak karuan.

Setelah dirasa cukup beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan kembali menyusuri sungai.

Menjelang senja, akhirnya mereka pun tiba di kota perbatasan.

Penginapan itu cukup besar dan luas, terdiri dari 3 lantai, dimana lantai dasar digunakan sebagai tempat makan.

Menjelang malam, lantai dasar yang digunakan sebagai tempat makan itu semakin ramai oleh pengunjung. Baik dari tamu yang menginap atau yang datang dari berbagai tempat. Maklum, kota itu bisa dibilang kota segitiga emas karena posisinya yang cukup strategis. Setiap orang yang akan bepergian ke kota lain pastilah melewatinya, sehingga hampir kegiatan perekonomiannya seolah berlangsung tanpa henti.

Selain itu, posisi penginapan juga berada tak jauh dari keramaian berupa lapak para pedagang yang menjual berbagai barang dagangan maupun jasa.

"Tuan Muda dan Nona Yang," Wei Li Yang berkata setelah mereka selesai bersantap malam, "Mohon maaf kami tidak bisa menemani kegiatan kalian, karena kami butuh istirahat untuk memulihkan tenaga. Silahkan jika anda ingin berjalan-jalan menikmati suasana."

Suro mengepalkan kedua tangannya. Ia faham kondisi mereka berdua. Bagaimana tidak, perjalanan kedua utusan itu pastilah sangat melelahkan. Mereka nampak sekali kurang istirahat.

"Silahkan," sahut Suro.

Setelah mereka berdua naik ke lantai atas menuju kamar masing-masing, Li Yun menggoyang lengan Suro.

"Kakak, ayo kita jalan-jalan," ajaknya.

Pintu ruang makan itu terbuka lebar, sehingga pemandangan di luar bisa terlihat jelas dari dalam. Penerangan lampion warna-warni yang terpasang dari setiap rumah dan kumpulan lapak para pedagang membuat suasana malam itu terlihat cukup terang dan meriah.

Sebelum menjawab, Suro memandang ke arah luar. Kelihatannya menarik, batinnya.

"Ayo," sahutnya, lalu berjalan beriringan ke luar dan berbaur dengan orang-orang yang lalu lalang.

Malam itu kegembiraan terpancar di wajah Li Yun, senyum ceria menghiasi wajah cantiknya. Apalagi pakaian yang dikenakan Li Yun semakin menambah aura kecantikannya menyebar kemana-mana. Matanya seperti tak bisa dikendalikan, berkeliaran kesana kemari memperhatikan kumpulan para pedagang.

"Kakak, kita ke tempat itu!" Li Yun menunjuk ke salah satu pedagang yang menjual pakaian.

Tanpa basa-basi dan menunggu jawaban, ia langsung menarik tangan Suro, dan menyeretnya ke arah pedagang yang menjual pakaian.

Sesampainya, ia membolak-balikkan beberapa potong pakaian, mencobanya satu-satu dengan cara menempelkan ke badannya.

Suro baru menyadari, bahwa sejak kedatangan Li Yun tadi siang, ia tak melihat adiknya itu membawa bekal apa-apa, hanya membawa selembar pakaian yang dikenakannya. Ah, namanya juga melarikan diri. Betul yang dikatakan ibu angkatnya, bahwa Li Yun itu gadis ceroboh dan kadang teledor. Bagaimana bisa perjalanan jauh tidak membawa bekal apa-apa?

"Kakak, yang ini bagus tidak?" tanyanya sambil menghadapkan pakaian yang ia pilih pada Suro.

Pemuda itu memperhatikan pakaian yang ditunjukkan oleh Li Yun, yang ditempelkan melekat pada tubuhnya. Pakaian yang dipilih Li Yun berwarna kuning muda, terbuat dari bahan yang halus dan lembut.

Tiba-tiba ia tertegun sesaat begitu matanya beradu pandang dengan mata indah adiknya itu. Hatinya berdebar-debar. Diam-diam ia mengakui bahwa Li Yun memiliki wajah yang cantik, Karakter manja yang terlukis dari wajah ayu itu semakin menambah aura kecantikannya. Terpesona, ia sejenak hanyut tersihir kecantikan paras Li Yun, melupakan permintaan adiknya untuk memberikan tanggapan atas pakaian yang akan dipilihnya.

Ia baru tersadar ketika gadis itu menundukkan kepala malu-malu, wajahnya bersemu merah.

Buru-buru Suro langsung mengalihkan pandangannya ke tempat lain sambil garuk-garuk kepala.

"Kakak, apakah ada sesuatu menempel diwajahku?" tanyanya, sambil sesekali melirik kakak angkatnya dan pura-pura melipat pakaian yang ia pilih.

Tatapan mata Suro kali ini dirasakannya berbeda. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.

Yang ditanya nampak kebingungan menjawab.

