Chereads / Bukan cinta yang salah / Chapter 48 - Perhatian

Chapter 48 - Perhatian

Suasana ruangan masih canggung. Ini semua karena pertanyaan konyol Risa di meja makan pagi tadi. Risa melirik sebentar ke arah Hoon yang menonton televisi di sofa. Risa kembali ke kamarnya. Risa menyimpan barang di kamarnya, walau dia tak tidur di sini setiap malam. Karena Hoon selalu mengatakan sulit tidur, Risa akhirnya menerima tawaran Hoon untuk tidur di ranjang sementara Hoon akan tertidur di sofa setiap malamnya. Terkadang Risa merasa tak enak, dia pernah memergoki bagaimana kikuknya Hoon saat tertidur. Sofa tak cukup luas untuk mengganti posisi tidur, tapi jika itu bisa membuat Hoon nyenyak, Risa tak bisa menyanggah.

Sekali lagi Risa mengecek ponselnya, berharap ada sambungan dari bos Glen. Sia sia, sepertinya masih tak ada. Risa memutuskan menelepon mama nya,dia mengobrol hangat di sambungan telepon.

"Kapan dia akan berkunjung kesini?" tanya nada riang mama dari seberang sana, Risa mencoba tertawa kecil padahal hatinya jelas ketar ketir. Dia sudah terlanjur berjanji akan memperkenalkan Glen pada orang tuanya, bahkan Risa juga sudah bercerita perihal lamaran dan hadiah hadiah mahal dari bos Glen. Sebagai orang tua mana yang tidak senang, yang tidak bangga, orang tua Risa sangat menanti pertemuan mereka secara langsung.

"Mama sudah membereskan semuanya, sebentar lagi kita bisa menempati rumah baru, mama harap Risa ikut bergabung, Risa sudah bekerja keras supaya bisa mendapatkan rumah, mama dan papa sangat bangga!" Risa menahan senyum bahagianya. Jelas suara riang di seberang sana membuat Risa bahagia, tapi sebetulnya rumah itu bukan dibeli dengan uang Risa, bos Glen memberikannya dengan cuma cuma, tidak dengan cuma cuma deng! Bagaimanapun, Risa merasa senang bahwa orang tuanya sudah memiliki rumah, dan kalimat bangga, dada Risa seakan berdebar saat suara mamanya berkata dia bangga, bangga dengan putrinya! Risa berjanji jika ini bukanlah apa apa, dia akan menjadi putri yang membanggakan dengan kerja kerasnya suatu hari nanti.

Risa tak mendengar suara speaker dari televisi, dia mencoba menyimak sesaat. Hening. Hoon sedang apa? Risa mencoba menebak, terakhir dia melihat pemuda itu rebahan santai setelah sarapan tadi. Dia sedang menonton televisi gadi, tapi sudah tak terdengar lagi suaranya, apa dia kembali tidur?

"Sayang, mama harus tutup warung, Risa baik baik disana ya, minggu depan Risa harus pulang ya!" pinta mama, Risa mengiyakan lalu mematikan sambungan telepon.

Mama berjualan nasi uduk dan pelengkapnya di warung kecil depan rumah, mama dan papa kompak berjualan sejak lama. Walau hanya berjualan kedua orang tua Risa mantap menyekolahkan anak nya ke salah satu sekolah mode dengan biaya sekolah sangat mahal, apalagi untuk ukuran keluarga Risa yang sederhana, mereka tak peduli omongan mulut tetangga yang bergunjing, sebagai orang tua, mama dan papa hanya ingin Risa melanjutkan sekolah di bidang yang dia sukai. Dan sekarang Risa bisa memberikan rumah pengganti rumah yang dulu terjual untuk membantu biaya sekolahnya. Meski dengan bantuan bos Glen, setidaknya gunjingan tetangga akan sedikit mereda.

Risa meregangkan otot lengan, mengikat rambut asal hingga semua terangkat bulat di atas kepala, dia sudah mandi tapi tak berniat memoles sedikitpun make up. Risa gadis yang tak memperhatikan penampilan. Saat menghabiskan waktu di rumah, Risa hanya menggunakan blus longgar dan celana lejing, itu sangat nyaman bagi Risa.

Dengan perlahan Risa mengintip di balik daun pintu, memastikan kamar tidur Hoon yang melongo, pemuda itu tak ada di kamarnya, apa dia masih di ruang depan? Risa bertanya sendiri. Dia melangkah perlahan dan mengintip Ruang depan. Benar saja Hoon masih terbaring di sofa. Risa menarik nafas, entah lega atau apa. Melihat Hoon tertidur Risa kembali ke kamarnya.

