Bruce mengajarkanku langkah- langkah yang penting, menunjukkan padaku bagaimana menandai gelas dan menemukan yang kubutuhkan dengan menekan halaman depan layar sentuh kasir. Dia benar. Ini tidak terlalu buruk.
"Kau berbakat," dia meyakinkanku kemudian, menyodorkan moka milikku.
Aku menggerutu sebagai jawabannya dan menghabiskan kafeinku, berfikir kalau aku bisa menangani segalanya selama aku tetap meminum moka. Selain itu, ini benar-benar tidak seburuk meja kasir utama. Kafe mungkin tidak akan terlalu sibuk pad jam-jam ini.
Aku salah. Beberapa menit setelah toko dibuka, ada lima orang yang mengantre.
"Large large," aku mengulanginya pada pelanggan pertamaku, berhati-hati menekankan informasinya.
"Sudah jadi," Bruce memberitahuku, mulai membuat minuman sebelum aku sempat memberi label pada gelasnya. Aku dengan gembira mengambil uang wanita itu dan meneruskan pesanan selanjutnya.
"Satu gelas besar moka skinny."
"Skinny hanyalah kata lain untuk Monday, Georgina." Aku menulis NF digelasnya. Jangan khawatir. Kami bis ane lakukan ini.
Pelanggan selanjutnya melangkah maju kemudian memandangku, tampak terpesona sejenak. Ketika sadar, dia menggelengkan kepalanya dan mengeluarkan barisan pesanan.
"Aku mau satu gelas kecil drop coffe, satu gelas besar nonfat vanila latte, satu gelas kecil double cappucino, dan satu gelas besar secara latte."
Sekarang aku yang terpana. Bagaimana dia bisa mengingat semuanya? Dan jujur saja, siapa yang memesan drop coffe zaman sekarang.
Begitu pagi berlalu, dan terlepas dari perasaan waswasku, aku segera merasa bergairah dan menikmati pengalaman ini. Aku tak bisa mencegahnya. Beginilah caraku bekerja, bagaimana aku menjalani hidupku. Aku suka mencoba hal-hal baru, bahkan sesuatu yang mudah seperti membuat espresso. Orang-orang bisa saja merasa bodoh, tentunya, tapi aku sering kali suka bekerja dengan banyak orang. Itulah kenapa aku bekerja dibagian pelayanan pelanggan.
Dan begitu aku bisa mengatasi rasa kantukku, kharisma succubus bawaanku muncul dipermukaan. Aku menjadi bintang dipanggung pertunjukan ku sendiri, bergurau dan menggoda dengan santai. Begitu digabungkan dengan pesona yang ditimbulkan Martin, aku menjadi sangat menarik. Sementar hal ini terbukti menghasilkan banyak ajakan kencan dan perkenalan, hal itu juga menyelamatkanku dari melakukan kesalahan pada diriku.
"Tidak apa-apa sayang," seorang wanita paruh baya meyakinkanku setelah aku tidak sengaja memesankan segelas besar moka kayu manis dan bukannya nonfat decaf latte. "Lagi pula aku perlu mencoba minuman baru juga."
Aku tersenyum padanya penuh kemenangan, berharap dia tidak mengidap diabetes.
Kemudian, seorang pria datang membawa sebuah buku The Glaslow Pact karangan Seth Mortensen. Itu pertanda pertama yang kulihat yang mengingatkan ku akan acara sangat penting malam ini.
"Apa kau akan pergi ke acara tanda tangan?" Tanyaku saat memberikantehnya. Bleh. Bebas kafein.
Dia mengamatiku cukup lama, dan aku bersiap-siap untuk diabaikan.
Namun, pria itu malah menjawab datar, "yeah, aku akan datang"
"Yah, pastikan kau memikirkan Pertanyaan yang bagus untuknya. Jangan pertanyaan yang sama dengan yang ditanyakan orang-orang."
"Apa maksudmu?"
"Oh, kau tahulah, yang biasanya. 'Darima kau mendapatkan idemu?' dan 'Apa Candy dan O'Neil akan bersatu?'"
Pria itu mempertimbangkan perkataan ku saat aku memberikan kembalian. Dia menarik, dengan penampilan yang kusut. Rambutnya coklat dengan sinar merah keemasan, sinar itu lebih jelas terlihat dibayangkan janggutnya. Aku tidak bisa memastikan apakah dia dengan sengaja menumbuhkan janggut atau sekadar lupa bercukur. Apapun itu, tumbuhnya cukup rata dan, dikombinasikan dengan kaus Pink Floyd yang dipakainya, memberikangambaran sosok Hippie.