"Ah, emmm...tidak ada.... pakaian itu cocok untukmu," tangkisnya gelagapan.

Suro merasakan dirinya seperti orang bodoh.

Mendapat tanggapan dari Suro, ia kembali tersenyum malu tak berani menatap wajah Suro.

"Benarkah?" tanyanya kurang yakin.

Suro tertawa ringan, "Perasaaan, pakaian apapun yang kau kenakan cocok semua. Apalagi yang ini."

Mendengarnya membuat Li Yun tersipu. Ia merasa tersanjung dengan bahasa ringan yang diucapkan Suro.

Entah malam itu, Li Yun merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan seumur hidup. Tatapan mata Suro barusan mengingatkannya pada peristiwa tadi siang. Ia tak habis fikir, bagaimana dirinya secara spontan bisa seenaknya memeluk erat tubuh Suro.

Awalnya, ia merasa hal itu adalah biasa sebagai bentuk luapan kegembiraan seseorang adik pada kakaknya. Tapi setelah itu barulah ia tersadar, meskipun sebagai adik tetap saja Suro bukanlah saudara sedarah untuknya.

Selesai melakukan pembayaran, mereka memutuskan kembali berkeliling. Tetapi kali ini dengan perasaan yang berbeda dengan sebelumnya, mereka tak saling bicara karena masing-masing sedang menyembunyikan perasaan malunya. Persis seperti orang lugu yang baru mengenal pasangannya.

Setelah cukup jauh dari penginapan melewati beberapa lapak pedagang, mereka melihat tiga orang anak muda tengah berjalan berlawanan arah seperti sengaja menutup jalan yang akan mereka lewati.

Suro dapat melihat, pandangan mereka menatap nakal dan tidak sopan pada Li Yun.

Ketika Li Yun hendak mencari jalan ke pinggir, ternyata mereka pun berjalan ke pinggir sambil merentangkan tangannya. Jelas sekali hendak menutup jalan Li Yun.

Hmmm, belum tahu mereka ini, batin Suro.

"Hai cantik..." katanya menggoda Li Yun.

Matanya memandang penuh nafsu dari ujung kaki sampai ujung kepala, lalu lidahnya terdengar berdecak.

Semula, Suro berniat hendak mendorong tubuh pemuda itu, tetapi kemudian ia mengurungkan niatnya ketika teringat bahwa posisinya adalah sebagai orang asing. Tak ingin menarik perhatian, ia cuma berdiam diri saja menunggu reaksi Li Yun.

Ia tahu betul kemampuan kung fu adik angkatnya itu, maka ia memutuskan untuk tidak ikut campur, kecuali jika gadis itu dalam kesulitan.

"Mau kemana cantik?!" yang lain menimpali.

Sesekali tangannya bergerak membelai-belai tubuh Li Yun. Gadis itu beberapa kali menepis keras.

Mereka tertawa mengejek. Sementara Suro mundur selangkah.

Ia melihat Li Yun sudah nampak emosi diperlakukan seperti itu, tatapannya berubah galak.

"Minggir kalian!" bentaknya.

Bukannya beralih, tiga orang pemuda itu malah tertawa menjijikkan, dan semakin berani mencolek tubuh Li Yun.

"Suaramu merdu sekali," goda salah satunya,"Ayo hibur kami!"

Satu orang dari mereka tiba-tiba meraih tangan Li Yun, dan menariknya dengan cepat membuat tubuh Li Yun tertarik. Hal itu refleks membuat Suro nyaris saja tergoda untuk bereaksi. Tetapi kembali ia urungkan ketika melihat tubuh pemuda yang menarik tangan Li Yun sudah terbanting.

Buk!

Satu teriakan melenguh kesakitan terdengar dari mulut pemuda yang dibantingya. Dua orang lainnya saling pandang, lalu menatap marah ke arah Li Yun.

"Dasar gadis pelacur!" makinya pada Li Yun.

Mendengar dirinya disebut pelacur, Li Yun emosinya makin memuncak, dengan gerakan cepat tangannya meraih kerah baju si pemuda.

"Apa kamu bilang!?" bentaknya.

"Gadis pelacur!" pemuda itu mengulangi ucapannya dengan mencibir.

Tangan Li Yun yang memegang kerah baju lawan tiba-tiba menekuk dengan cepat dan keras menjadi sebuah sikutan.

Plak!

Sekali sikut, kepala si pemuda terputar bersama tubuhnya dan jatuh ke tanah, dari lubang hidungnya langsung mengucur darah.

Melihat kawannya terluka, maka pemuda yang tersisa langsung melayangkan tinjunya ke arah Li Yun. Yang diserang melangkah maju mendekat, tangannya menyusup di ketiak tangan pemuda yang memukulnya, berbarengan dengan itu kakinya melakukan serangan sapuan di kaki si pemuda, hingga pemuda itu terbanting akibat kehilangan keseimbangan sehingga menimbulkan suara gedebuk.

