Suara dering pesawat intercom berbunyi di ruangan Yafizan. Seorang receptionist memberitahu jika ada seseorang yang datang mengirim paket. Rona mempersilahkan pengantar paket itu naik ke lantai atas di mana ruang kantor ia berada.
Tak lama hanya dengan hitungan menit para pengantar paket dengan ditemani petugas keamanan itu tiba dengan membawa sebuah benda persegi panjang berukuran besar yang dibungkus rapi dan beberapa bungkusan kotak besar yang dibungkus dengan rapat pula.
Setelah dibantu petugas keamanan karena dirasa para pengantar paket itu kewalahan saat membawanya, mereka meletakkan di tempat yang Rona intruksikan dengan disaksikan Yafizan yang hanya tetap fokus pada layar laptop di mejanya.
Yafizan sungguh tak menyadari keramaian sesaat yang tengah melingkupi ruang kantornya karena kedatangan para pengantar paket dan petugas keamanan. Setelah selesai mereka pun pamit undur diri.
Rona hanya menggelengkan kepala karena tahu saat ini fikiran bosnya tidak pada tempatnya. Sebenarnya ia masih memikirkan apa yang Mr.Govind bicarakan tadi pagi mengenai siapa orang baru yang menginginkan Soully menjadi asistennya.
"Bos, apa kau tak ingin melihat isi dari paket ini?" tanya Rona membuyarkan lamunan Yafizan dalam sekejap.
"Hah? Paket apa?" Yafizan bertanya balik.
"Sudah kuduga kau daritadi tidak memperhatikannya." Rona geleng-geleng kepala lalu ia menunjukkan paket yang dikirim teratas nama untuk bosnya itu.
Tanpa menunggu berlama-lama lagi Rona mengambil pisau cutter lalu menggoreskannya pada kertas pembungkus yang menutupi paket besarnya itu. Tak lama ia segera menyobeknya lalu di berdirikannya isi paket tersebut.
Yafizan yang masih tenggelam dalam fikirannya tiba-tiba ia bangkit dari kursi kebesarannya, lalu dengan semangat ia menghampiri benda yang sudah Rona tata dengan rapi bersandar pada dinding kantor.
Sungguh hal luar biasa tak percaya apa yang kini sedang dilihatnya. Paket besar persegi panjang itu berisi foto pernikahan dirinya dengan Soully yang sungguh cantik luar biasa pula. Dengan bingkai berukiran emas itu, matanya tak berkedip seolah Soully terasa begitu nyata dalam foto tersebut. Yafizan tak henti-hentinya memandang foto pernikahan mereka dengan adegan konyol di setiap sesi pemotretan. Tak lupa Rona pun membuka bingkisan kotak besar yang masih tersegel rapi.
Isi kotak tersebut masih bernuansa foto yang dibingkai kecil-kecil dengan ukuran yang bervariasi. Tak lupa Yafizan pun memeriksanya dengan seksama. Ia lupa diri dan hanya senyuman bahagia terpancar dari wajahnya.
Ia lalu memerintah Rona untuk memasang salah satu foto berbingkai besar itu di dalam kantornya dan tiga buah foto berbingkai kecil ditaruh di atas meja kerjanya, dan sisa fotonya ia perintahkan untuk dibawa ke mansion.
Tak sabar untuk memberi kejutan jika Soully melihat ini dia pasti akan senang. Thanks Naomi atas karyamu yang sungguh luar biasa ini.
***
Sementara di mansion mewah Yafizan, Soully disibukkan dengan membereskan sisa-sisa kekecauan ulah suaminya itu. Membersihkan kamar yang seperti kapal pecah itu sungguh menghabiskan cukup waktu hingga membuat Soully kelelahan hingga akhirnya dia tertidur di sofa dalam kamarnya.
Waktu menunjukan pukul 16.00 ketika dirasa Soully sudah mengembalikan semua energinya. Ia lalu memikirkan makanan apa yang harus ia siapkan untuk makan malam nanti bersama Rona dan Yafizan.
Soully berjalan menuju dapur, dibukanya lemari es dan menelisik dalam isi lemari tersebut. Banyak bahan makanan dan minuman yang tersedia di dalamnya karena sebelumnya Rona sudah menyiapkan segala keperluan dan kebutuhan ketika Soully ditinggal sendirian di mansion.
"Emhh...makanan apa yang harus aku masak ya? Apa sebaiknya aku bertanya makanan apa yang mereka suka? Akh, aku lupa saat ini tak punya ponsel," gumam Soully sendiri. Lalu diliriknya sebuah telepon yang menempel di dinding dekat dapurnya. Namun tetap saja nihil, tak ada catatan apapun di situ yang bisa Soully hubungi.
