Seseorang yang Risa rindukan. Hoon tak berani bertanya lebih rinci, pastilah orang itu spesial. Memikirkan hal itu membuat fokus Hoon pada pekerjaan seketika hilang. Seorang gadis di usia seperti ini, memiliki penampilan menarik, senyuman ramah, wajah yang ceria. Pastilah banyak pria yang terpikat akan pesona apa adanya Risa. Hoon tak habis pikir, bagaimana Glen Hyung bisa berpikir memilih Risa sebagai asistennya selama di sini. Hoon harus mengucapkan terima kasih, Risa seorang rekan dan teman hidup yang menyenangkan.
Bibirnya mungkin tersenyum, wajahnya selalu ceria, binar mata Hoon tetap menyala, tapi di hatinya sesuatu membuatnya gelisah.
Saat Risa mendekap ponselnya, mencuri lirik pada layar yang menyala.
"Dia membalas?" Hoon tak kalah antusias dari Risa. Mendengar nada pesan di ponsel, Risa menggeleng.
"Dari mamaku, dia memberi semangat.." jawab Risa pelan, dia mengetik membalas pesan cinta dari orang tuanya dengan senyuman sekilas dan wajah tetap murung. Hoon tak menyukai wajah itu.
2 menit kemudian
Risa melihat layar ponselnya masih belum terbaca, dia kembali menurunkan genggaman ponselnya, Hoon melirik sekilas.
4 menit kemudian
Risa masih berharap pada layar ponsel yang menyala. Dia bahkan belum mendapatkan notif membaca dari sana. Risa menghela nafas berat, dia menyimpan ponsel dalam tasnya, Hoon tak berani lagi mencuri lirik, dia membuang pandangan pada monitor layout komputer yang memuat jalanan yang lengang
10 menit kemudian
Risa tetap penasaran akan pesan manis yang dia kirim, akankah ada balasan, "Ah, menyebalkan!" gusarnya kembali meletakkan ponsel ke dalam tas. Risa merebahkan punggung di kursi, dia menoleh pada Hoon yang kini cuek.
"Apa mungkin dia lupa padaku?" tanya Risa pada Hoon. Pria di sampingnya menoleh sejenak lalu membuang pandangan lagi.
"Apa kau sangat menyukai nya?" Risa mengangguk menjawab pertanyaan Hoon.
"Apa kalian bertengkar?" Risa menggeleng.
"Dia hanya pergi karena ada musibah dalam keluarganya, dia berjanji akan kembali setelah semua selesai" jawab Risa dengan penuh harap.
"Tanyakan pada hatimu," ujar Hoon menatap wajah Risa. Pandangan mereka bertemu. Saling menatap bola mata yang begitu dalam seperti danau yang diterangi mentari. Hoon bisa melihat keindahan dalam sorot mata Risa.
Risa terkadang tak menyukai Hoon, tapi dalam tatapan Hoon kali ini berbeda, ada banyak kebaikan dan kejujuran dalam pandangan itu. Risa membuang pandangan menyadari dadanya berdebar. Hoon menyadari jika Risa menghindari tatapannya, dia tersenyum getir. "Apa yang kau inginkan, bodoh!" umpat batin Hoon.
"Tanyakan pada hatimu, apa kau ragu, atau kau percaya padanya" lanjut Hoon kembali meneliti layar monitor di hadapannya, bahkan jarinya tak sanggup menarik pulpen, dia tak bisa mengerjakan tugasnya yang belum juga selesai.
Apa apaan barusan, tanyakan pada hatimu, sepertinya kalimat itu cocok untukku, batin Hoon tertawa mengejek. Sial, perasaan macam apa ini!. Sesuatu berdegup dan berdesir di dalam dadanya. Hoon berusaha menolak perasaannya terhadap Risa. Lupakan!
***
Masih di kantor.
"Risa, kau akan turun ke ruang cutting hari ini?" Bunga muncul di balik pintu, cukup mengejutkan Risa.
"Ah maaf" ujar Bunga menoleh pada Hoon. Dia tak sopan masuk ke ruangan orang lain tanpa permisi, karena berpikir Risa adalah rekan se divisi, Bunga tidak merasa sungkan. Tapi wajah terkejut Hoon membuat Bunga canggung, dia segera minta maaf. Hoon mengangguk sambil melempar senyuman. Ah, pria muda tampan yang ramah, bisik hati Bunga terpesona.