"Menurutku pertanyaan biasa tidak membuatnya kurang berarti bagi yang menanyakannya," katanya akhirnya, tampak malu-malu karena menentang ku. "Untuk seorang penggemar, setiap pertanyaaan adalah baru dan unik."
Dia menyingkir agar aku bisa melayani pelanggan selanjutnya. Aku meneruskan percakapan sembari mencatat pesanan selanjutnya, tidak ingin melewagkan diskusi cerdas soal Seth Mortensen.
"Lupakan penggemar. Bagaimana dengan Seth Mortensen yang malang? Dia mungkin ingin. Menusuk dirinya sendiri setiap kali ia menerima pertanyaan seperti itu."
"Menusuk adalah kata yang sedikit keras, bukan begitu?"
"Tentu saja tidak. Pria itu luar biasa. Mendengarkan pertanyaan yang tolol pasti membuat nya bisa setengah mati."
Senyum kagum tampak dibibir pria itu, dan Alaia matanya yang coklat mempertimbangkan kata-kata ku dengan seksama. Saat dia menyadari kalau dirinya sedang menatapku terang-terangan, dia memalingkan wjah, malu. "Tidak. Kalau dia melakukan tur untuk kepentingan penggemarnya. Dia tidak keberatan dengan pertanyaan yang berulang-ulang."
"Dia bukannya melakukan tur untuk kepentingan penggemar. Dia melakukan tur karena penerbitnya memintanya melakukan itu," aku membalas. "Yang mana hal itu menghabiskan waktu, omong-omong."
Dia memberanikan diri memandangku. "Turnya? Kau tidak ingin bertemu dengannya?"
"Aku...well, ya, tentu saja aku mau. Hanya saja...baiklah. Begini, jangan salah paham. Aku memuja tanah yang dipijak pria ini. Akh gembira karena akan bertemu dengannya malam ini. Akh begitu ingin bertemu dengannya malam ini. Kalau dia ingin membawaku dan menjadikanku budak cintanya, aku akan melakukannya, selama aku mendapatkan kali buku pertama kali. Tapi soal tur ini...itu memakan waktu. Waktu yang lebih baik dihabiskan untuk menulis buku selanjutnya. Maksudku, apa kau tidak menyadari betapa lama bukunya keluar?"
"Yeah. Aku sadar."
Kemudian, pelanggan sebelumnya kembali lagi , mengeluh karena dia mendapatkan sirup karamel dan bukannya saus karamel. Apapun itu maksudnya. Aku menawarkan senyuman dan permintaan maaf yang manis, kudian mendadak dia tidak peduli lagi tentang saus karamel atau hal lainnya. Saat dia meninggalkan kasir, pria penggemar Mortensen itu juga sudah pergi.
Begitu aku akhirnya menyelesaikan jam kerjaku sekitar pukul lima, Doug datang menemui ku.
"Aku mendengar beberapa hal menarik tentang penampilan mu disini."
"Aku mendengar beberapa hal menarik tentang penampilan mu setiap saat, Doug, tapi kau tidak mendengarku membuat lelucon tentang itu "
Dia memgejekku lagi dan akhirnya membiarkan aku pergi untuk bersiap-siap ke acara tanda tangan, tapi tidak sebelum Akau membuatnya sadar sepenuhnya kalau dia berutang atas kebaikanku hari ini. Antara dirinya dan Hugh, aku menyebarkan kemurahan hati dimana-mana.
Pada kenyataanya aku berlari sepanjang dua blok menuju rumah, tidak sabar menyantap makan malam, dan bertanya-tanya apa yang akan kukenakan. Kegembiraan ku meningkat. dalam waktu kira-kira satu jam, aku akan bertemu pengarang favoritku sepanjang masa. Bisakah hidup lebih baik dari ini? Sambil bersenandung sendiri, Akau menaiki dua anak tangga sekaligus dan memasukkan kunciku dengan gerakan yang hanya dimengerti dan dihargai olehku.
Begitu aku membuka pintau, sebuah tangan tiba-tiba menyambarku dan menarik ku dengan kasar kedalam, ke kegelapan diapartemenku. Aku berteriak terkejut dan ketakutan saat aku didorong kepintu, membuatnya tertutup. Tiba-tiba lampu menyala dan mengejutkan, lalu bau samar belerang menguat diudara. Meskipun cahaya terang membuatku menyipitkan mata, aku bisa melihat cukup jelas untuk menyadari apa yang terjadi.
Tidak ada yang lebih mengerikan dibandingkan iblis yang sedang marah.