Chapter 25 - Bab 25

"Paman, apa kau baik-baik saja?" (Bayangan gadis kecil menghampirinya saat di gudang kosong)

"Paman, apa kau baik-baik saja?" (Bayangan gadis remaja kelas IX saat menolongnya di gang sempit)

"Paman, apa kau baik-baik saja?" (Bayangan gadis remaja kelas XII saat menarik tangannya dan belari bersembunyi bersama)

"Paman, apa kau baik-baik saja?" (Bayangan seorang perempuan saat menemui Yafizan yang ditinggalkan Tamara)

***

Keringat dingin membasahi seluruh kening Yafizan saat bayangan demi bayangan perempuan yang menolongnya tiba-tiba muncul namun samar. Hingga Yafizan membuka matanya membulat dengan rasa pening yang teramat sakit di kepalanya saat bayangan seseorang jatuh terpental tepat dihadapannya, bersimbah penuh darah dengan tangannya yang bergerak seolah ingin diraih.

Yafizan tersadar saat bayangan samar itu terasa mimpi buruk baginya. Ia mengatur pernafasannya yang terasa sesak dan penat di dadanya. Airmata tiba-tiba menetes di kedua sudut matanya. Ia menatap kedua telapak tangannya. Ia teringat, genggaman tangan gadis mungil itu yang membangkitkan kekuatannya kembali perlahan.

Soully...

Hanya nama itu yang ada di benaknya sekarang. Ia mencari di sekeliling ruang kamarnya itu, berharap Soully ada disampingnya dan menjaganya kini. Namun pengharapannya sia-sia, kejadian sebelumnya bukan mimpi. Soully benar-benar dibawa Erick pergi tepat dihadapannya, membuatnya ia menjadi emosi kembali.

"Kau sudah sadar, Baby? Syukurlah..." suara seseorang membuyarkan lamunannya. Tamara yang berada sejak tadi menunggu Yafizan siuman. Ia merasa cemas.

"Ahh, ternyata hanya ada Tamara yang menemaniku saat ini," gumam Yafizan dalam hati.

"Kenapa kau masih ada di sini?" tanya Yafizan yang memang mengharapkan Tamara tak ada saat ini. Bathinnya terus mencari-cari Soully.

"Baby, kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku mengkhawatirkanmu," jawab Tamara lirih.

Seseorang membuka pintu kamar.

"Bos, kau baik-baik saja?" sahut Rona tiba-tiba karena ia baru masuk dan mengecek kondisi Yafizan sambil membawakan nampan berisi makanan dan segelas air. Rona meletakkan nampan makanan itu di atas nakas samping tempat tidur Yafizan, lalu dengan segera duduk di depan bosnya itu.

"Apa kepalamu masih sakit?" tanya Rona cemas. Lalu ia menyodorkan nampan berisi makanan tersebut karena setelah sarapan pagi tadi, bosnya belum makan apapun lagi.

PRANGGG

Yafizan menyingkirkan nampan tersebut, makanan dan minuman di atasnya berserakan di lantai.

"AKU TAK BUTUH MAKANAN ITU!!" teriak Yafizan membuat Rona dan Tamara terkaget-kaget.

Rona sudah biasa menghadapi bosnya yang memang moody-an dan emosian, Rona berusaha untuk tetap sabar. Dilihatnya kedua telapak tangan Yafizan mengeluarkan cahaya berwarna orange yang kini sudah membara seakan ingin menghancurkan sesuatu di sekitarnya.

"Sebaiknya kau pulang dulu, Nona. Aku akan memesankan taksi untuk mengantarmu pulang," ujar Rona pada Tamara yang berusaha mendekati Yafizan namun sempat dicegah Rona karena takut Yafizan yang sedang emosi itu menyakiti Tamara.

"Tidak, aku akan tetap di sini, menemaninya!" tolak Tamara keras kepala. "Baby, kau ingin aku tetap tinggal, kan?" tanya Tamara menghampiri Yafizan. "Apa kau perlu sesuatu?" imbuhnya sambil memegang bahu Yafizan.

Yafizan tak bergeming, emosinya hampir memuncak. Bola matanya kini mulai memerah, cahauya orange yang membara di telapak tangannya seakan sudah tak sabar ingin dihempaskannya. Tamara menyentuh telapaknya dengan rayuan manja yang menggoda, berfikir dia bisa meredakan amarah pria yang ada disampingnya itu.