"Ris, gue nitip surat produksi untuk bagian cutting dong!" pinta Bunga, sembari menyodorkan beberapa lembar surat tugas bagian cutting. Ruang cutting adalah salah satu proses pembuatan produksi sandang, di bagian ini akan banyak mesin berat yang tajam,i selain bertugas memotong bahan sesuai bentuk pola, di bagian cutting juga bertugas menempelkan banyak bahan perekat dengan mesin bertemperatur tinggi.
Risa mengangguk menerima titipan pekerjaan Bunga, sebelumnya gadis muda itu membungkuk dan membubuhkan tanda tangan.
"Ko lu baru tanda tangan, udah di periksa belum?" tanya Risa sedikit khawatir, Bunga terlalu sering ceroboh.
"Udah kok!" jawab Bunga cepat sambil menarik pulpennya. "Lu ngapain ke sono?" tanya Bunga ingin tahu, sepengetahuan Bunga, produk yang dipegang Risa sudah melewati tahap cutting.
"Mau anter Alex, dia harus keliling liat proses cutting.." jawab Risa, Bunga menopeh ke pada Hoon, yang dipanggil Alex saat di kantor. Hoon tersenyum lagi. Bunga melongo.
"Kenapa ga bilang!" bisik Bunga pada Risa, yang dibisiki hanya mengerutkan dahi "Tau gitu biar gue yang anter" lanjut Bunga kecewa. Risa tersenyum memaksa.
"Ayoo Ris!" ajak Hoon, dia bisa mendengar bisikan Bunga, raut wajah yang berpura-pura kecewa itu juga menarik perhatian Hoon. Dia tak suka wanita yang cari perhatian berlebihan, tapi Hoon tetap tahu bagaimana memperlakukan orang-orang seperti mereka. "Bunga, senang melihatmu lagi.." ujar Hoon sebelum berlalu. Risa dan Hoon meninggalkan Bunga yang melongo menatap keduanya berjalan ber-iringan. Mereka berdua terlihat sudah dekat.
Bunga segera tersadar ketika suara pintu keras tertutup, dia menarik handle dan berlari kecil kembali ke ruangannya.
"Guys, lu tau ga sih! Risa sama Alex!" suara heboh Bunga membuat rekannya bangkit dari kursi dan menyimak penasaran.
"Kenapa?" tanya yang lain kompak.
"Mereka deket banget tau!" ujar Bunga penuh rasa iri. "Bayangin dong, Risa sengaja banget ambil kertas tugas produksi gue biar bisa anter Alex keliling divisi cutting!" lanjut Bunga dengan nada suara kesal bercampur kecewa.
"Serius!" Reza semakin mendekat, dia jelas tak langsung percaya. Tapi bisa jadi dia juga percaya dengan karangan Bunga.
"Iyaa Za, nih kertas produksi gue uda ga ada!" Bunga mengangkat kedua tangan kosong. Semua rekan MD mengangguk melihat kertas yang tadi dibawa Bunga sudah tak ada.
"Doi minta ke gue, maksa-maksa, biar apa!" suara tinggi Bunga semakin memaksa menyita perhatian. Joy, Alika, Reza kian penasaran.
"Yaa biar bisa jalan sama Alex, alesannya kerjaan! modus banget kan!!" Tujuan Bunga menyalakan api tak sia sia, sedikit demi sedikit rekan kerjanya ikut kepanasan.
"Sumpah sih, Risa berubah banget"
"Padahal dia uda punya cowok!" pukas yang lain ikut kesal. Bunga mengangguk angguk setuju.
"Bakat baru ya, gaet cowok di kantor!" Sedikit percikan api kebencian bisa membakar banyak bara bara yang basah. Walau awalnya mereka tak punya masalah dengan Risa, tapi kalimat aduan Bunga cukup untuk memutus tali hubungan baik antara mereka selama ini. Sulit sekali membedakan kawan dengan lawan.
Seketika ruang MD berubah menjadi ruang konferensi gosip, mereka saling memperkuat pendapat dengan opini masing masing. Ditambah sedikit bumbu bumbu agar lebih sedap dan enak di dengar.
"Gue denger kalo orang polos tuh malah parha!" ujar Joy ikut tercebur dalam kubangan gosip yang di buat Bunga, tentu saja, ada rasa iri dan dengki di dada Bunga, semenjak Risa mengaku menjalin hubungan dengan bos Glen, Bunga memutuskan membenci Risa. Bagi Bunga, Risa bukanlah rekan yang dulu dia kenal.
Bersambung..
Apa kalian juga punya teman dekat, sangat dekat, lebih dari dekat, tapi ternyata busuuk! suk! suk! duh jadi curhat kan aku tuh..