Sudah pukul sebelas siang.

Risa kembali ke ruang depan. Hoon masih pada posisinya, dia bahkan belum mandi. Risa mencoba membangunkan Hoon.

"Hoon.." panggilnya pelan menjaga jarak tanpa menoleh. Hoon masih tak berubah posisi sedikitpun.

"Hoon.." sekarang Risa sedikit mendekat dan menatap wajah Hoon. Risa mengerutkan dahi dan segera berjongkok, wajah merah Hoon dan kucuran keringat, Risa mulai panik, dia memeriksa suhu tubuh Hoon dengan menempelkan punggung tangan di dahi Hoon. Benar saran, Hoon demam.

"Hoon, apa pusing?" tanya Risa khawatir. Dia segera beranjak ke kamar Mengambil selimut dan bantal. Risa mengganti bantal sofa di bawah kepala Hoon, dia menambahkan selimut. Risa segera beranjak dan mencari obat di kotak p3k.

"Apa dia sakit karena kehujanan?" tanya Risa panik bercampur bingung. "Pasti begitu, dia pernah bilang tak bisa kepanasan atau kedinginan. Ah, dia nekad sih!" Risa risau sendiri, dia mengambil sebutir obat pereda demam dan segelas air putih.

Risa tak habis pikir, kenapa Hoon harus repot repot membawakan payung. Selain papa belum ada pria lain yang begitu perhatian padanya, walau Risa tak habis pikir tapi tingkah Hoon membuat bibirnya tersenyum. Risa kembali ke sofa, dimana Hoon berbaring, keringat mengucur di dahi Hoon, wajahnya terlihat pucat.

Risa bingung harus memberikan obata atau apa dulu, biasanya kalau sedang demam, mama yang akan merawat Risa dengan penuh perhatian, tapi merawat orang lain? Risa belum pernah.

"Sudah waktunya makan siang lagi, aku harus membuat makanan terlebih dahulu sebelum dia minum obat kan!" menghadapi seseorang demam untuk pertama kali membuat Risa panik. Dia serba salah harus melakukan apa pertama kali. "Kenapa aku memberinya selimut, katanya kalau panas harus membuka pakaian!" dengan ragu Risa menjangkau ujung kaos Hoon, dia berniat membuka kaos yang Hoon kenakan. Ah, tapi.. Risa mengurungkan niatnya.

Hoon membuka mata perlahan. Saat posisi kedua tangan Risa berada di pinggangnya, Hoon dengan tatapan sayu bisa melihat jelas jika itu Risa. Mendapati mata terbuka Hoon membuat Risa memasang wajah bingung, posisi tangannya yang sedang menggamit ujung kaos Hoon, dan jarak badan mereka yang begitu dekat. Hoon berbaring di sofa sementara Risa berjongkok bertumpu pada ujung lututnya di karpet.

Apa yang aku pikirkan sih! batin Risa tak mengerti kenapa tatapan sayu Hoon membuat dadanya bergetar. Risa berusaha menampik rasa asing yang tiba tiba mengganggunya. Risa fokus pada wajah pucat Hoon.

"Apa kau pusing?" tanya Risa, dia berbicara jelas tapi Hoon tidak bisa menangkap jelas ucapan Risa. Tubuhnya seketika lemah, tatapannya kian kabur. Hoon tak bisa mendengar jelas ucapan Risa, dia hanya bisa membalas senyum saat mulut Risa yang terus komat kamit tak jelas.

"Apa kau pusing? Apa perlu panggil dokter?" tanya Risa kian panik. Bibir Hoon tersenyum membuat Risa heran.

Risa segera hendak beranjak, tapi Hoon menangkap pergelangan tangan Risa, membuat Risa kembali bersimpuh, dia menyentuh dahi Hoon sekali lagi, memastikan jika suhu tubuh Hoon kian panas.

"Risaa.." panggil Hoon dengan suara lemah, bibirnya berusaha menggaris senyuman tipis. Kedua telapak tangan Hoon menjangkau pangkal lengan Risa, menggenggam erat dengan sisa tenaganya.

Risa menatap heran. Hoon bangkit dari pembaringan, dia kian mendekatkan wajahnya pada Risa yang mematung.

Bersambung..

Apa yang akan Hoon lakukan pada Risa dengan sisa tenaganya??

kirim review bintang lima, komentar dan hadiahnya yaaa!! terimakasih..