Hoon menunggu Risa di mobil. Dia melongok beberapa kali tapi belum juga melihat kemunculan Risa.
"Mungkin dia butuh waktu mengepak barangnya" pikir Hoon memaklumi. Tak berapa lama kemudian Risa muncul dengan tas di bahunya.
Risa membuka pintu mobil dan bergabung bersama Hoon. Risa membalas tatapan heran Hoon dengan wajah penuh tanya.
"Kemana kopermu? kau lama sekali dan hanya membawa tas ini, memangnya kau mau fitnes?" tanya Hoon sembari menunjuk tas Risa.
"Memangnya kenapa, aku hanya membawa beberapa pakaian saja, aku hanya sementara di apartemen itu!" balas Risa ketus.
"Ya, tapi setidaknya kau akan menemani ku tiga bulan, memangnya tas ini cukup?" Risa mengangguk mantap. Hoon tak percaya.
"Kau jarang ganti pakaian dan mandi ya? jangan coba-coba memakai kosmetik dan handukku!" tukas Hoon dengan wajah serius, Risa membalas tatapan Hoon tak kalah serius.
"Kau pikir aku sudi memakai punya mu!" sungut Risa kesal. Keduanya membuang wajah berbarengan. Membuat supir berdecak lucu, dia bisa melihat adegan kompak pasangan di belakang dan menahan senyuman tipis.
"Bisa kita berangkat sekarang?" tanya supir.
"Yaa!!" jawab Hoon dan Risa kompak, pak supir tertawa kecil. Keduanya saling bertatapan sinis sesaat lalu kompak membuang wajah lagi.
"Mana ada laki-laki memakai kosmetik" gumam Risa sinis. Hoon mendengar suara bergumam Risa.
"Apa katamu! kau kira wanita saja yang memakai kosmetik!" balas Hoon.
"Aku tidak memakai kosmetik tuh!" tukas Risa bangga, dia memang jarang menggunakan serangkaian kosmetik. Mendengar Hoon mengatakan kosmetik membuat Risa tergelitik lucu.
"Hei, kulitku ini sensitif! tidak bisa terlalu panas, terlalu dingin, terpapar debu!!" Hoon setengah berteriak menyadari sindiran Risa.
"Aku belum bilang apa-apa ko" balas Risa santai, tapi raut wajahnya jelas menyindir Hoon.
"Tapi raut wajah mu berkata lain!"
"Memangnya sejak kapan wajah bisa bicara!"
"Wajahmu itu! wajah dengan kulit berminyak dan mengkilap!" balas Hoon sengit
"Apa kau bilang!" Risa tak terima.
"Kau tidak sadar, kau harusnya membuka pabrik penyulingan minyak di wajahmu itu!" Risa segera mencari kaca kecil dalam tasnya, masa sih! Hoon menahan tawa melihat tingkah panik Risa. Pria iru menatap wajah Risa yang sibuk merogoh tasnya. Tak ada minyak di wajah Risa. Walau gadis di sebelahnya tak memakai kosmetik jelas wajah ayu dengan kulit bersih itu terlihat mempesona. Hoon sadar betul itu, Risa memiliki kecantikan yang alami, bahkan ketika rambutnya hanya diikat sembarangan. Hoon tersipu sendiri dan mengalihkan pandangan. Tak sengaja Hoon mendapatkan wajah pak supir yang memantul di kaca, kenapa dia tersenyum? pikir Hoon heran. Menyadari Hoon melihat bayangan dirinya di kaca, pak supir menggaris senyum lebar.
"Pasangan selalu begitu, bertengkar tapi saling memperhatikan begitu detail!" mendengar kalimat pak supir baik Hoon ataupun Risa melongo tak percaya. Pasangan? siapa? Hoon dan Risa saling menatap sesaat, pak supir tersenyum lagi. Keduanya kompak membuang wajah. Ish, mana mungkin! gusar keduanya dalam hati.
***
Di apartemen
"Kau sedang apa?" tanya Hoon sembari mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Risa sedang sibuk mengatur beberapa barang di kamar sebelah. Sebelumnya kamar ini menyimpan banyak peralatan tak terpakai, sepatu dan pakaian bos Glen. Semenjak bos Glen pulang dia mengepak barang dan mengirimkannya ke Korea. Risa hanya perlu merapikan hingga dia bisa tidur di kamar ini.
Risa menarik sebuah karpet dan menggelar di lantai. Mereka hanya punya satu tempat tidur saja.
"Kau sedang apa sih!" bukannya membantu Hoon malah menghalangi jalan Risa. Membuat gadis itu berdecak kesal, Risa menyeka keringat dan membuka sarung tangannya.
"Bisakah kau diam. Jika tidak bisa membantu setidaknya tidak menyusahkan ku!" ketus Risa, dia masih sibuk membersihkan ruangan. Hoon memasang wajah tak berdosa, dia duduk di kursi meja makan sambil terus memperhatikan Risa. Setelah mengatur barang, Risa menyusun pakaiannya. Menyedot debu, membersihkan sudut ruang, mengelap lantai, mengepel setiap sudut ruangan, menyusun sedemikian rupa. Hoon hanya bisa memperhatikan saja. Dia melihat Risa yang sibuk sambil menikmati sekaleng soda manis.
