Chereads / Bukan cinta yang salah / Chapter 43 - Tak pernah puas

Chapter 43 - Tak pernah puas

Masih di kantor

Baru saja bel pulang berbunyi, Risa dan Alex bersiap meringkas meja masing masing, keduanya kompak hendak beranjak dari duduk dan mematikan layar komputer masing masing.

Suara derap langkah membuat keduanya merasa heran, hari sudah sore untuk menerima tamu.

Dengan wajah penuh emosi Bunga masuk ke ruangan Risa, Reza di belakang Bunga mencoba untuk menenangkan, tapi sepertinya Bunga sudah diambang batas kesabaran.

Suara pintu dibuka dan ditutup keras terdengar. Risa dan Hoon kempak berdiri melihat Bunga yang terlihat tegang. Nafas Bunga naik turun, dia melirik ke arah Hoon sekilas dengan sudut mata lalu menatap Risa dengan sorot tajam.

"Ris, gue kan uda nitip sama lu, kenapa kepala cutting ga terima tugas produksi gue!" tukas Bunga jelas ketus.

"Sabar Ngaa.." bisik Reza berusaha menenangkan. Reza berfikir wajah Bunga marah, surat tugas yang dibawa Risa tak sampai pada bagian yang dituju. Risa memicingkan mata tak mengerti.

"Gue kan uda bilang nitip buat ke bagian cutting!! kenapa ga sampe?!" teriak Bunga penuh emosi. Reza mengerutkan dahi, nitip? bukankah tadi Bunga bilang Risa yang memaksa, Reza mulai mengerti sekarang.

"Maksudnya gimana sih?" tanya Risa bingung

"Surat tugas produksi bagian cutting gue, MANA!!" dengan bertolak pinggang, Bunga mengangkat sebelah telapaknya, dia mencecar Risa. Wajah Risa jelas heran, dia tak mengerti.

"Gue udah kasih ke bagian cutting ko" jelas Risa. Mendengar jawaban risa Bunga berdecak kesal.

"Kalo lu udah kasih, seharusnya barang gue udah di proses dong!" ketus Bunga masih dengan nada tinggi.

"Gue baru aja dari sono, dan barang gue belom jalan di meja potong. Lu mau bilang apa lagi!" hentak Bunga menodong Risa. Hoon bangkit dari duduknya, dia menatap Bunga dan tersenyum tipis.

"Ehm.." Bunga mencoba mengatur suara. Melihat Hoon kian mendekati posisi mereka membuat Bunga kikuk, ais dia lupa jaga image!.

"Jadi.. surat tugas produksi gue dimana, biar gue kasih sendiri" lanjut Bunga sekarang dengan nada datar yang bergetar, dia masih ingin melampiaskan emosi hanya saja tertahan karena wajah ramah Hoon. Risa masih meraut wajah tak paham.

Melihat jawaban tak mengerti dari wajah Risa membuat Bunga tertawa sinis. 

"Risa, gue serius!" Bunga berusaha menahan amarahnya.

KRIIINGG..

Suara telepon berdering di meja Risa. Hoon berinisiatif mengangkat gagang telepon.

"Hallo, ya?" tatapan Hoon jelas tajam ke arah Bunga, membuat gadis itu salah tingkah.

"Iya, dia ada di sini" lanjut Hoon. Pemuda itu berhenti bicara dan menatap Bunga sekali lagi. Suasana hening sejenak.

"Telepon dari bagian cutting, mereka bilang surat produksimu terselip.." Bunga menganga tak percaya, telapak tangannya segera menutup mulut. Dia tak bisa berdiri disini lagi. Amarahnya yang tadi membumbung tinggi seketika terganti oleh rasa malu. Wajah merah padam Bunga membuat Hoon menahan tawa. Bunga menoleh ke arah Risa sejenak.

"Sorry" ucapnya singkat segera berlalu. Reza, Risa dan Hoon saling mematung. Ketiganya bahkan belum paham, jelas ada maksud dibalik tingkah Bunga yang berlebihan. Reza dan Risa bertukar pandang.

"Gue rasa Bunga lagi banyak masalah" ujar Reza kemudian, Risa mengangguk pelan. Sebenarnya dia masih tak mengerti.

"Sabar ya Ris.." Gumam Reza kemudian keluar dari ruangan Risa. "Permisi Alex" ujarnya lagi sebelum mendorong handle pintu.

Hoon menghela nafas berat, dia tak mengerti akan tingkah gadis tadi. Dia sungguh keterlaluan.

"Memangnya dia siapa!" hardik Hoon kesal. "Seenaknya masuk, minta tolong dan marah-marah" gusar Hoon bertolak pinggang.

"Sudahlah" ujar Risa tak terlalu ambil pusing.

"Sudahlah bagaimana, dia keterlaluan, kau harusnya membalas perlakuannya itu!" Risa mengeryitkan dahi melihat Hoon yang ikut ikutan memarahinya.

"Kau harusnya mengatakan dengan tegas, menolak dengan jelas. Jangan mau jadi kambing hitam!" lanjut Hoon menasehati dengan berapi-api.

Risa menghela nafas, dia menatap Hoon sesaat.

"Sudah kubilang sudahlah!" ujar Risa membuang nafas dengan mulutnya, hembusan yang melayangkan sebagian rambut depannya.