Kejadian itu rupanya menarik perhatian orang-orang yang lalu lalang, dan menjadi sebuah tontonan yang seru, dimana seorang gadis cantik gemulai malah dengan begitu mudahnya mengalahkan tiga orang pemuda tanpa ada perlawanan sama sekali.

Karena merasa malu dikalahkan oleh seorang gadis, mereka tanpa basa-basi langsung berbalik arah dan melarikan diri secepatnya dari tempat itu sebelum ditertawakan oleh orang banyak.

Li Yun tersenyum mengejek melihat mereka pergi tunggang langgang. Wajahnya menampakkan kepuasan. Lalu, kemudian ia berbalik ke arah Suro, dan memberi isyarat untuk kembali berkeliling.

Suro tersenyum, lalu menggeleng. Ia rasa sudah cukup untuk malam ini.

"Kita kembali ke penginapan saja, ya. Kurasa, kita sudah berjalan cukup jauh dari penginapan," jawab Suro.

"Ayolah, kakak..." bujuknya, "Jarang-jarang kita bisa jalan-jalan di kota ini."

"Perjalanan kita masih panjang, musti menyiapkan tenaga untuk besok. Dini hari kita sudah harus meninggalkan kota ini," ucap Suro memberi pengertian kepada Li Yun.

Li Yun menampakkan wajah kecewa. Dengan malas, akhirnya ia pun mengangguk.

Tertawa dalam hati melihat tingkah Li Yun, gadis yang unik, fikirnya.

Bayangkan, secepat itu raut wajahnya berubah dari galak ketika menghadapi ketiga pemuda tadi menjadi manja seperti anak kecil hanya dalam sesaat. Seolah peristiwa tadi tidak membekas sama sekali dihatinya.

Ternyata, perjalanan kembali menuju penginapan terasa cukup jauh. Padahal jarak yang ditempuh sama dengan waktu mereka mulai keluar dari penginapan. Meskipun suasana masih belum begitu sepi, beberapa pedagang malam sudah ada yang menutup lapaknya.

"Hai, kalian!!!" satu suara tiba-tiba muncul dari arah belakang mereka dengan suara keras mengejutkan.

Mereka lalu berbalik. Dilihatnya empat orang lelaki sudah berdiri dibelakang mereka.

Suro menyipitkan matanya supaya dapat melihat lebih jelas, karena ia merasa mengenal tiga orang dari mereka.

"Oh, tiga orang badut kembali lagi rupanya!" Li Yun berkata dengan suara keras. Bibirnya mencibir merendahkan.

Ternyata ketiga orang badut yang disebut Li Yun adalah pemuda-pemuda yang ia hajar tadi pada saat sedang berjalan keliling.

"Kamu pelacur yang tadi menghajar murid-muridku, ya!" lelaki keempat bersuara. Rupanya Ia yang tadi memanggil mereka dari belakang.

Tubuhnya tinggi besar, lebih tinggi dari tubuh Suro, mukanya yang bulat dihiasi dengan brewok yang hitam tebal, usianya sekitar empat puluhan tahun

Sekali lagi, Li Yun nampak marah sekali. Tanpa berfikir panjang, ia langsung mendatangi lelaki yang memanggilnya dengan sebutan tak pantas.

Spontan, Suro menahan Li Yun dengan menarik tangannya.

Ketiga pemuda yang rupanya murid dari lelaki itu tertawa mengejek. Mereka sudah membayangkan gadis yang menghajarnya bakal babak belur dihajar guru mereka.

"Itulah kalau berani macam-macam dengan kami!" berkata salah satu dari mereka yang hidungnya kena hantam sikutan Li Yun.

"Ayo pelacur!" ejek lelaki itu,"Kubuat mukamu jelek!"

Li Yun menghempaskan tangannya hingga terlepas dari tangan Suro, lalu melakukan serangan pukulan ke tubuh lelaki itu.

Buk!

Pukulan Li Yun telak mendarat di dada, tetapi si lelaki itu seperti tak merasakan apa-apa. Bibirnya malah tersenyum menyeringai, diraihnya kedua bahu Li Yun, lalu dilemparkannya begitu saja seperti melempar karung beras ke arah Suro.

Li Yun tak dapat menguasai dirinya ketika tubuhnya terlempar, beruntung Suro dengan sigap langsung menangkapnya, mencegah tubuhnya agar tidak terbanting ke tanah dan akhirnya dapatberdiri dengan stabil.

Suro menarik tubuh Li Yun ke belakang, bermaksud hendak mengambil alih pertarungan, tetapi Li Yun menahannya.

"Biar aku saja, Kakak," katanya yakin.