Tak berlama ia memasak makanan yang ia kuasai saja. Nanti, ketika dua orang itu pulang Soully akan menanyakan makanan favorite serta hal apa saja yang mereka suka dan tidak. Pertemuan singkat mereka dan beberapa kejadian yang terjadi memang belum menemukan celah untuk Soully mengenal mereka lebih dalam.
Setelah menyelesaikan ritual masaknya dan membereskan dapurnya segera Soully pergi ke kamar untuk mandi. Sebelum masuk ia melihat dua bungkusan plastik hitam besar yang berada di sudut dekat pintu kamarnya.
Ups, ia lupa setelah beres-beres tadi karena langsung ketiduran dan belum sempat membuang sampah-sampah itu keluar. Dengan kedua tangan mungilnya ia mengangkat dua plastik hitam itu untuk dibuang ke bak sampah yang ada di luar dekat gerbang mansion tersebut.
Tangan Soully yang sedang terluka mengeluarkan darah segar kembali karena pegangan erat saat mengangkat beban plastik sampah tadi membuat tangannya menekan dengan keras. Ia tampak meniup lukanya sambil berjalan masuk menuju gerbang. Dan lagi, gerbang terkunci dan Soully lupa menanyakan kode akses pintu tersebut. Dalam bayangannya saat ini ia takut kejadian waktu itu terulang kembali.
"Tenang Soully...tenanglah...suamimu dan kak Rona akan segera tiba," ucap Soully menenangkan dirinya sendiri.
Soully duduk menunggu di depan gerbang. Sambil sesekali menengoknya kearah jalan karena memang kawasan itu sangat sepi. Soully mulai merasakan tak enak badan karena aktivitas hari ini menguras seluruh tenaganya dan kini luka di tangannya terasa begitu perih hingga keringat dingin dirasa menyelimuti tubuhnya.
***
Sebuah mobil sport merah tiba-tiba melewati kawasan itu dan berhenti tepat di depan Soully yang sedang terduduk. Wajah Soully mendongak senang karena dikira mobil yang berhenti di depannya adalah mobil orang yang dinantinya. Seorang pria sudah berdiri tepat di depan Soully, kaki jenjangnya yang tegap berdiri membuat Soully mendongakan wajahnya ke atas dan senyum manis Soully memudar ketika wajah yang dilihatnya bukan seseorang yang ia tunggu.
Pria itu tersenyum dengan penuh haru saat melihat Soully yang kini berada tepat dihadapannya. Ia lalu mengulurkan tangannya kepada Soully berharap Soully membalas uluran tangan tersebut.
"S-siapa...?" tanya Soully ragu.
"Apa kau perlu bantuan? Apa yang kau lakukan petang ini di luar rumah?" tanyanya kembali.
"Aku...ini..." Soully salah tingkah tak mungkin ia bercerita jika ia tak tahu kode akses membuka kunci pintu gerbangnya. Orang akan berfikir dia hanya mengaku-ngaku tinggal mansion itu.
Pria itu hanya tersenyum seolah tahu apa yang ada difikiran Soully. Tak berlama-lama ia ikut terduduk disamping Soully. Tanpa canggung ia menemani Soully dan mengajaknya berbincang.
"Apa anda tinggal di sekitar sini?" tanya Soully memecah suasana.
"Tidak, aku hanya lewat saja. Daerah ini mana mungkin ada akses untukku tinggal di sini. Secara keseluruhan wilayah ini sudah dikuasai hanya satu orang saja," ujarnya sinis.
Dan memang benar, dulu ketika Soully berjalan-jalan daerah ini memang hanya ada mansion ini saja.
"Oh ya, aku Miller," ucap pria itu mengenalkan diri sembari mengulurkan tangannya kembali.
Soully meragu untuk menjabat tangannya. Dipandangnya dengan penuh curiga dan sedikit takut. Lalu tak berlama Miller menarik tangan Soully untuk menjabatnya.
'Aww' Soully meringis kesakitan. Dengan segera Miller melepas jabatan tangannya. Ia melihat tangan Soully yang terluka merembeskan darah segar yang tanpa sengaja dijabatnya dengan erat, karena semenjak pertama ia melihat Soully ingin sekali ia bisa menyapa bahkan menyentuh Soully yang dirasa sebagai reinkarnasi Mayra.
"Kenapa tanganmu?" tanya Miller cemas sambil menarik kembali tangan Soully, lalu menelisik setiap bagian tubuh Soully yang terdapat luka memar yang hampir memudar. Dengan menggertakan gerahamnya ia menahan amarah karena mengira Soully mendapat perlakuan yang tak mengenakan.