"Haduh pinggangku, akhirnya.." ujar Risa bernafas lega, dia menyeka keringat di dahi, membuja sarung tangan dan celemeknya. Mendaratkan diri di kursi.
Melihat Risa yang kelelahan membuat Hoon sedikit peka. Dia mengulurkan sekaleng soda pada Risa.
"Terima kasih" Hoon mengangguk mendengar ucapan pelan Risa. Tanpa menjeda waktu Risa segera meneguk minuman yang diberikan Hoon. Baru sekali teguk sudah tak ada lagi. Risa membalikkan kaleng sodanya, tak ada lagi. Dengan tatapan heran Risa menatap wajah Hoon.
"Kenapa?" tanya Hoon, dia sudah berbuat baik, ada apa dengan tatapan itu? Hoon heran sendiri.
"Ini minuman bekas?" tanya Risa kesal. Hoon mengangguk polos.
KLANG!!ย
Risa melempar kaleng ke arah Hoon, sayang sekali pemuda itu lebih sigap menghindar.
"Hey, aku sudah baik kepadamu, kenapa kau begitu!" ketus Hoon menyusul langkah Risa yang meninggalkannya.
"Kau memberikan minuman bekas!" kesal Risa. Bisa-bisanya dia tertipu dengan niat baik Hoon, Risa mengelap bibirnya dengan punggung tangan.
"Kau kenapa, wajahmu merah?" tanya Hoon. Risa berdecak kesal. Bagaimana mungkin seorang pria memberikan minuman yang sama pada gadis lain, bukankah itu bekas bibirnya! batin Risa bergidik sendiri.
"Aku sedang marah! MARAAH!!" kesal Risa menghindari Hoon yang terus mendekatinya.
"Kau marah karena minumannya tinggal sedikit?" Risa berbalik badan, hingga keduanya bisa saling bertatapan. Mata tajam Risa, mata berbinar Hoon. Tinggi badan mereka tak begitu berjauhan hingga bisa saling menatap lama.
"Kau menyebalkan!" ketus Risa tak bisa berkata kata lagi. Hoon bingung tak mengerti.
"Jangan berikan minuman bekas pada gadis, kau bisa membuatnya marah atau malah sebaliknya!" kesal Risa.
"Maksud mu, marah atau sebaliknya? marah atau suka begitu?" tanya Hoon polos, dia tersenyum, semakin mendekati Risa yang berjalan ke dapur.
"Apa kau suka padaku?" Risa meraih pisau dapur, dia ingin membuat makanan, tapi keberadaan Hoon dibelakang punggungnya semakin membuat emosinya tak stabil.
"Mungkin. Tapi maaf, aku bukan bagian dari wanita yang akan suka jika diberikan minuman kaleng bekas lumatan bibir mu!" teriak Risa mengacuhkan pisau. Hoon segera berlari menjauh. Sumpah, dia sangat menyebalkan!! upat batin Risa melampiaskan pada bawang di talenan, dia mengiris dengan penuh emosi.
Sumpah, dia sangat mengerikan! upat batin Hoon segera menjauh sejauh mungkin.
Tak beberapa menit kemudian, Hoon kembali ke kursi meja makan, dia melirik sebentar sambil terus bermain game di ponselnya.
Risa masih sibuk di dapur, dia akan menyiapkan makan malam mereka. Melihat kedatangan Hoon yang duduk santai sambil bermain game ponsel membuat wajah Risa kembali kesal.
"Apa kau tak bisa membantuku!" sinis Risa. Hoon segera meletakkan ponselnya. Dia tersenyum ke arah Risa.
"Kau butuh bantuan?" tanya Hoon seolah mengejek. Risa membesarkan matanya sambjl terus mengaduk sup di panci.
"Menurut mu? setidaknya bantu aku memotong bawang daun di sini!" seru Risa kian kesal. Hoon segera beranjak dari duduknya. Dia memperhatikaj keadaan dapur.
"Kau akan membuat apa?" tanya Hoon bingung, melihat ada beragam menu masakan.
"Aku membuat sup makaroni ayam, mie goreng dan salad sayur dan minuman cocktail buah" jawab Risa, kesal nya segera mereda melihat Hoon sudah berdiri disisinya, setidaknya pria ini ada niat baik, pikir Risa. Dia harus menghargai niat baik Hoon.
"Apa yang bisa ku bantu?" tanya Hoon bingung. Risa segera melihat panci mie, airnya masih bergolak sepertinya sudah cukup lunak, Risa mengangkat panci yang mengepulkan asap.
"Hoon, tolong kau bantu angkat mienya!" perintah Risa. Hoon segera memasang wajah bingung menghadapi mie yang mengepulkan asap panas.
"Bagaimana mengangkatnya, ini panas!" seru Hoon ragu memasukkan tangannya ke dalam panci. Risa melotot tak percaya. " Kenapa kau memasukkan tanganmu, ambil sesuatu untuk mengangkut mie nya!" gusar Risa tak percaya akan bantuan nol besar dari Hoon. Hoon menjatuhkan semangkuk bawang yang sudah di potong, dia juga mengambil sesuatu asal di keranjang sendok.
PRAK!!