"Kenapa kau malah membuat ku kesal. Kau pikir aku tidak bisa marah dan membalasnya!! aku hanya tak mau menambah masalah! anggap saja dia sedang banyak masalah, atau mungkin sesuatu yang buruk terjadi padanya, tapi kenapa kau yang selalu duduk manis, makan tinggal makan, pulang pergi difasilitasi supir, ikut-ikutan marah pada ku! bahkan aku tak melakukan kesalahan sedikit pun untuk mu!!" Risa mengeluarkan kedongkolannya pada Hoon, dia mengucapkan hanya dengan sekali tarikan nafas. Hoon terheran heran melihat wajah kesal Risa.

"Aku sedang membela mu" gumam Hoon dengan wajah polos nya.

"Kau bukan sedang membela ku, kau sedang memaksa amarah ku bangkit dan keluar!!" balas Risa masih emosi. Dia enggan memperpanjang perdebatan lagi.

"Haa.. akhir akhir ini rasanya begitu berat!" guman Risa kemudian menjatuhkan diri ke kursi. Hoon kembali ke kursinya dengan langkah gontai.

"Dia yang berbuat salah, aku yang kena marah" bisik Hoon mendumel sendiri.

"Gadis centil tadi harus mendapatkan pelajaran" gerutu Hoon masih tak terima dia menjadi bantalan kemarahan Risa karena Bunga.

***

Seminggu kemudian,

Glen memeriksa setiap koper bawaannya, semua sudah aman dan rapi, Glen mempersilahkan pelayan mengangkut empat koper besar dari ruang kamar dimana mereka menginap.

"Sayang kau belum selesai?" tanya Glen dengan lembut dan penuh kasih mendapati Eun masih sibuk memilih beberapa sketsa di atas meja. Glen mengambil selembar dan meneliti, salah satu dress yang dikenakan seorang tamu di pesta perayaan pernikahan mereka. Tentu saja disain Eun. Dia membuat banyak dress bertema kerajaan, lalu meminta haute couture Eropa mengerjakannya.

"Kau tak mungkin membuat masal desain ini kan?" tanya Glen, terlalu rumit dan penuh detail, sketsa Eun hanya cocok untuk produk butik berkelas haute couture. Eun tersenyum.

"Kenapa tidak" jawabnya sambil mengambil kembali sketsa di tangan suaminya. Glen menaikkan satu alis, itu terlalu rumit untuj penjahit garmen yang dikejar deadline.

"Tentu saja aku akan memproduksi dalam jumpah besar, kau lihat bagian sini!" tunjuk Eun pada bawah dress yang di kombinasikan brukat bunga.

"Aku akan mengganti prada mahal ini menjadi katun bermotif, kita tak perlu memakai risleting, cukup tambahkan karet pada bagian belakang dress nya, karena topless tidak masuk pasar Asia, aku juga akan menambahkan lengan pendek dengan garis lengan raglan, pada bahunya di kerut karet" Dengan penuh talenta, jari lentik Eun mencoret sketsa nya dia membuang detail dan menambahkan beberapa potongan simple. Glen takjub akan skill istrinya.

"Kau sangat cerdas" puji Glen sambil mendaratkan kecupan di rambut istrinya.

"Kau tau itu!" balas Eun percaya diri.

Glen membuka box sepatu kulit dengan aksen ring emas pada bagian depannya, pita khas merek ternama, perpaduan hijau dan merah mengelilingi sol sandal. Glen membuka sandal yang sudah di persiap kan pelayan, Eun memesan sandal itu dari sebelum peluncuran. Glen mengambil sepasang sendal dengan heel setinggi tiga senti, model top toe. Glen segera berlutut, meraih satu kaki Eun, mengelap bagian telapaknya, memindahkan kulit lembut itu dari sandal hotel ke sandal dengan merek kesukaan nya. Glen melakukan hal yang sama pada kaki sebelah lagi, sementara Eun masih sibuk merapikan kertas di atas meja.

Glen menarik file yang sudah dirapi kan istrinya, menyimpan dalam tas yang akan dia bawa, Eun mengulurkan tangan, Glen paham betul mau istrinya, Glen meraih jam tangan dan memasangkan dengan perlahan, dengan hati hati dan penuh kasih sayang.

Eun tersenyum senang. Hanya Glen yang membuatnya jatuh cinta. Kakak angkatnya itu sungguh mempesona di mata Eun. Mereka sudah menghabiskan waktu hidup bersama sejak kecil dan hingga nanti. Eun tak tahu harus bagaimana saat Glen tak bersamanya. Terkadang Eun khawatir jika Glen harus pergi mengurus pekerjaan, tapi Eun tak mungkin mengikuti kemana pun Glen pergi, dia memiliki banyak pekerjaan. Eun harus bertahan di dunia entertain untuk eksistensi diri. Eun harus terus membuat gebrakan produk baru supaya perusahaan terus berkembang dan semakin besar. Dia wanita yang perfectionis, bagaimana dia merawat diri, bekerja keras dan mencintai. Eun tak mau ada celah dalam kehidupannya. Dan tak seorangpun yang berani membuat cela dalam hidup Eun, jangan main main dengannya.

Glen mencari sesuatu dalam tas nya, dia yakin meletakkan sesuatu itu di sini, diruang rahasia koper kecil yang sengaja ditinggal bersama nya. Dia bisa mengangkat sendiri koper kecil ini. Sementara koper besar tadi berisi banyak urusan Eun, sementara koper yang ditenteng Glen khusus untuk barangnya. Wajah datar Glen berusaha tak terlihat bingung, dia melirik istrinya yang bergelayut manja.

Sambil menahan senderan Eun, Glen mencuri merogoh saku kopernya yang ditaruh di atas ranjang, dia mengerutkan dahi tak mendapatkan benda yang dia cari. Wajahnya menahan kesal dan juga bingung.

"Kau mencari sesuatu?"