Yafizan pun berfikir demikian, ia rasa sentuhan tangan Tamara akan sama saat ia disentuh oleh Soully dan meredamkan api yang membara dalam jiwanya. Namun, dugaannya salah. Alih-alih ingin kesejukan yang sama, bara api malah semakin berkobar, ia tak merasakan apapun sama sekali.

Yafizan pun bingung, bara api dalam jiwanya yang ditimbulkan karena emosi tak terbendung, tak bisa ia meredamkannya dengan sendiri.

Yafizan menghempaskan tangan Tamara dengan kasar. Bukannya menenangkan malah membuat ia semakin cemas, seperti orang gila ia ingin membakar sesuatu yang ada di sekitarnya. Amarahnya sudah mendarah daging, namun sekuat tenaga ia menahannya karena tak mungkin ia menghancurkan apapun yang ada di kamarnya, apalagi hanya dengan hempasan bara api di tangannya, ia bisa membakar seluruh mansionnya yang sudah ia bangun dengan susah payah dari nol.

Rona hanya bisa menemani mereka saat itu, berantisipasi jika Yafizan melakukan sesuatu yang tak terduga. Tamara yang masih bersikeras untuk tinggal merasa jengkel karena Yafizan memperlakukannya dengan kasar.

Manusia api jadi-jadian bodoh ini menyiksa dirinya sendiri, menahan emosinya sekuat tenaga. Dia sendiri yang salah karena telah menyikiti istrinya hingga terluka.

Tamara mengirim pesan singkat dalam lampiran sepenggalan video kejadian sebelum Soully dibawa pergi Erick. Ia membalas pesan seseorang yang bertanya padanya saat ia melihat layar ponselnya penuh dengan missed call dari Miller.

***

Di tempat lain, di sebuah ruangan gelap, Miller menggenggam erat ponselnya setelah membaca pesan dari Tamara, seakan-akan meremukkan botol plastik bekas minuman lalu melemparnya.

Kurang ajar! Beraninya dia menyakitinya.

Miller merasa geram saat melihat isi video yang dikirim Tamara. Ya, Miller adalah mantan kekasih Tamara yang kini saling bekerjasama.

Miller adalah pria yang menjemput Tamara dengan mobil sport merah saat memutuskan hubungannya dengan Yafizan. Tamara memang sangat memuja Miller, karena difikirnya Miller adalah pria idamannya. Selain kaya, Miller juga punya paras yang sama tampannya dengan Yafizan dan juga Erick.

Namun perkiraan Tamara salah, Miller hanya memanfaatkannya semata-mata ia ingin merebut apa yang dimiliki Yafizan agar ia merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat dikasihi.

Selama tiga tahun Tamara mengikuti Miller ke luar negeri, namun tak kunjung ia mendapatkan status yang jelas akan hubungan mereka. Padahal hubungan mereka sudah lebih dari sekedar kekasih. Mungkin Miller sudah cukup puas mencicipi segala hal tentang Tamara ketika pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Karena pada akhirnya Tamara tahu tujuan Miller sebenarnya dan ia menyesali meninggalkan Yafizan saat itu.

Setidaknya walaupun Yafizan sering mengacuhkannya, bahkan arogant dan gila kerja, dia tetap mencintai Tamara dengan segenap jiwanya. Bahkan ia memohon agar Tamara tetap disampingnya.

Salahnya, Miller mengungkap identitasnya yang sebenarnya tanpa sengaja sehingga Tamara mengetahui kartu-kartu mereka yang memang titisan para Dewa.

Mereka pun pada akhirnya bersepakat untuk saling membantu dan bekerjasama dengan tujuan masing-masing hingga tercapai.

Tamara ingin Yafizan kembali padanya karena ia tahu Yafizan akan tetap memilihnya walaupun statusnya sudah menikah sekarang. Dengan berbagai cara Tamara harus mendapatkan Yafizan kembali dan berada disisinya walaupun dengan cara yang paling sadis sekalipun akan ia lakukan. Apalagi ia pernah hampir berhasil menjebak Yafizan saat di hotel waktu itu.

Miller, pria sebangsanya ini memang memendam dendam khusus yang sudah terlalu lama ia simpan karena kematian seseorang yang sangat ia sayangi dan ia kasihi. Tak lain dan tak bukan, orang itu adalah Mayra, adik kandungnya.

***

Bersambung...

Jangan Lupa kasi Like, favorite ❤ Vote & Comment kalo udah baca yaa

Dukungan readers untuk Author tetap di nanti lhoo

Terimakasih yang udah nyempetin dan setia baca Novelku 🙏🏻