"Ini...hanya kecelakaan," jawab Soully melepaskan tangannya dari genggaman Miller.
Perasaan Miller berkecamuk. Ingin rasanya ia membawa Soully pergi detik itu juga. Matanya terlihat berkaca-kaca.
"Kau, pernah melihat adegan sulap?" tanya Miller tiba-tiba.
"Pernah, di acara televisi," jawab Soully datar.
Melihat wajah Soully yang polos sungguh ia ingin merengkuh tubuh mungil Soully, mendekapnya dengan erat. Terbayang saat-saat dia duduk bersama dan saling bercerita dengan Mayra dulu, adik yang sungguh dikasihinya.
"Kenapa memangnya?" tanya Soully kemudian.
"Kau...mau melihat adegan sulap yang nyata?" tanya balik Miller lalu ia menarik kedua tangan Soully lagi.
Soully tersontak kaget, karena kini mereka saling berhadapan. Soully berusaha melepas tangannya dari genggeman Miller. Namun Miller tetap menahannya dengan sekuat tenaga.
"Apa yang anda lakukan? Anda sungguh tidak sopan!" hardik Soully yang masih berusaha meronta untuk melepaskan tangannya dari cengkraman Miller.
"Ssstt...aku akan menunjukkan sulap yang sesungguhnya padamu," ucap Miller menenangkan Soully. Ia lalu menjetikkan jarinya dan dengan kekuatan supranaturalnya Miller mengusapkan tangannya ke tangan Soully yang terluka dan penuh memar itu.
Soully menatap wajah Miller, menelisiknya lebih dalam. Ada kabut kesedihan yang mendalam di balik wajahnya yang memang tampan dan terlihat ramah.
"Lihatlah. Kini kau takkan merasakan kesakitan lagi," sahut Miller membuyarkan lamunan Soully. Tangan Miller meraba bagian leher dan sudut bibir Soully yang masih terlihat memar. Dengan sigap Soully menepis tangan Miller yang menyentuhnya dibagian yang dirasa Soully tidak sopan padahal maksud Miller hanya untuk membantu Soully menyembuhkan lukanya.
Miller menyunggingkan senyuman disudut bibirnya karena melihat tingkah Soully yang salah paham padanya.
"Tuan, kurasa anda sebaiknya segera pergi dari sini karena aku takut orang akan salah paham karena melihat tindakan tak sopanmu itu," ujar Soully canggung.
Soully merasakan sakit ditangannya memang menghilang dan terasa ringan. Ia melihat-lihat kedua tanganya yang memang sudah tak ada lagi luka-luka yang menempel padanya. Bahkan luka kena tusukan serpihan benda tajam pun sembuh seolah tak pernah ia merasa terluka. Tak ada bekas luka lagi, sungguh sangat sempurna. Soully dibuat takjub olehnya.
This is real magic show!!
Miller pamit meninggalkan Soully. "Hey gadis kecil, kuharap kita akan segera bahkan secepat mungkin kita akan terus bertemu," ucapnya sambil tersenyum manis kepada Soully, ia berjalan menuju mobil mewahnya.
"Oh ya, pintu gerbangmu...kurasa tidak terkunci," sambungnya tersenyum sambil masuk ke dalam mobil lalu melajukan kemudinya dengan cepat
Dan benar saja, pintu gerbang itu terbuka. membuat Soully tercengang kaget, ia menggosokkan kedua matanya seolah tak percaya.
Bagaimana mungkin pintu gerbang itu bisa terbuka sendiri padahal kode akses yang dipasang di mansion sudah yang paling canggih dan tak mungkin ada kesalahan.
Soully merasa merinding, lalu segera ia masuk ke dalam dan melanjutkan aktivitasnya untuk mandi karena seluruh badannya sudah kelelahan dan terasa lengket minta dibersihkan.
Miller yang masih memperhatikan Soully dibalik kaca spionnya, terlihat senyum yang melegakan. Kini ia berhasil menyapa, mendekati bahkan menyentuh perempuan yang dikira Mayra. Air matanya tiba-tiba menetes karena sentuhan tangannya pada tangan Soully sungguh membuat Miller semakin frustasi.
===============================
Bersambung...
Author : Masih ada yang suka nungguin ceritanya gak ya?
Jangan lupa tinggalkan jejak jempolll kalian dengan menekan Like, Comment, Vote dan tipsnya jg yaa 😉
Hanupis yang masih setia baca Novelku 🙏🏻
Tengkuyyy 😘